Selasa, 16 September 2008

>Kongres Ala KUSnet

KALAU ada "bintang lapangannya" maka penyelamat muka Kongres Basa Sunda (KBS) VIII adalah Komunitas Urang Sunda di Internet (KUSnet). KUSnet ini semula sama sekali tidak masuk hitungan panitia KBS. Ada memang keinginan anggota mailing list (milis) agar KUSnet bisa ikut kongres, tapi tidak tahu caranya.
Baru ketika berlangsung satu pertemuan tanggal 19 Juni 2005, 9 hari sebelum acara kongres berlangsung di Subang, Ganjar Kurnia yang juga anggota milis KUSnet mencoba mengusahakannya. Akhirnya KUSnet mendapat satu undangan. Konsekuensinya, harus membuat makalah.
Tak dinyana, apa yang disajikan KUSnet dengan mendadak itu malah membikin banyak peserta terenyak terkagum-kagum. Kagum bukan karena mendengar kepintaran pemakalahnya, kuncen (moderator) KUSnet Mamat Sasmita (54) berakrobat kata-kata, melainkan lebih pada apa yang telah dikerjakan KUSnet di jagat maya terhadap bahasa dan budaya Sunda.
KUSnet mula-mula adalah sebuah jaringan milis yang dibuat warga Kuningan yang bekerja di Jakarta bernama Ismail Rahman tanggal 8 Mei 2000. Sebulan kemudian, Mamat yang lebih dikenal dengan sebutan Ua Sas, masuk jadi anggota. Ketika itu milis KUSnet masih beranggotakan 23 orang. Ketika KBS VII berlangsung di Garut, praktis KUSnet belum ada apa-apanya.
Sekarang, KUSnet beranggotakan 1.500 orang dengan peserta aktif 200-an orang. Moderatornya pun membengkak jadi 6 orang. Masing-masing, Ismail Rahman, Ua Sas, Jamaludin Wiartakusumah, Eko Ruska Nugraha, Iskandar, dan Sidik Wiradireja. Jumlah yang tak bisa dipandang remeh dalam jagat milis. "Kuncen 6 orang itu, entah, apakah masih kurang atau tidak karena postingan yang dilakukan dalam bahasa Sunda itu seharinya bisa sampai 150 surelek (surat elektronik)?" kata Ua Sas yang mulai memasuki pensiun di PT Telkom ini.
Siapa dan di mana saja anggota milis KUSnet? Mereka tersebar di seluruh dunia. Yang paling tua dikenal dengan panggilan Abah Joe. Warga Cicalengka ini sudah 30 tahun tinggal di New York. Lainnya, ahli nuklir, ada marinir yang kini berada di Sierra Leone, dan kuliahan S2 maupun S3 di berbagai belahan dunia.
Seiring beragamnya latar belakang dan intelektualitas, dengan cepat KUSnet bergerak. Apa yang semula diobrolkan dengan santai lewat kongres (kongkow teu beres-beres) di milis, tanpa banyak bicara dan mandiri kemudian semua itu diimplementasikannya. Sehingga, ketika KBS VIII membicarakan bagaimana perlunya mengomputerisasi program pont aksara Sunda, anggota KUSnet malahan sudah lama mengerjakannya. Jadi, mereka yang memerlukan tinggal menghubungi website KUSNet dengan alamat urang-sunda.or.id. Semua itu dikerjakan sendirian oleh Dian Tresna Nugraha, anggota KUSnet yang tengah sekolah IT di Jerman. Hanya perlu waktu begadang dua malam bagi Dian untuk mengerjakan soal yang bertahun-tahun bahkan mungkin tak terpikirkan pemerintah atau LBSS (Lembaga Basa jeung Sastra Sunda).
Tak cuma itu, kalau KBS VIII masih memperbincangkan revisi Kamus Umum Bahasa Sunda yang tak kunjung usai, KUSnet malah sudah merambah Wikipedia. wikipedia ini adalah ensiklopedi internasional terbuka dengan kontributor dari seluruh dunia dengan berbagai bahasa dunia. Puluhan negara ikut memberikan kontribusinya di sana dan jutaan pengguna internet di seluruh dunia melongoknya. Jadi, Wikipedia ini adalah jembatan untuk masuk, bergaul, dan mengenalkan diri dalam kancah internasional. Di Wikipedia ini, terbanyak adalah entry Inggris dengan 500.000 lema. Soal kesundaan sendiri, mengingat KUSnet baru menggarapnya tahun Maret 2004, baru terdaftar 700-an lema. Kontributor KUSnet untuk mengisi ensiklopedi internasional Wikipedia adalah Sidik Wiradireja yang juga kuncen milis. Sidik bekerja di Kedutaan Indonesia di Korea Selatan.
Tanpa sokongan dana sedikit pun dari pemerintah provinsi Jawa Barat, KUSnet juga mengerjakan digitalisasi naskah-naskah lama. Yang sudah dan sedang dikerjakan adalah buku Roesdi jeung Misnem karangan A.C. Deenik dengan Raden Djajadiredja. Kemudian majalah Poesaka Soenda terbitan tahun 1922-1927. Majalah ini mula-mula bersumber dari Ganjar Kurnia yang tengah berada di Perancis. Entah dari mana pula Ganjar mendapatkannya. Dari Perancis, bundelan "Poesaka Soenda" itu dikirim ke Abu Dhabi. Di sini, ada anggota milis KUSnet yang dengan sukarela men-scan-nya. Dari Abu Dhabi, naskah hasil scan-an itu dikirim kepada Hasan, anggota milis KUSnet juga, yang sedang menyelesaikan studi S3-nya di Kuala Lumpur. Nah, oleh Hasan inilah naskah itu digitalisasi. Maka, mereka yang membutuhkannya kini bisa mengaksesnya dengan mudah.
Kreativitas lainnya dikerjakan anggota KUSnet bernama Soni Rosa. Ia membuat game bahasa Sunda, sebuah cara sosialisasi bahasa Sunda yang bahkan tak disinggung oleh siapa pun pemakalah dan peserta KBS VIII.
Di lapangan, lewat Yayasan Perceka yang dibentuk KUSnet, aksi sosial dilakukan. Mulai dari membantu korban bencana, pemberian beasiswa, hingga membuat perpustakaan. Tak kurang dari 15 perpustakaan sudah didirikan dengan bantuan kencleng anggota KUSnet. Perpustakaan ini tersebar di perdesaan di Cianjur, Sukabumi, Sumedang, Ciamis, Garut, Tasikmalaya, Majalengka, dan Cirebon. Di perpustakaan ini, minimal 30% isi perpustakaan adalah buku berbahasa Sunda. Semua itu, sekali lagi, dilakukan tanpa perlu menunggu rekomendasi dan Kongres Basa Sunda yang biayanya bisa ratusan juta rupiah.
Melihat apa yang dikerjakan KUSnet, kita tampaknya boleh optimistis kalau bahasa Sunda tak akan punah. Setidaknya, di dunia maya. (rahim/"PR")***
Pikiran Rakyat, Sabtu 2 Juli 2005

Tidak ada komentar: