Rabu, 27 Agustus 2008

>IMAM MAHDI YANG BENAR AKAN DIMUSUHI ULAMA; JIN dan MANUSIA

Salah satu ciri kedatangan Imam Mahdi yang benar adalah bahwa beliau itu bukannya di-eluk-elukan dengan sambutan yang mesra tetapi permusuhan-lah yang beliau dapatkan itu. Bilamana Imam Mahdi yang sudah dijanjikan kedatangannya itu memang wujud yang benar adanya, maka Allah Taala akan mendukung dan menolong beliau dan Jama’atnya dengan kemenangan yang nyata, yang dapat dilihat dan disaksikan oleh orang-orang yang mau menggunakan akal sehatnya, betapa pun ia dimusuhi orang..

Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.a. menulis di dalam bukunya Futuhat Makiah jilid III halaman 374:

Wa idzaa kharaja hadzaal imaamul mahdiyyu fa laisa lahu ‘aduwwun mubiin illal fuqahaa’u khashshat.
Apabila Imam Mahdi datang, waktu itu yang menjadi musuh-musuh beliau tidak lain melainkan ulama-ulama dan fuqahaa (ahli fiqih).

NABI-NABI DITOLAK OLEH JIN DAN MANUSIA (Alqur-aan; Surah Al-An’aam ayat 111-112)

Surat Al An’aam -6- ayat 112:

Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh berupa Syaitan dari manusia dan jin.



Wa ka dzaalika ja’alnaa li kulli nabiyyin ‘aduwwan syayaathiinal insi wal jinni yuuhii ba’dhuhum illa ba’dhin zukhrufal qauli ghuruuraw wa lau syaa-a rabbuka maa fa’aluuhu fa dzarhum wa maa yaftaruun.

Dan, dengan cara demikian Kami menjadikan musuh setiap Nabi, Syaitan-syaitan di antara manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui. Dan, jika Tuhan engkau menghendaki, mereka tidak akan mengerjakannya; maka biarkanlah mereka dengan apa yang mereka ada-adakan itu.

Kata-kata manusia dan jin yang banyak kali disebut dalam ayat-ayat Alqur-aan bukanlah berarti ada dua macam mahluk Allah yang berlainan; kedua-duanya adalah golongan manusia juga. Manusia mengisyaratkan pada manusia biasa, orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan jin di-isyaratkan kepada orang-orang besar yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata dan tidak berbaur dengan rakyat sehingga boleh dikatakan tersembunyi dari penglihatan umum.

Surat Al An’aam -6- ayat 111:

Biarpun malaikat dan orang-orang yang sudah mati yang berbicara dengan mereka, mereka tokh tetap tidak akan beriman kepada Nabi, Utusan Allah itu:



Wa lau annanaa nazzalnaa ilaihimul malaa-ikata wa kallamahumul mautaa wa hasyarnaa ‘alaihim kulla syai-in qubulam maa kaanu li yu’minuu illaa ay yasyaa-allaahu walaakinna aktsarahum yajhaluun.

Dan, sekalipun jika Kami menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami mengumpulkan di hadapan mereka segala sesuatu berhadap-hadapan, niscaya mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak berpengetahuan.

Salah satu tugas dari malaikat-malaikat ialah untuk membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak pada kebenaran; yang kadang-kadang malaikat-malaikat ini melaksanakan tugasnya dengan melalui mimpi-mimpi dan kasyaf (vision). Orang-orang muttaki yang sudah wafat kadang-kadang muncul di dalam mimpi orang yang dikenalnya untuk membenarkan da’wa Nabi, Utusan Allah.

Jadi demikianlah agar dapat dimaklumi oleh orang-orang yang bisa menggunakan akal sehatnya, dan dengan mempelajari Hadits-hadits Nabi saw. dan Firman Allah Taala di dalam Kitab Suci Alqur-aan, maka penolakan dan permusuhan kepada Nabi-nabi dan Imam Mahdi itu, justru akan membenarkan dan menggenapi nubuatan-nubuatan yang sudah diberikan oleh orang-orang suci itu.

Tetapi bagi orang-orang yang hasud dan berpikiran dengki, biarpun malaikat yang memberi-tahukannya kepada mereka, atau leluhur mereka dan orang-orang suci yang meng-isyaratkannya kepadanya tentang kebenaran Nabi dan Utusan Allah itu, tokh mereka tetap saja tidak akan mau mempercayainya; sampai Allah Taala sendiri yang memberi taufik dan hidayat kepada mereka untuk menerima kebenaran itu.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَ الَمِينَ

“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)


Rabu, 27 Agustus 2008.

>Penentuan Awal Ramadhan

Penulis: Ustadz Zuhair Syarif

1. Cara menentukan Ibadah Puasa dan Iedul Fithri

Awal puasa ditentukan dengan tiga perkara :
1. Ru’yah hilal (melihat bulan sabit).
2. Persaksian atau kabar tentang ru’yah hilal.
3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.

Tiga hal ini diambil dari hadits-hadits dibawah ini :

Selasa, 26 Agustus 2008

>Tentang Hizbut Tahrir di Indonesia

Mungkin sebagian teman-teman heran, kenapa saya seperti terobsesi untuk melakukan kritik terhadap kelompok bernama Hizbut Tahrir (HT) itu.

Ketika masih di Jakarta dulu, saya sering sekali melakukan "tour" ke sejumlah kampus untuk menghadiri sejumlah diskusi yang diadakan oleh beberapa kelompok mahasiswa. Selain ke kampus, saya juga sering mendatangi forum-forum diskusi di tingkat kabupaten.

Sungguh di luar dugaan saya, bahwa Hizbut Tahrir cukup mendapatkan pengaruh yang lumayan di sejumlah kampus. Kalau saya katakan "lumayan" bukan berarti besar sekali. Tetapi sebagai pemain baru, gerakan ini cukup sukses menanamkan pengarus di sejumlah kampus, seperti IPB di Bogor, misalnya.

Yang mengherankan, saat diundang diskusi ke sebuah pesantren kecil di kota Tuban, saya bertemu juga dengan beberapa aktivis HT di sana. Sepanjang diskusi, mereka membuat "onar" dengan cara bertanya yang sangat agresif dan meneriaki seseorang yang berpendapat berbeda. Saya tak menduga bahwa mereka bisa mempunyai pengaruh hingga ke wilayah kabupaten.

Memang secara umum, pengalaman berdiskusi dengan kalangan fundamentalis di beberapa tempat sangat tidak menyenangkan, karena mereka sama sekali tak mengikuti cara-cara berdiskusi yang beradab.

Suatu saat saya pernah diundang ke Universitas Muhammadiyah Malang dalam sebuah diskusi yang juga menghadirkan salah seorang cendekiawan Muhammadiyah, Dr. Syafiq Mughni. Dalam diskusi itu ada sejumlah aktivis HT yang hadir dan, sekali lagi, membuat "onar" dengan cara mereka sendiri, antara lain dengan teriakan-terakan Allahu Akbar. Pak Syafiq sampai terheran dan berujar, kok Universitas Muhammadiyah jadi begini.

Pemandangan yang sangat lucu terjadi pada sebuah diskusi yang diadakan oleh Kedutaan Amerika di Hotel Hilton (sekarang berubah menjadi Hotel Sultan [untung bukan Hotel Khalifah]) beberapa tahun lalu. Saat itu, saya menjadi moderator, dan diskusi dilangsungkan dalam bahasa Inggris. Seorang aktivis HT "ngacung" dan bertanya dalam bahasa Arab. Ketika saya peringatkan bahwa sebaiknya memakai bahasa Inggris atau Indonesia saja, dia ngotot. Pertanyaannya sama sekali tak berkenaan dengan isi diskusi. Pokoknya meracau saja.

Rupanya, kelompok HT memang memakai strategi yang unik, yaitu dengan cara mengirim aktivis mereka ke sejumlah diskusi publik untuk mengampanyekan ide mereka tentang "khilafah". Walaupun diskusinya tidak berkaitan dengan tema itu, mereka paksakan saja saat sesi tanya-jawab untuk melontarkan isu tersebut.

Strategi ini ternyata merupakan metode yang sengaja mereka praktekkan di mana-mana. Kalau anda membaca buku karangan mantan aktivis HT di Inggris yang "sadar" dan keluar dari organisasi itu, yaitu Ed Husein yang menulis buku "The Islamist" itu (buku ini sudah terbit dalam edisi Indonesia oleh Penerbit Alvabet, Jakarta), anda akan tahu bahwa cara serupa juga mereka terapkan di Inggris di sejumlah kampus.

Strategi lain yang baru saya sadari belakangan adalah dengan cara memakai literatur fikih dan ushul fikih klasik untuk mendukung ide-ide mereka. Strategi ini saya kira mereka tempuh untuk menghadapi kalangan pesantren di Indonesia yang akrab dengan khazanah fikih dan ushul fikih itu. Saya senang dengan strategimereka yang satu ini, karena dengan demikian mereka akan dengan mudah dipatahkan melalui tradisi fikih dan ushul fikih sendiri yang sangat kaya itu.

Meski mereka memakai fikih dan ushul fikih, cara mereka mendekati kedua disiplin itu adalah dengan melakukan "ideologisasi" , yakni mengunci fikih dan ushul fikih pada perspektif tertentu secara kaku, mengabaikan watak "polifonik" atau "polisemik" dari keduanya. Cara mereka seperti ini akan menjadi "boomerang" bagi mereka sendiri. Fikih dan ushul fikih sama sekali tak bisa di-fiksasi, karena wataknya yang sejak awal sangat lentur dan "fluid".

Menurut saya, meski kelompok HT sama sekali tak besar, tetapi ini adalah kelompok yang sangat mengancam di masa mendatang. Kelompok ini memang tidak memakai metode kekerasan, tetapi cara-cara indoktrinasi mereka sangat kondusif untuk lahirnya kekerasan. Mereka memakai metode konfrontasi dengan membagi dunia secara hitam putih, dunia Islam dan dunia kafir.

Kalau anda baca pamflet-pamflet mereka yang secara agresif mereka sebarkan, entah melalui majalah bulanan atau buletin mingguan pada hari Jumat, mereka dengan "ngoyo" --tetapi kadang-kadang lucu dan menggelikan- - mencoba menganalisa peristiwa- peristiwa politik, baik domestik dan internasional, dengan cara yang sangat klise, yaitu mengembalikan seluruh masalah di dunia ini kepada kapitalisme, sekularisme, dan demokrasi, seraya mengajukan alternatif sistem khilafah sebagai solusi.

Dalam pandangan mereka, semua hal bisa diselesaikan dengan syari'ah Islam, mulai dari problem WC rusak (maaf, jangan terkecoh, ini hanya ungkapan yang saya pakai secara metaforis saja!) hingga ke sistem perdagangan dunia yang tak adil.

Saya sedang membaca kembali semua literatur HT yang ditulis oleh Taqiyyuddin al-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum. Seluruh karangan mereka lengkap saya temukan di perpustakaan Universitas Harvard. Tidak mudah membaca buku kedua pengarang ini. Bukan karena sulit, tetapi karena isinya membosankan dan penuh dengan "non-sense". Saya heran, bagaimana mungkin anak-anak muda bisa tergoda dengan ideologi yang non-sense seperti ini.

Saya kira, salah satu penjelasannya adalah bahwa ideologi HT ingin tampil sebagai ideologi revolusioner yang hendak menjadi alternatif atas kapitalisme dan demokrasi. Anak-anak muda yang sedang mengalami fase "sturm und drang", fase pubertas intelektual dan mencari "bentuk", mungkin mudah tertarik dengan ideologi yang hendak menampilkan diri sebagai "Che Guevara" dengan baju Islam ini.

Saya tak menyalahkan anak-anak muda itu. Tugas kaum intelektual Muslim lah membongkar kepalsuan ideologi HT dengan menampilkan interpretasi yang beragam mengenai Islam, terutama interpretasi sejarah Islam yang hendak dimanipulas oleh kalangan HT. Beberapa kalangan terpelajar Muslim yang belajar di universitas Barat, tetapi tidak terdidik dalam studi Islam yang sistematis, juga ada yang jatuh kedalam "perangkap" kelompok ini. Saya sungguh heran, bagaimana kaum terpelajar yang berpikir secara rasional bisa percaya pada "non-sense" seperti dikemukakan oleh HT itu.

Beberapa kalangan pesantren di Jawa Timur, saya dengar, juga ada yang sudah mulai terpengaruh. Saya kira, taktik HT yang juga memakai literatur fiqh al-siyasah (fikih politik) klasik seperti al-Ahkam al-Sulthaniyya karangan Imam al-Mawardi (w. 1058 M), dalam beberapa kasus, membuahkan hasil. Sejumlah kiai dan santri yang tak mengerti peta perkembangan ideologi Islam internasional, dengan gampang "ditipu" oleh kelompok ini dengan retorika yang sengaja dibuat begitu rupa sehingga seolah-olah berbau fikih.

Kelompok ini dilarang di sejumlah negeri Arab dan Eropa, tetapi menikmati kebebasan yang penuh di Indonesia, bahkan berhasil mengadakan konferensi khilafah internasional pada 12 Agustus 2007 di Senayan. Tak kurang dari Ketua Umum Muhammadiyah, Dr. Din Syamsuddin, ikut menghadiri konfrensi itu dan memberikan sambutan. Isu Ahmadiyah yang menghangat di tanah air beberapa waktu lalu merupakan "lahan basah" yang dengan cerdik dipakai oleh sejumlah tokoh HT untuk menghimpun "credit points" di mata umat.

Bersama kelompok-kelompok lain seperti FUI dan FPI, HT dengan agresif melancarkan kampanye pembubaran Ahmadiyah di Indonesia. Salah satu tokoh mereka, Muhammad Al-Khaththath yang berhasil "menyusup" menjadi pengurus MUI Pusat, tampil sebagai salah satu figur sentral dalam kampanye ini. Isu Ahmadiyah memang isu yang sangat murah untuk meraih "credit points" di mata umat, tanpa resiko apapun.

Menurut saya, harus ada usaha yang sistematis untuk melawan secara intelektual ideologi HT. Ada kecenderungan yang sangat kuat ke arah totalitarianisme dan fasisme dalam ideologi ini yang sangat berbahaya bagi umat Islam.

Kelompok ini jauh lebih berbahaya ketimbang kelomopok salafi yang umumnya hanya menekankan "puritanisme dan kesalehan individual". Mereka juga berbahaya persis karena sikapnya yang "konfrontatif" terhadap sistem politik yang ada di Indonesia: mereka menolak menjadi partai politik dan ikut pemilu karena menganggap demokrasi sebagai sistem kafir, padahal mereka sendiri adalah sebuah partai (terbukti dengan nama mereka, "hizb"). Karena berada di luar sistem, mereka bisa bertindak di luar kontrol.

Yang mengherankan adalah sikap pemerintah Indonesia yang bertindak secara kurang tepat dalam dua kasus berikut ini. Sementara dalam kasus Ahmadiyah, pemerintah takluk pada tekanan kaum Islam fundamentalis, termasuk Hizbut Tahrir, untuk membubarkannya, pada kasus Hizbut Tahrir memperlihatkan kelonggaran yang luar biasa. Memang SKB Ahmadiyah tidak membubarkan kelompok itu, tetapi hanya sebatas membatasi kegiatannya. Karena tidak puas, kelompok-kelompok fundamentalis ini, di masa mendatang, tentu akan terus melakukan tekanan agar membubarkan Ahmadiyah.

Padahal jelas sekali tujuan akhir HT bertentangan sama sekali dengan tujuan negara Indonesia. HT ingin menggantikan Indonesia sebagai negara plural berdasarkan Pancasila dengan negara khalifah atau negara Islam universal. Sementara tujuan kelompok Ahmadiyah sama sekali tak ada yang bertentangan dengan tujuan negara Indonesia.

Meskipun saya sendiri bersikap bahwa setiap kelompok, aliran, sekte, dan mazhab apapun harus diberikan kebebasan untuk berserikat dan menyatakan pendapat di Indonesia sesuai dengan mandat konstitusi kita. Baik Ahmadiyah, Hizbut Tahrir, dan kelompok-kelompok lain haruslah diberikan kebebasan yang sama. Saya hanya mau menunjukkan paradoks kebijakan yang ditempuh pemerintah.

Meskipun saya menganjurkan agar semua kelompok diberikan kebebasan berpendapat, tetapi kita, terutama masyarakat sipil, harus terus-menerus melakukan kritik atas ideologi atau paham yang menyebarkan kebencian pada kelompok atau aliran yang berbeda, yang tujuan akhirnya berlawanan dengan tujuan negara Indonesia, seperti kelompok HT ini.

Dalam beberapa "note" mendatang, insyaallah saya akan berusaha menulis sejumlah kritik atas ideologi negara khilafah yang dilontarkan oleh HT.

Ulil Abshar Abdalla

>Toleransi beragama ala Cak Nun

Saya teringat waktu lebih dari 15 tahun yang lalu belajar di Jogja. Waktu itu, tiap Rabu malam, saya dan teman- teman memilih nglurug ke patang puluhan, rumahnya Cak Nun, ini panggilan akrabnya penyair dan kiai mbeling Emha Ainun Nadjib.

Kita bikin forum melingkar di situ. Biasanya kita bicara soal kesenian atau kebudayaan, tapi juga ngobrolin soal keagamaan.

Forum itu diprakarsai oleh Sanggar Shalahuddin. Komandannya anak Solo, Nasution Wahyudi. Ini nama asli Jawa, nggak ada hubungannya dgn Nasution yang dari Medan. Pesertanya juga tidak cuma mahasiswa atau pemuda yang beragama Islam. Pendek
kata, pemeluk berbagai agama berkumpul melingkar disitu.

Suatu malam, Cak Nun tanya pada kami di forum itu.
"Apakah anda semua punya tetangga?"

Wah, saya sebenarnya belum punya. Tetapi saya anak kost, tentu saja kamar sebelah saya bisa disamakan dengan tetangga. Tetangga kost. Jadi saya ikut-ikutan saja menjawab : "Tentu saja punya".

Cak Nun melanjutkan bertanya : "Punya istri enggak tetangga Anda?"

Sebagian hadirin menjawab : "Ya, punya dong".
Saya diam saja. Rasanya tetangga kost saya bujangan semua. Kebanyakan jomblo. Maklum anak desa.
Nggak pede ngajak pacaran teman kampusnya.

Yang menarik adalah pertanyaan berikutnya :
"Apakah anda pernah lihat kaki istri tetangga Anda itu?
Jari-jari kakinya lima atau tujuh? Mulus atau ada bekas korengnya ?"

Saya mulai kebingungan. Nggak ngeh sama arah pembicaraan Cak Nun.

Kebanyakan menjawab : "Tidak pernah memperhatikan Cak. Ono opo Cak?"

Cak Nun ndak peduli.
Dia tanya lagi : "Body-nya sexy enggak?"

Kami tak lagi bisa menahan tertawa. Geli deh.
Apalagi saya yang benar-benar tidak faham arah pembicaraan sang Kiai mbeling itu.

Cuma Cak Nun yang tersenyum tipis.
Jawabannya bagus banget. Dan ini senantiasa saya ingat sampai hari ini. Sebuah prinsip pergaulan untuk sebuah
negeri yang memilih Pancasila : "Jadi ya begitu. Jari kakinya lima atau tujuh. Bodynya sexy atau tidak bukan
urusan kita,kan? Tidak usah kita perhatikan, tak usah kita amati, tak usah kita dialogkan, diskusikan atau
perdebatkan. Biarin saja".

"Kenapa cak?" salah satu teman bertanya, penasaran.

"Ya apa urusan kita ? Nah, keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya
begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati saja".

Saya pun menangkap apa yang dia maksudkan.
Saya setuju dengan pandangan Cak Nun.

Dia melanjutkan serius : "Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa Islam itu benar ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang Islam, agama lain itu salah, justru berdasar itulah maka ia menjadi orang Islam. Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran.

Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena Bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak
pakai dokter, umpamanya. Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya. "

Mengasyikkan. Saya kagum dibuatnya.

Cak Nun terus berkata : "Itu prinsip kita dalam memandang berbagai agama. Sementara itu orang muslim yang mau melahirkan padahal motornya gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk mengantar istrinya ke rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju misanya kehujanan, padahal waktunya mendesak, dia boleh pinjam baju koko tetangganya
yang NU maupun yang Muhamadiyah. Atau ada orang Hindu kerjasama bikin warung soto dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.
Begitu."

Kami semua terus menyimak paparannya.

"Jadi ndak usah meributkan teologi agama orang lain. Itu sama aja anda ngajak gelut tetangga anda. Mana ada orang yang mau isterinya dibahas dan diomongin tanpa ujung pangkal. Tetangga-tetangga berbagai pemeluk agama, warga berbagai parpol, golongan,
aliran, kelompok, atau apapun, silakan bekerja sama di bidang usaha perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling melindungi koridor teologi masing-masing. "

"Kerjasama itu dilakukan bisa dengan memperbaiki pagar bersama-sama, bisa gugur gunung membersihkan kampung, bisa pergi mancing bareng bisa main gaple dan remi bersama. Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik, kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun. Itulah lingkaran tulus hati dgn hati. Itulah maiyah," ujarnya.

Ketika mengatakan itu nada Cak Nun datar, nyaris tanpa emosi. Tapi serius dan dalam. Saya menyimaknya sungguh-sungguh. Dan saya catat baik-baik dalam hati saya. Sayangnya dunia memang tidak ideal.
Di Ambon dan Palu, misalnya saya lihat terlalu banyak orang usil mengurusi isteri tetangganya. Begitu juga di berbagai tempat di dunia. Di Bosnia. Atau yang paling baru di Irak dan Afghanistan. Akibatnya ya perang dan hancur-hancuran. Menyedihkan.

Sangat menyedihkan.

Senin, 25 Agustus 2008

>SYAITAN MENGHASUT MANUSIA UNTUK INGKAR KEPADA TUHAN

Syaitan menghasut manusia untuk mengingkari dan menolak Utusan Allah.
Syaitan sendiri sebenarnya takut kepada Tuhan dan takut pada azab Tuhan.
Oleh karena itu, Syaitan tidak bertanggung-jawab atas keingkaran manusia kepada Nabi Allah itu.
Jadi Syaitan telah mengecoh manusia dalam pembangkangannya kepada Utusan Allah.
Syaitan dan iblis mengecoh dan menyesatkan manusia karena menjalankan tugasnya belaka.

Bacalah Firman Allah Taala, ayat-ayat dalam Kitab Suci Alqur-aan:

Surat Maryam -19- ayat 83:

A lam tara annaa arsalnasy syayaathiina ‘alal kaafiriina ta-uzzuhum azzaa.
Tidakkah engkau melihat bahwa Kami telah mengirim syaitan-syaitan kepada orang-orang untuk menghasut mereka orang-orang ini untuk ingkar dan menjadi orang yang kafir?

Surat Al Anfaal -8- ayat 48:

Wa idz zayyana lahumusy syaithaanu a’maaluhum wa qaala laa ghaaliba lakumul yauma minan naasi wa inni jaarul lakum fa lammaa taraa-atil fi-ataani nakasha ‘alaa ‘aqibaihi wa qaala innii barium minkum innii araa maa laa tarauna innii akhaafullaaha wallaahu syadiidul ‘iqaab.
Dan ingatlah ketika syaitan menampakkan indah kepada mereka amal-amal mereka dan berkata, “Tak seorang pun di antara manusia yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini, dan sungguh-sungguh aku akan menjadi pelindungmu.” Tetapi, ketika kedua pasukan itu berhadapan satu sama lainnya, maka berbaliklah ia (syaitan-syaitan itu) di atas tumitnya (lari tunggang langgang) sambil berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu; sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya, aku takut kepada Allah; dan sangat keras siksaan Allah itu.”

Surat Muhammad -47- ayat 25:

Innal ladziinar tadduu a’laa adbaarihim mim ba’di ma tabayyana lahumul hudasy syaithaanu sawwala lahum wa amlaa lahum.
Sesungguhnya, orang-orang (manusia) yang berpaling atas punggung mereka sesudah jelas bagi mereka petunjuk, syaitan telah menampakkan indah perbuatannya bagi mereka. Dan memberikan harapan-harapan palsu kepada mereka.

Surat Al Hasyr -59- ayat 16:

Ka matsalisy syaithaani idz qaala lil insanikfur fa lammaa kafara qaala innii barii-um minka innii akhaafullaaha rabbal ‘aalamiin.
Seperti keadaan syaitan ketika ia berkata kepada manusia, “Kamu Ingkarlah; maka, tetapi setelah ia orang itu ingkar, syaitan berkata, “Aku berlepas diri dari engkau, sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan semesta alam!”

Jadi demikianlah nasihat dari Kitab Suci Alqur-aan, agar jangan sampai orang, manusia itu terbujuk, terkecoh dan dapat dijerumuskan oleh Syaitan untuk ingkar kepada Tuhan, untuk mengingkari Nabi-Nya, menolak Utusan Tuhan; padahal Syaitan itu sendiri sebenarnya amat takut kepada Tuhan, takut pada ancaman azab Tuhan yang pasti benarnya itu. Ada pun Syaitan itu membujuk dan mengecoh manusia hanyalah dikarenakan menjalankan tugas Syaitan, untuk menguji ketaatan manusia kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Tetapi janganlah khawatir, tidak semua orang dapat dikecoh dan disesatkan setan dan iblis:

Al – Araf -7- ayat 200-201:

Wa imam yanzaghannaka minasy syaithaani nazghun fas ta’idz billaahi innahuu samii’un ‘aliim.
Dan, jika suatu godaan Syaitan menggoda engkau, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Innal ladziinat taqau idzaa massahum thaa-ifum minasy syaithaani tadzakkaruu fa idzaa hum mubshiruun.
Sesungguhnya, orang-orang yang bertakwa apabila mereka digoda oleh suatu godaan dari Syaitan, mereka ingat kepada Allah, dan mereka dapat melihat mana yang benar.

Iblis dan Syaitan bertekad untuk mengecoh dan menyesatkan manusia semuanya:


Qaala fa bi ‘izzatika la ughwiyannahum ajma’iin. Surah Shaad -38- ayat 82.
Terkecuali hamba-hamba Tuhan yang suci bersih dan yang benar-benar tunduk mengabdi.


Illa ‘ibaadaka minhumul mukhlasiin. Surah Shaad -38- ayat 83
Kecuali hamba-hamba Engkau yang terpilih di antara mereka, yaitu yang hatinya suci dan tunduk.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)



Jum’at, 22 Agustus 2008.

>MEMBENCI APA YANG DITURUNKAN (Wahyu dari) ALLAH!

DAN ALLAH PUN SUDAH MENETAPKAN KETENTUAN YANG PASTI BAGINYA.
Tetapi kita masih tetap berdoa semoga orang ini menjadi sadar akan Kebesaran, Ke-Agungan dan Kelanggengan Tuhan dalam menurukan wahyu-wahyu-Nya kapan saja sesuai Kebijaksanaan-Nya, kemudian orang ini akan diampuni dosa-dosanya dan memperoleh rahmat dan belas kasihan dari Allah Maha Pengampun Maha Pemberi Rahmat.

BACALAH KITAB SUCI ALQUR-AAN SURAH MUHAMMAD (47)

Surat Muhammad -47- ayat 9 s/d 11:

Celakalah! Orang-orang yang ingkar ini. Mereka membenci pada apa yang diturunkan (diwahyukan) Allah. Allah Taala menghapuskan amal-amal mereka dan membinasakan mereka semuanya itu:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْساً لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ﴿٨﴾
Wal ladziina kafaruu fa ta’sal lahum wa adhalla a’maalahum.
Dan orang-orang yang ingkar, celakalah bagi mereka; dan Dia membuat sia-sia amal mereka. (47:9)

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ ﴿٩﴾

Dzaalika bi annahum karihuu maa anzalallaahu fa ahbatha a’maalahum.
Demikian itu disebabkan mereka membenci apa yang telah diturunkan Allah, maka Dia telah menghapus amal-amal mereka. (47:10)

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا ﴿١٠﴾

A fa lam yasiiruu fil ardhi fa yanzhuruu kaifa kaanaa ‘aaqibatul ladziina min qablihim dammarallaahu ‘alaihim wa lil kaafiriina amtsaaluhaa.
Apakah mereka tidak bepergian di bumi dan melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka? Allah telah membinasakan mereka, dan bagi orang-orang kafir itu akhirnya seperti mereka. (47:11)

Surat Muhammad -47- ayat 23 s/d 31:
Celakalah! Orang-orang yang ingkar ini. Mereka membenci pada apa yang diturunkan (diwahyukan) Allah. Allah Taala akan menghapus amal-amal mereka dan membinasakan mereka:

Orang seperti ini jika diberi kekuasaan akan berbuat kerusuhan dan kerusakan di bumi, akan memecah belah masyarakat dan merusak hubungan kekerabatan antar masyarakat, dengan menyulut pertikaian.

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ﴿٢٢﴾

Fa hal ‘asaitum in tawallaitum an tufsiduu fil ardhi wa tuqaththiu’ arhaamakum. (47:23)
Maka, apakah jika kamu berkuasa, akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaanmu?

Itulah ciri orang yang dilaknat oleh Allah, ia tidak mau mendengar penjelasan orang dan tidak mau melihat kenyataan sejarah.

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ ﴿٢٣﴾
Ulaa-ikal ladziina la’anahumullaahu fa ashammahum wa a’maa abshaarahum. (47:24)
Itulah orang-orang yang dilaknat Allah, maka Dia telah membuat tuli telinga mereka dan menjadikan buta penglihatan mereka.

Orang ini membaca Alqur-aan tetapi tidak mau memperhatikan dan merenungkan maksudnya, seolah-olah hati mereka itu sudah tertutup, sudah terkunci.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا ﴿٢٤﴾

A fa laa yatadabbaruunal qur-aana am ‘alaa quluubin aqfaaluhaa. (47:25)
Apakah mereka tidak mau merenungkan Alqur-aan, ataukah hati mereka sudah terkunci?

Syaitan telah mengecoh mereka dengan hal yang indah dan harapan-harapan palsu sehingga mereka itu membalikkan punggungnya dengan tidak mengindahkan petunjuk yang sudah jelas.

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ ﴿٢٥﴾

Innal ladziinaar tadduu ‘alaa adbaarihim mim ba’di maa tabayyana lahumul hudasy syaithaanu sawwala lahum wa amlaa laum. (47:26)
Sesungguhnya orang yang membalikkan punggung mereka setelahnya petunjuk itu jelas bagi mereka, itulah syaitan yang telah menampakkan keindahan bagi mereka; dan yang memberikan harapan-harapan palsu kepada mereka.

Orang ini bergabung dengan orang yang membenci pada wahyu yang diturunkan oleh Allah, orang ini mengadakan conspiracy, persekongkolan jahat dalam beberapa perkara.

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ ﴿٢٦﴾

Dzaalika bi annahum qaaluu lil ladziina kariihu maa nazzalallaahu sa nuthiiukum fii ba’dhil amri wallaahu ya’lamu israarahum. (47:27)
Yang demikian itu dikarenakan mereka itu bercakap dengan orang yang membenci apa yang diturunkan (diwahyukan) Allah, “Kami akan mentaati kamu dalam beberapa perkara, dan Allah mengetahui rahasia-rahasia (conspiracy) mereka.

Orang ini baru akan tahu pada saat malaikat memukuli mereka dan akan mencabut nyawa mereka.

فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ ﴿٢٧﴾

Fa kaifa idzaa tawaffat-humul malaaikatu yadhribuuna wujuuhahum wa adbaarahum. (47:28)
Maka bagaimanakah apabila malaikat-malaikat akan mematikan mereka dengan memukul muka mereka dan punggung mereka.

ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ ﴿٢٨﴾

Dzaalika bi annahumut taba’uu maa askhathallaaha wa karihuu ridhwaanahuu fa ahbatha a’maalahum . (47:29)
Yang demikian itu disebabkan mereka mengikuti apa yang tidak disukai Allah, dan mereka tidak menyukai keridhaan-Nya, maka Dia membuat amal mereka itu menjadi sia-sia.

Apakah dikiranya Allah tidak akan memperlihatkan hati mereka yang hasud dan dengki itu?

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّن يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ ﴿٢٩﴾

Amhasibal ladziina fii quluubihim marahun al lay yukhrijallaahu adhghaanahum. (47:30)
Apakah mengira orang yang di dalam hatinya ada penyakit itu Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka itu?

Rasul Allah dan pengikutnya dapat mengetahui ciri-ciri orang seperti itu dari nada dan ucapan kata-kata orang yang ingkar tersebut.

وَلَوْ نَشَاء لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ ﴿٣٠﴾

Wa lau nasyaa-u la arainaakahum fa la ‘araftahum bi siimaahum wa la ta’rifannahum fii lahnil qauli wallahu ya’lamu a’maalakum. (47:31)
Dan sekiranya kami menghendaki, niscaya Kami dapat memperlihatkan mereka kepada engkau (Rasul), sehingga engkau pasti mengenal mereka dari nada ucapan kata-kata mereka. Dan Allah mengetahui segala amal kamu.

Jadi, sekali lagi, celakalah! Mereka orang-orang yang ingkar ini. Mereka membenci pada apa yang diturunkan (diwahyukan) Allah. Maka Allah Taala akan menghapuskan amal-amal mereka dan membinasakan mereka semuanya itu.


وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Wa aakhiru da’wahum anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin”
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS 10:10)

Tetapi kita masih tetap berdoa semoga orang ini menjadi sadar, kemudian di ampuni dosa-dosanya dan memperoleh rahmat dan belas kasihan dari Allah Maha Pengampun Maha Pemberi Rahmat.
Begitu saja dari kami. Aamiin.

>LAA NABIYYA BA’DI

Dengan hanya berbekal satu dalil hadits saja “LAA NABIYYA BA’DI”, dan satu ayat Alqur-aan “Khaataman-Nabiyyiin” (33:40), yang itu pun dengan tidak mengerti akan maknanya yang benar, dan tidak juga dikutip dan dirujuknya ayat-ayat tersebut apalagi menerangkannya, Ulama-Mullah itu sudah berani mendustakan dan menentang Nabi, berani menghasut orang-orang untuk mendustakan dan menolak Nabi, mengkafirkan Nabi Allah dan pengikut Nabi, mengatakannnya sesat-menyesatkan dan keluar dari Islam, Ulama/ Mullah ini berani hanya dengan dukungan dari ijma mereka dan dari Kongres OKI, bukannya dukungan firman dari Allah SWT, dan dukungan dari sunnah dan sabda Nabi Muhammad saw.

Sejak Ahmadiyah berdiri seringkali dituduh, difitnah oleh para Ulama / Mullah yang belum mengerti, atau Ulama yang tidak mau mengerti, meskipun penjelasan yang penuh dalil dan argumentasi yang mudah dicerna oleh akal telah disampaikan kepada mereka. Ahmadiyah sudah berkali-kali menjelaskan bahwa Tadzkirah itu bukanlah Kitab Sucinya orang Ahmadiyah, Ahmadiyah bukanlah organisasi eksklusif tetapi inklusif, yang terbukti sudah berkembang dan diterima di 190 negara di dunia, dan di Indonesia pun sudah berdi 310 cabang Ahmadiyah. Ahmadiyah bukanlah organisasi di luar Islam dan orang yang mengikuti Ahmadiyah ini tidak dapat dikatakan murtad, apalagi disebut sebagai non-Muslim, dengan argumentasi bahwa orang Ahmadiyah itu mengaku bawa dirinya Islam, melaksanakan Rukun Islam serta meyakini Rukun Iman seperti yang dilaksanakan dan diyakini oleh umat Islam yang lain. Bahkan menurut hadits Nabi Muhammad saw.: “Orang menunaikan shalat sebagaimana shalat kita dan menghadap ke kiblat yang Kiblat kita Ka’bah di Kota Mekah dan memakan sembelihan kita, dia itu adalah seorang Muslim” (Shahih Bukhari, Kitabus Shalat, bab Fadhlu istiqbalil-Kiblah, hadits nomor 391).

Ulama/Mullah ini tidak menyadari ataukah bahkan sedemikian beraninya menentang kehendak Allah yang sudah men-takqdirkan dan menetapkan Risalah-Nya untuk mengangkat Rasul-rasul-Nya di bumi untuk dijadikan Utusan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-An’aam -6- 125:


……… allaahu a’lamu haitsu yaj’alu risaalatahuu ……..
……… Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan menempatkan risalat-Nya, menempatkan Rasul atau Utusan-Nya ……..

Di mana sudah menjadi ketentuan umum bahwa manakala manusia telah jauh dari zaman nabi tersebut dan tiba saatnya Allah SWT sesuai sunnah-Nya harus mengirim Utusan-Nya untuk melakukan perbaikan di muka bumi; ini yang tidak terbayangkan di dalam benak dan alur pikiran manusia saat itu, apakah akan ada orang yang layak menjadi orang suci, menjadi nabi di antara manusia se-zaman dengannya itu. Itulah sebabnya mengapa Nabi-nabi Allah yang senantiasa datang untuk membawa kemajuan ruhani dan jasmani manusia, untuk menyelamatkan manusia dari bujukan syaitan hawa nafsu duniawi, dan untuk membawa dan membimbing manusia ke jalan-Nya kepada Allah Taala, senantiasa mendapatkan perlawanan dari kaumnya sebagaimana yang banyak kali difirmankan oleh-Nya di dalam Alqur-aan.
Semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap seperti itu, dan dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya dapat terselamatkan dari kemurkaan Allah, sebagaimana yang sudah difirmakan-Nya.

Azab / Hukuman, kemurkaan Tuhan atas penolakan orang kepada Utusan-Nya.

Surah Al-Mu’minun -23- ayat 44:


Tsumma arsalnaa rusulanaa tatraa kullamaa jaa-a ummatar rasuuluhaa kadzdzabuuhu fa atba’naa ba’dhahum ba’dhaw wa ja’alnaahum ahaadiitsa fa bu’dal li qaumil laa yu’minuun.

Kemudian Kami kirimkan Rasul-rasul Kami satu demi satu. Setiap datang Rasul-Nya kepada umatnya, mereka mendustakannya. Maka Kami mengikutkan sebagian dari mereka dan mengikutkan sebagian dari mereka yang lainnya, dan Kami jadikan mereka hanya sebuah hikayat. Maka terkutuk dan kebinasaanlah bagi kaum yang tidak beriman itu!.

Kebinasaan mereka itu begitu mutlaknya, sehingga keturunan-keturunan mereka yang datang sesudahnya hanya dapat menceriterakan kisahnya saja, sebab sama-sekali tidak tertinggal bekas-bekas mereka itu.
Selanjutnya:


Surah Bani Isra’il -17- ayat 15:
Manih tadaa fa innamaa yahtadii li nafaihii wa man dhalla fa innanaa yadhillu ‘alaihaa wa laa taziru waaziratuw wizra ukhraa wamaa kunnaa mu’adzdzibiina hattaa nab’atsa rasuulaa.

Barangsiapa telah menerima petunjuk, maka sesungguhnya petunjuk itu adalah untuk dirinya; dan barang siapa sesat, maka kesesatan itu hanyalah untuk dirinya. Dan tiada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami tidak akan meng-azab sebelum Kami mengirimkan seorang Rasul.

Jadi sebelumnya malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana itu menimpa bumi ini, sudah selayaknya Tuhan membangkitkan seorang Utusan pemberi peringatan, sebelumnya.

Surah Al Mu’min -40- ayat 34:

Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.



Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Maka,


Alladziina yujaadiluuna fii aayaatillaahi bi ghairi sulthanin ataahum kabura maqtan ‘indallaahi wa ‘indal ladziina aamanuu ka dzalika yathba’ullaahu ‘alaa kulli qalbi mutakabbirin jabbaar.

Mereka yang berbantah-bantahan tentang tanda-tanda Allah tanpa menggunakan dalil yang datang kepada mereka. Sungguh besar kemurkaan Allah di sisi orang-orang beriman. Demikianlah Allah menyegel setiap hati orang yang sombong, yang angkuh. (Surah Al-Mu’min -40- ayat 35).

Kaum Yahudi pun telah sepakat dalam ijma mereka bahwa: “Tidak ada nabi setelah Musa as.” Demikian juga di masa Nabi Muhammad saw., tidak saja manusia, tetapi jin sekali pun telah menyatakan pendapat mereka, atau mereka telah berprasangka bahwa: “Allah tidak akan lagi mengutus seorang Rasul pun.” Surah Al Jinn -72- ayat 8:

Wa annahuu kaana rijaalum minal insi ya’uudzuuna birijaalim minal jinni fa zaaduuhum rahaqaa.

Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana kamu menyangka bahwa Allah tidak akan membangkitkan seorang pun (Rasul).

Jadi semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi dan orang-orang berikutnya itu pun tidak mempercayai lagi kedatangan Rasul mana pun sesudahnya Nabi Yusuf a.s. Dan bagi orang yang ingkar itu Allah Taala berfirman dalam Surah Al Jinn -72- ayat 15:


Wa ammal qaasithuuna fa kaanuu li jahannama hathabaa.

Dan ada pun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka itu menjadi bahan bakar jahannam.

Para Nabi Allah itu selalu mendapatkan perlawanan dari kaumnya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yaa Siin -36- ayat 30:


Yaa hasratan ‘alal ‘ibaadi maa ya’tiihim mir rasuulin illa kaanuu yastahzi-uun.
Ah, sayang bagi hamba-hamba-Ku! Tidak pernah datang kepada mereka seorang Rasul, melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya, meng-olok-olokkannya.


A lam yarau kam ahlaknaa qablahum minal quruuni annahum ilaihim laa yarziuun.

Apakah mereka tidak melihatnya, betapa banyak keturunan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwa orang-orang itu tidak kembali lagi kepada mereka? (Surah Yaa Siin -36- ayat 31)
Isyarat ini agaknya tertuju pada azab Ilahi yang bersifat universal.

Dalam Surah Yunus -10- ayat 47 Allah Taala berfirman:


Wa li kulli ummatir rasuulun fa idzaa jaa-a rasuuluhum qudhiya bainahum bil qisthi wa hum laa yuzhlamuun.
Dan untuk setiap umat ada Rasul. Maka apabila Rasul mereka datang, diputuskan di antara mereka dengan adil, dan mereka tidak akan dianiaya.

dan ayat 10 : 50:

Qul ara-aitum in ataakum a’adzabuhuu bayaatan au nahaaram maadzaa yasta’jilu minhul mujrimuun.

Katakanlah: “Bagaimanakah pikiranmu, jika datang kepadamu azab-Nya di waktu malam atau siang hari; bagaimana orang-orang yang berdosa itu dapat melarikan diri dari azab ini?”

Dalam surah Ar Ra’du - 13 – ayat 7:


Wa yaquulul ladziina kafaruu lau laa unzila ‘alaihi aayatum mir rabbihii innamaa anta mundziruw wa li kulli qaumin haad.

Dan berkatalah orang-orang yang ingkar itu, “Mengapa tidak diturunkan kepada orang suatu Tanda dari tuhan-Nya?” Sesungguhnya engkau adalah seorang pemberi peringatan, dan bagi setiap kaum ada seorang pemberi petunjuk.

Bagi setiap kaum dan umat, Tuhan mengirimkan seorang Utusan, seorang pemberi petunjuk. Sedangkan “Tanda” itu jika dikaitkan dengan sesuatu yang lain selalu diartikan dengan “azab” dari Tuhan.

Dan sesungguhnya Kami mengutus dalam setiap umat seorang Rasul kepada setiap umat, supaya kamu menyembah Allah dan jauhilah orang yang melampaui batas. Maka sebagian dari mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan sebagian dari mereka ada yang dipastikan pada mereka kesesatan. Maka berjalanlah kamu di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang telah mendustakan Rasul-rasul itu.

Wa laqad ba’atsnaa fii kulli umatir rasuulan ani’ budullaaha waj tanibut taaghuutha fa minhum man hadallaahu wa minhum man haqqat ‘alaihidh dhalaalatu fa siiruu fil ardhi fan zhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin. Surah An Nahl -16- ayat 36

Dan dalam Surah Faathir (35):

Ayat 24:

Innaa arsalnaaka bil haqqi basyiiraw wa nadziiraw w aim min ummatin illa khalaa fiihaa nadziir.
Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan kebenaran sebagai pembawa khabar suka dan pemberi peringatan. Dan tiada sesuatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang Pemberi ingat.

Jadi, sebelum Alqur-aan diturunkan, kepada tiap-tiap kaum yang lampau pernah diutus seorang Rasul Allah, yang menyerukan kepada mereka seruan kebenaran. Azas yang mulia ini membawa kepercayaan bahwa semua agama itu berasal dari Tuhan, dan bahwa pendiri-pendiri agama itu adalah Rasul-rasul Allah. Inilah rukun iman yang wajib dipegang oleh setiap orang Muslim, dan karenanya harus menghormati dan memuliakan mereka itu semuanya. Dengan demikian Islam telah mengusahakan menciptakan iklim persahabatan dan harga menghargai di antara berbagai agama, dan menghilangkan serta meniadakan dendam kesumat, ketegangan apalagi anarkisme, yang telah meracuni perhubungan antara pengikut-pengikut berbagai agama dan aliran kepercayaan di seluruh dunia.

Ayat 25:

Wa iy yukadzdzibuuka faqad kadzdzabal ladziina min qablihim jaa-at hum rusuluhum bil bayyinaati wa bil kitaabil muuniir.
Dan, jika mereka mendustakan engkau, maka orang-orang sebelum mereka pun telah mendustakannya; telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang jelas dan dengan Kitab-kitab suci dan Kitab yang memberikan pencerahan.

Ayat 26:


Tsumma akhadztul ladziina kafaruu fa kaifa nakiir.
Kemudian Aku tangkap orang-orang yang ingkar, dan betapa mengerikannya penolakan terhadap -Ku itu!

Selanjutkan di dalam Surah Al-Hajj (22) difirmankan oleh Alla Taala:


Dan jika mereka berbantah dengan engkau, katakanlah: Allah Maha Mengetahui akan apa yang kamu kerjakan

Wa in jaadaluuka fa qulillaahu a’lamu bi maa ta’maluun (Al-Hajj ayat 68).



Allaahu yahkumu bainakum yaumal qiyaamati fii maa kuntum fiihi takhtalifuun.

Allah akan menghakimi di antara kamu pada Hari Kiamat mengenai apa yang kamu perselisihkan
(Al-Hajj -22 – ayat 69).

Hadits Laa Nabiyya ba’di tidak dapat diragukan lagi tentang keshahihannya; tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya sabda-sabda beliau saw yang berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam yang akan menjadi pemimpin bagi ummat Islam di akhir zaman yang memiliki predikat sebagi Nabi Allah dan Khalifah Allah di bumi, yang dengan kepemimpinannya itu akan meniadakan peperangan dan akan menegakkan kedamaian di bumi. Kalau diperhatikan secara sepintas saja, nampak seakan-akan ada kontradiksi satu sama lainnya dari hadits tersebut; yakni di satu kesempatan Nabi saw. bersabda “Laa nabiyya ba’di”, sedangkan pada beberapa kali kesempatan lainnya beliau saw mengatakan tentang akan datangnya Isa Al-Masih, atau Isa ibnu Maryam yang berpangkat Imam Mahdi, sesudahnya beliau saw. Padahal yang disabdakan sebagai Laa nabiyya ba’di itu adalah tidak akan ada lagi Nabi Utusan Allah yang di luar syari’at beliau, di luar syari’at Islam, sebagaimana dalam hadits yang senada, Nabi Muhammad saw bersabda: "inniy aakhirul-anbiya' wa inna masjidiy aakhirul-masaajid" Artinya: Aku adalah nabi yang terakhir dan mesjidku adalah mesjid yang terakhir. (Hadits shahih riwayat Muslim), bahwa tidak akan ada lagi nabi dan tidak ada lagi mesjid yang di luar syari’atku, tidak akan ada lagi Nabi dan mesjid yang di luar syari’at Islam. Demikian juga ada beberapa hadits-hadits lainnya di mana Nabi Muhammad saw mengatakan “Laisa bainii wa baina iisa nabiyyi wa innahu nazila …….. “ Tidak ada seorang Nabi antara aku dan Isa, dan sungguh ia – Nabi Isa itu - akan turun ……. (HR Abu Dawud dari Hadhrat Abu Hurairah ra; dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 388843).

Dalam perjalananan sejarahnya selama kurang lebih 120 tahun, Ahmadiyah sering kali dimusuhi dan di-terror maupun difitnah baik di India, di Pakistan, khususnya di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti di Indonesia. Akan tetapi, fakta sejarah yang telah berlangsung lebih dari 100 tahunan itu, semuanya merupakan ujian bagi keimanan orang-orang Ahmadiyah dan ujian bagi kebenaran dari ajaran yang dibawanya; bahkan banyak kali menjadi iklan yang berguna bagi kemajuan Jama’at Ahmadiyah di seluruh dunia. Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.

Allah Taala berfirman di dalam Surah An-Nisaa’ -4- ayat 59:

Yaa ayyuhal ladziina aamanuu athii’ullaaha wa athii’ur rasuula wa ulil amri minkum fa in tanaaza’tum fii sayi-in fa rudduuhu ilallaahi war rasuuli in kuntum tu’minuuna billaahi wal yaumil aakhiri dzaalika khairuw wa ahsanu ta’wiilaa.

Hai orang-orang yang (sudah) beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang memegang kekuasaan di antara-mu. Dan jika kamu berselisih mengenai sesuatu, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu memang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hal yang demikian adalah yang paling baik dan paling bagus akibatnya.

Nasihat ini adalah bagi orang yang sudah beriman, kepada orang yang sudah beriman kepada Allah dan Rasul, Nabi Muhammad saw. Bahwa, dalam setiap perselisihan dan ketidak kesepakatan itu, baik antara penguasa dan rakyat, maka hal itu hendaknya diputuskan menurut ajaran Alquran; jika Alquran diam mengenai perkara itu, maka hendaknya menurut sunnah dan hadits. Akan tetapi, jika Alqur-aan, sunnah dan hadits diam mengenai perkara tersebut, hendaknya diserahkan kepada orang-orang yang diberi wewenang mengurusi perkara tersebut.

Sekali lagi semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap perbuatannya yang keliru dengan hasud dan berburuk sangka tanpa mengemukakan dalil dan fakta yang sah dan benar, agar senantiasa berdoalah semoga dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya semuanya dapat terselamatkan dari azab kemurkaan Allah yang telah dijanjikan kepada orang yang ingkar tersebut.


Sabtu, 16 Agustus 2008

>100 Tahun Anarkisme itu menjalar sampai di daerah Asia

Sudah lebih dari 100 tahun orang-orang yang kasar - anarkis ini berbuat kebodohan dengan hasil yang sia-sia belaka. Yah bagaimana mungkin bisa ada hasil, orang-orang ini walaupun menamakan dirinya orang gerakan untuk Islam tetapi melawan kehendak dan ilmu Tuhan; walaupun didukung oleh orang-orang dan sumber daya imporan dari luar negeri sekali pun, seperti yang terlihat pada “nama”nya dan ciri pakaiannya yang berbeda dengan khas orang asal negeri ini, hasilnya hanyalah carut-marut dan pertikaian yang terjadi di dalam masyarakat Republik Indonesia ini, bangsa yang tadinya sangat dikenal sebagai Bangsa Indonesia yang amat ramah tamah dan cinta damai, yang selain dari sifat kepribadiannya, tetapi juga karena azas Islam hakiki, Islam sejati yang diajarkan Oleh Al Qur-aan dan Nabi Suci Muhammad saw., yang menjungjung tinggi kedamaian, dan kasih sayang, walaupun terhadap musuh sekali pun, kecuali jika musuh itu sudah berlaku melewati batas dan sudah berulang kali melakukan serangan dan penganiayaan secara fisik terhadap orang-orang Islam.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad – Al-Masih Mau’ud - a.s. dimusuhi oleh ummat Islam mainstream di dunia bahkan oleh Kristen dan Hindu juga. Jadi nyata benar bedanya Nabi yang benar dengan Nabi yang palsu. Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. sejak masih sendirian sampai sekarang itu dilawan bahkan ada yang mau bunuh beliau, tapi tidak pernah sukses, sebab beliau adalah seorang Nabi yang benar, yang dijaga oleh Allah swt. Jika beliau bukan Nabi yang benar, pasti sudah binasa dan Allah swt sendirilah yang akan membinasakannya sesuai dengan janji-Nya di dalam Surah Al Haqqah ayat 44-47, jadi untuk itu tidak perlu Bapak-bapak semua ini ikut repot-repot. Untuk mengambil tindakan-Nya terhadap orang yang palsu dan mengaku-ngaku sebagai nabi tetapi dusta, Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa itu tidak memerlukan bantuan saudara-saudara orang Islam yang ada di kota Bapak ini, yang sudah terpolusi, diracuni dengan bujukan dan provokasi yang berasal dari imporan itu!

Akan terjadinya anarkisme dan fundamentalisme dalam Islam itu, terutama di Negara Arab dan Timur Tengah sudah ada dalam nubuatan Nabi Muhammad saw.; ada dua buah hadits yang berkenaan dengan ramalan Nabi ini:

Hadits pertama, Rasulullah SAW. Bersabda: Allahumma bârik lanâ fî shô'inâ wa mudinâ wa makkatinâ wa madînatinâ wa bârik lanâ fî syâminâ wa yamaninâ, faqôla rojulun: wa 'irôqinâ, qôla: Inna fîhâ qorna asy-syaithôni wa tahayyuja al-fitani; wa inna al-jifâ'a bilmasyiq.. Artinya: "Ya Allah, berkatilah dalam timbangan dan takaran kami, juga tentang Makkah dan Madinah kami, dan berkati pula Syam dan Yaman kami. Berkata seorang laki-laki: dan juga Irak kami. Rasulullah SAW . menjawab: "(bagi Irak tidak) karena padanya akan muncul generasi syaitan (sekutu, mata pedang, pemimpin, pengikut syaitan) dan berkobarnya fitnah-fitnah (tuduhan, huru hara, bujukan, cobaan); sesungguhnya tabiat kasar (kekerasan) itu berada di timur." (H.R. Thabrani dari Ibnu Abbas ra., Kanzul Ummal, 1989, jil. 12, hal. 300, hadits no. 35116)

Hadits kedua, Rasulullah SAW. Bersabda: Allahumma bârik lanâ fî syâminâ wa fî yamaninâ, qôlû: wa fî najdinâ, qôla: hunâka al-zilâzalu wa al-fitanu wa bihâ yathlu'u qornu asy-syaithâni. Artinya: "Ya Allah, berkatilah Syam dan Yaman kami. Para Shahabat berkata: dan demikian juga Nejd kami. Rasulullah SAW. bersabda: "(Nejd, tidak karena) di sana akan muncul kegoncangan-gegoncangan dan fitnah-fitnah (tuduhan-tuduhan, huru hara, bujukan, cobaan) dan di sana pula akan muncul generasi syaitan (sekutu, mata pedang, pemimpin, pengikut syaitan)." (H.R. Bukhari, Ahmad dan Nasai dari Ibnu Umar ra., Kanzul Ummal, 1989, jil. 12, hal. 300, hadits no. 35118).

Munculnya Khawarij dan Wahabiyah Menggenapi "Ramalan" Rasulullah SAW.

Subhanallah, "ramalan" (nubuwwatan) hadits pertama benar-benar telah genap, coba kita lihat awal mula munculnya gerakan fundamentalis dan anarkis dalam sejarah ummat Islam dengan munculnya sekte Khawarij. Khawarij adalah orang-orang yang keluar dari barisan Khalifah Ali bin Abi Talib, setelah khalifah ini menerima tawaran tahkim (arbitrase) uyang diajukan fihak lawannya, Mu'awayah bin Abi Sofyan, dan menghentikan perang Siffin (657/37 H). Menurut mereka, Khalifah Ali bin Abi Talib sebagai pihak yang benar seharusnya meneruskan perang Siffin itu sampai pasukan Mu'awiyah sebagai pihak pembangkang hancur atau tunduk kepada khalifah yang sah. Mereka berhimpun di Harura, dekat kota Kufah (di Irak) dan mengangkat Abdullah Ibnu Abdul-Wahhab ar-Rasibi sebagai imam (pemimpin). Dengan demikian mereka menjelma menjadi satu sekte atau golongan dalam Islam. Khawarij awal ini dikenal juga dengan golongan al-Muhakkimah, karena mereka sering meneriakkan slogan "tidak ada hakam (hakim) selain Allah" dan "tidak ada hukum selain hukum Allah". (Ensiklopedi Islam Indonesia, 1992, hal. 553).

Syekh Muhyiddin Al-Khoyyat menulis: Golongan Khawarij terkenal kaku dan berlebihan dalam masalah agama. Mereka mengafirkan orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka, menghalalkan darah orang yang berbeda pendapat dengan mereka dan tidak mau menerima ketentuan hukum yang dirumuskan manusia. Mereka mengafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar, mereka tidak mau menerima hadis Nabi yang tidak sama pengertiannya secara persis dengan Alquran dan mereka dalam memahami nash agama hanya dari sisi lahirnya belaka. (Sejarah Kebangkitan Islam Dan Situasi Dunia Arab, 1994, hal.118).

"Ramalan" Rasulullah SAW. Pada hadis kedua telah sempurna pula ketika munculnya Wahabiyah (Wahabisme) yang dimulai dari Uyainah di wilayah Nejd. Wahabiyah, adalah gerakan sosial-politik berdasarkan hukum Islam menurut alam pikiran pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Nejdi (1703-1787/1115-1201 H.

Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Nejdi dalam dakwah-dakwahnya yang sangat radikal, keras, kaku dan tanpa kompromi khususnya terhadap apa yang mereka anggap sebagai bid'ah dan khurafat mendapat perlawanan sengit bukan hanya dari kelompok Ahlussunnah, Kaum Shufi, Thariqat dan Syi'ah akan tetapi dari saudara kandungnya sendiri, Sulaiman, dan sepupunya Abdullah bin Hussein yang mengakibatkan pertumpahan darah antara suku-suku di Yamamah (tanah kelahiran Musailamah bin Habib Al-kadz-dzab-Al-Nejdi).

Pada periode pertama gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab mendapat dukungan penuh dari penguasa Dariyah, Muhammad bin Sa'ud dan para penerusnya yang terlibat peperangan dengan Syekh Riyad, Dahham bin Dawwas (1747 M) selama 28 tahun. Kemudian persekutuan Wahabiyah-Ibnu Sa'ud menyerang dan menaklukkan Riyadh, seluruh wilayah Nejd, Karbala (kota suci Syi'ah di Irak), Madinah, Makkah dan Jeddah. Pada tahun 1811 M. Imperium Wahabi telah terbentang dari Aleppo di utara ke Lautan Hindia, dari Teluk Persia di front Irak sampai ke Laut Merah di barat.

Imperium dan ekspansi Wahabiyah-Ibnu Sa'ud periode pertama telah menyebabkan kerugian tak terhingga atas jiwa, harta dan situs-situs budaya kaum muslimin dan baru berakhir setelah Dariyah, pusat gerakan Wahabi diduduki pasukan Ibrahim Pasya dari Kekhalifahan Turki Utsmani tahun 1818 M. Penguasa Nejd, Abdullah bin Sa'ud ketika itu ditangkap, dikirim ke Constantinopel dan dihukum penggal di sana.

Oleh karena itu, dari sejarah Arab di sana, janganlah meniru sifat-sifat yang imporan itu. Gunakanlah akal sehat Bapak-bapak semua, supaya selamat dunia akhirat. Ahmadiyah telah berdiri di 189 Negara dibawah pimpinan seorang Khalifah yang HAQ, Khalifah Al-Masih Muhammadi a.s., sesuai dengan Nubuatan dalam Al Qur-aan dan sabda Nabi Muhammad saw. tentang kedatangan Imam Mahdi, Al-Masih akhir zaman, Al-Masih Muhammadi. Bapak-bapak boleh saja bersatu di seluruh dunia untuk menghancurkan Ahmadiyah, tapi usaha Bapak tidak akan sukses dan akan sia-sia belaka, walaupun sudah menghabiskan banyak anggaran yang diterima dari sponsor. Sebaliknya Bapak-bapak yang jika berlaku zhalim dan aniaya serta tidak berlaku adil itu, akan dihancurkan oleh Tuhan seperti Ali Bhuto yang mati digantung dan Ziaul Haq yang diledakkan hancur diudara!!

Sedemikian kebaikannya Nabi Suci Muhammad saw., bahkan kepada orang-orang yang di zaman itu mengaku-ngaku nabi tetapi dusta atau palsu, oleh Nabi Muhammad saw. itu tidak diapa-apakan, kecuali ada yang kemudian dihancurkan oleh Khalifah pengganti Nabi s.a.w,, yaitu oleh Khalifah Abubakar Siddik ra. yang kemudian menghancurkan Musailamah bin Habib Al-Kazzab yang berasal dari negeri Arab Nezad, karena Musailamah bin Habib Al-Kazzab Al-Nejdi ini berkomplot dengan Banu Hanifa dari Yamama untuk menghancurkan sendi-sendi Islam, yang baru saja ditinggal oleh Nabi Muhammad saw. Jauh sebelum Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. lahir telah muncul 30 orang nabi palsu (sesuai dengan hadis Rasulullah saw). Seorangpun dari antara mereka tidak ada yang dimusuhi dengan kekerasan. Musailamah bin Habib Al-Kazzab Al-Nejdi yang pendusta itu tidak disuruh di bunuh oleh Rasulullah saw
Orang-orang seperti Bapak-bapak yang berlaku aniaya dan tidak fair ini terhadap Ahmadiyah, mereka sudah berusaha lebih dari 100 tahun dan tanpa hasil apa-apa. Untuk Nabi Allah yang benar itu akan mendapatkan perlindungan, penjagaan dan dukungan dari Allah SWT. sendiri, demi untuk sukses misinya.

Sebagaimana firman-Nya كَتَبَ اللهُ لاََغْلِبَنَّ اَنَا وَ رُسُلِيْط اِنََّ اللهَ قَوِيٌّ عَزِيْزٌ
Kataballaahu la aghlibanna ana wa rusulii innallaaha qawiiyyun ‘aziiz.
Artinya: Allah telah menetapkan, “Aku dan Rasul-rasul-Ku amat pasti akan menang” Sesungguhnya, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Surah Al Mujadalah – 58 - ayat 22).

Jalanilah hidup terakhir Bapak itu dengan tenang, tidak dengan hati yang panas dan penuh cemburu dengki dan hasud terhadap sesama saudara sebangsa sendiri, bangsa Indonesia yang dikenal dengan ramah-tamah; kasihanilah istri dan anak-anak serta keturunan Bapak-bapak semuanya, agar mereka semua dapat menjalani kehidupannya dengan tenteram, damai dan sejahtera. Bantulah juga pemerintah NKRI yang sedang berusaha untuk memperbaiki perekonomian rakyat, mensejahterakan rakyat; bantulah program-program pemerintah agar jangan sampai ada orang-orang dan anak-anak yang kelaparan tanpa mendapatkan makanan cukup, jangan ada anak-anak yang tidak mendapatkan pemeliharaan kesehatan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan kesempatan untuk bekerja dengan baik untuk pembangunan Negara dan Bangsa Republik Indonesia. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menolong dan memberkati semua rakyat dan bangsa Indonesia. Aamiin.

Jadi Bapak-bapak itu sekarang mau berdiri di pihak yang mana, mau ikut siapa? Berpikirlah dengan secara baik-baik dan dengan hati yang bersih. Kasihanilah keluarga, anak-cucu Bapak, dan kasihanilah bangsa dan rakyat Republik Indonesia semuanya. Semoga berkah dan rahmat turun kepada Bangsa Indonesia. Aamiiin.

Wassalam,

Mersela, 4-6-2008

>Nabi Ibrahim a.s. dan keturunannya

Nabi Irahim a.s. lahir sesudah tahun 2000 S.M. yang adalah keturunan dari Sam bin Nuh a.s. Ibrahim a.s. dilahirkan di Chaldea, Irak atau Mesopotamia, dari ayah seorang tukang kayu, pembuat patung; yang dijual kepada orang-orang yang menjadikannya patung-patung ini sebagai sesembahan mereka.

Ibrahim a.s. tidak berhasil mengajak masyarakatnya untuk menjadi orang “muslim” yang berserah diri dan menyembah hanya kepada Tuhan Yang Satu, bahkan beliau dicampakkan ke dalam api. Ia lari bersama istrinya Sarah ke Palestina kemudian meneruskan perjalanannya ke Mesir, yang ada dibawah kekuasaan Raja-raja Tyrant Amalekit Hyksos, yang menyukai dan biasa mengambil istri-istri orang dan kalau perlu suami perempuan itu disuruh dibunuhnya. Sarah adalah seorang wanita yang amat cantik, yang diaku oleh Ibrahim sebagai saudari perempuannya. Karena Raja tidak berhasil menaklukkan Sarah, maka Raja menjadi marah dan mengembalikannya kepada Ibrahim, sambil diberi beberapa hadiah di antaranya seorang gadis belian bernama Hajar.

Nabi Ibrahim a.s. yang berimigrasi bersama Sarah masuk di suatu kampung di mana ada seorang raja yang di antara raja-raja tirani raja yang lalim, yang kejam dari Raja Mesir, Amalekit atau Hyskos. Kepada Raja diberitahukan bahwa ada Ibrahim yang masuk di wilayahnya dengan ditemani seorang wanita yang merupakan wanita yang amat cantik. Maka Ibrahim disuruh datang kepada Raja dan ditanya: “Hai Ibrahim, siapakah perempuan yang datang bersamamu itu?” Ibrahim menjawab: “Ia adalah saudari perempuan-ku”, yang maksudnya adalah saudara dalam seagama.

Kemudian Ibrahim kembali kepada Sarah dan mengatakan: “Engkau jangan berkata yang berbeda dengan pernyataanku, karena saya sudah memberitahukan kepadanya bahwa engkau adalah saudara perempuanku. Demi Allah, di atas bumi ini tidak ada orang yang benar beriman kecuali engkau dan aku.” Kemudian Ibrahim mengirimkan istrinya kepada Raja.

Ketika Raja mendekatinya, Sarah bangkit dan mengambil air wudhu, dan mengerjakan shalat, berdoa: “Jika aku telah beriman kepada Engkau dan kepada Utusan Engkau, dan menyelamatkan bagian tubuh terlarangku dari semua orang kecuali suamiku, maka tolonglah agar orang yang kafir ini jangan sampai menundukkanku.” Dengan (doa) itu Raja terjatuh dalam keadaan tidak sadar diri (atau terkena serangan penyakit ayan) dan mulai menggerak-gerakkan kakinya, kekejetan. Melihat keadaan Raja seperti itu, Sarah pun mengatakan (berdoa): “Ya Allah! Jika Raja ini mati maka orang-orang akan mengatakan bahwa aku sudah membunuh Raja ini.”

Raja mendapatkan kekuatan tenaganya kembali dan mulai mulai mendekatinya lagi, tetapi Sarah pun bangkit lagi, mengambil wudhu dan mengerjakan shalat, berdoa: “Jika aku telah beriman kepada Engkau dan kepada Utusan Engkau, dan menyelamatkan bagian tubuh terlarangku dari semua orang kecuali suamiku, maka tolonglah agar orang yang kafir ini jangan sampai menguasaiku.” Raja kembali terjatuh dalam keadaan tidak sadar diri (atau terkena serangan penyakit ayan) dan mulai menggerak-gerakkan kakinya. Melihat keadaan Raja seperti itu, Sarah mengatakan (berdoa): “Ya Allah! Jika Raja ini mati maka orang-orang akan mengatakan bahwa aku telah membunuh Raja ini.”
Demikianlah Raja sudah tiga kali melakukan penyerangan, dan setelah bangun kembali dari serangannya yang terakhir ia mengatakan: “Demi Tuhan! Engkau telah mengirimkan Syaithan kepadaku. Bawalah dia kembali kepada Ibrahim dan berikanlah kepadanya Hajar.”

Maka dia kembali kepada Ibrahim dan mengatakan: “Allah telah menghinakan orang kafir serta memberikan kepada kami seorang budak perempuan untuk pelayan.”

Nabi Ibrahim a.s itu baru disunat pada umur delapan puluh tahun. Dengan demikian Nabi Ibrahim a.s. tidak berdusta kecuali pada tiga kejadian. Dua kali demi untuk Allah Taala ketika ia mengatakan “Saya sedang sakit,” dan ketika ia berkata “Saya tidak melakukannya tetapi patung berhala besar itulah yang telah melakukannya.”

Orang-orang musyrik penyembah berhala mengajak Ibrahim untuk ikut bersama-sama mereka dalam perayaan mereka di luar kota, tetapi Ibrahim menolaknya dengan menyatakan bahwa ia sedang sakit. Ketika ia ditinggal sendirian, ia mendatangi patung-patung berhala mereka dan menghancurkannya sampai berantakan. Ketika orang-orang Musyrik pulang dan menanyakan kepada Ibrahim siapa yang menghancurkan patung-patung itu, ia mengaku bahwa ia itu tidak menghancurkan patung-patung mereka itu tetapi itulah pemimpin berhala yang melakukannya, yang Ibrahim membiarkannya tidak dirusak dan menaruh sebuah kampak di atas pundak patung terbesar untuk melemparkan tuduhannya itu.

Dusta yang ketiganya adalah ketika Ibrahim dan istrinya Sarah sedang dalam perjalanan ke Mesir yang diceriterakan tadi, di mana raja lalim tersebut memanggil Ibrahim dan menanyakan tentang Sarah yang cantik itu, Ibrahim mengatakan: “Ia adalah saudara perempuanku.”

Dari hadits diterangkan bahwa wanita pertama yang menggunakan girdle atau strap adalah Ibundanya Ismail. Ia menggunakan strap ini agar dapat menghapuskan bekas jejak kakinya dari Sarah. Ceriteranya adalah, ketika Ibrahim yang sudah berumur sekitar 84 atau 86 tahun itu mengawini Siti Hajar dan kemudian ia mengandung Ismail, maka Sarah, isteri pertama Ibrahim menjadi cemburu kepadanya dan bersumpah akan mencincang dan memotong tubuh Hajar menjadi tiga. Maka Hajar mengikatkan strap pada pinggangnya dan melarikan diri, dengan menyeret gaunnya di belakangnya untuk menghapus jejak kakinya kalau-kalau Sarah akan mengejar dia. Wallahu alam.

Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar dan anaknya Ismail, yang lahir sekitar tahun 1910 SM yang waktu itu masih disusuinya ke satu tempat dekat Ka’bah pada lokasi Zam-zam, tempat tertinggi di dalam sebuah tempat beribadah. Di hari-hari itu tidak ada seorang pun yang tinggal di Mekkah dan air pun tidak ada. Maka Ibrahim mendudukan mereka di sana dan meletakkan dekat mereka sebuah kantung dari kulit yang berisi beberapa buah kurma dan sebuah kantong berisi air, dan kemudian ia pun berangkat pulang.

Ibunya Ismail mengejarnya sambil mengatakan: “Hai Ibrahim! Mau pergi kemana engkau itu, meninggalkan kami di bukit ini, yang di mana tidak ada seorang pun yang menemani kami di sini supaya kami bisa merasa senang, dan tidak ada sesuatu apa pun yang dapat menyenangkan kami?” Ia mengulangi kepadanya beberapa kali, tetapi Ibrahim tidak menengok ke belakang kepadanya.

Kemudian Hajar bertanya: “Apakah Allah yang memerintahkannya kepadamu?’” Ibrahim menjawab: “Ya.”
Hajar berkata: “Kalau begitu Dia tidak akan menelantarkan kami.” Dan Hajar pun kembali, sementara Ibrahim meneruskan perjalanannya, dan ketika sampai di tempat Thaniya, di mana keduanya tidak akan dapat melihat Ibrahim, ia menghadap ke Ka’bah, dan mengangkat kedua tangannya, memohon kepada Allah dengan mengucapkan doa ini:
“Ya Tuhan kami! Saya sudah menempatkan sebagian dari keturunanku bertempat tinggal di sebuah bukit yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya, demi Rumah Suci-Mu (Ka’bah di Mekkah) yang dihormati, Ya Tuhan kami, semoga mereka dapat melakukan Iqamat-as-Salat, maka turunkanlah di dalam hati di antara orang-orang dengan kecintaan terhadap mereka, dan (Ya Allah) sediakanlah mereka dengan buah-buahan sehingga mereka bisa bersyukur. (QS 14:37).

Ibunya Ismail terus menyusui Ismail dan meminum air yang ia punyai. Ketika air di dalam tempat airnya sudah ia habiskan maka ia menjadi haus dan anaknya pun merasa haus. Ia mulai memandang kepadanya, kepada Ismail melemparkan kepedihan penderitaannya; ia meninggalkannya karena tidak tahan untuk memandang kepadanya, dan mendapatkan bahwa Bukit As-Safa adalah bukit yang terdekat kepadanya di tanah tersebut. Ia berdiri di atasnya dan mulai memandang dengan tajamnya ke arah lembah barangkali ia dapat melihat seseorang tetapi ia tidak melihat seorang pun di sana.

Kemudian ia turun dari As-Safa dan ketika sampai di lembah ia melipat gaunnya ke atas dan berlari-lari di lembah ini seperti orang yang dalam keadaan susah dan mendapatkan kesulitan, sampai ia melewati lembah tersebut dan tiba di Bukit Al-Marwah, di mana ia berdiri dan melihat-lihat dengan harapan ia dapat melihat seseorang, tetapi ia pun tidak melihatnya seorang pun. Ia mengulanginya sebanyak tujuh kali, berlari antara As-Safa dan Al-Marwah. Ibnu Abbas mengatakan: “Dari sinilah asalnya tradisi melakukan Sa’i itu atau berjalan dari orang-orang di antara kedua bukit tersebut. Ketika ia tiba di Al-Marwah pada yang terakhir kalinya ia mendengar satu suara dan ia pun meminta dirinya supaya berdiam diri dan mendengarkannya dengan penuh perhatian.

Ia mendengar lagi suara itu dan ia berkata: “Hai, siapa pun juga di sana! Engkau yang telah membuat saya mendengar suaramu; apakah engkau punya sesuatu untuk menolongku?” Dan lihatlah! Ia melihat satu wujud malaikat di lokasi Zam-zam, menggali tanah dengan tumitnya atau sayapnya, sampai air keluar dan mengalir dari tempat tersebut. Hajar mulai membuat sesuatu yang menyerupai sebuah kolam pada sekelilingnya, dengan menggunakan tangannya dan dengan cara ini, ia pun mulai mengisi kantong airnya dengan menciduk pakai tangannya, dan airnya pun mengalir ke luar setelahnya dia menciduk air tersebut.

Semoga Allah Taala memberikan rahmat belas kasihan kepada Ibundanya Ismail! Ia telah membiarkan Zam-zam mengalir dengan tanpa mengendalikannya, atau tanpa menciduknya air tersebut, untuk mengisi kantung airnya, Zam-zam akan merupakan sebuah aliran air yang mengalir di permukaan bumi. Kemudian ia meminum air tersebut dan menyusui anaknya. Malaikat itu berkata kepadanya: “Jangan merasa takut untuk ditelantarkan, karena ini adalah Rumah Allah yang akan dibangun oleh anak laki-laki ini dan Bapaknya, dan Allah tidak akan menelantarkan orang-orang-Nya.”

Pada waktu itu Rumah yaitu Ka’bah ini terletak di suatu tempat yang tinggi yang menyerupai sebuah bukit kecil, dan jika datang angin badai, bangunan ini bergoyang ke kanan dan ke kiri. Ia tinggal dengan cara demikian sampai orang-orang dari suku Jurhum atau satu keluarga dari Jurhum melewati dia dan anaknya, yaitu ketika orang-orang Jurhum ini datang dengan melalui jalan dari Kada. Mereka tiba di bagian yang rendah dari Mekkah di mana mereka melihat burung yang mempunyai kebiasaan untuk terbang berputar-putar di sekitar air dan tidak meninggalkan tempat itu.

Mereka mengatakan: “Burung ini mestinya terbang di sekitar air, walaupun kami itu tahu bahwa di lembah ini tidak terdapat air.” Mereka mengirimkan satu dua orang utusan yang menemukan asal atau sumber dari air tersebut, mereka kembali dan memberitahukannya kepada mereka tentang air tersebut. Maka semua mereka itu datang ke tempat air.

Ketika itu Ibunya Ismail sedang duduk di dekat air. Mereka bertanya kepadanya: ‘Bolehkah kami tinggal beserta engkau?’ Ia menjawab: ‘Ya, tetapi kalian tidak punya hak untuk memiliki air ini, kecuali mengambil untuk meminumnya.” Mereka pun setuju.

Selanjutnya Ibundanya Ismail merasa senang dengan keadaan tersebut karena ia biasa menyenangi dan merasa senang untuk berkumpul bersama orang-orang. Jadi mereka pun bertempat tinggal di sana. Anak ini, Ismail tumbuh menjadi besar dan belajar bahasa Arab dari mereka dan dengan kebajikannya itu membuat mereka mencintai dan mengaguminya dan ketika ia menginjak dewasa mereka pun mengawinkannya dengan seorang perempuan di antara mereka.

Setelah ibunya Ismail meninggal, Ibrahim datang, yaitu setelahnya pernikahan Ismail, dengan maksud untuk melihat keadaan keluarganya yang ia tinggalkan sebelumnya, tetapi ia tidak berjumpa dengan Ismail di sana. Ketika ia bertanya kepada isterinya Ismail tentang dia, ia menjawab: “Ia sedang pergi untuk mencari bekal penghidupan kami.”

Kemudian Ibrahim bertanya kepadanya tentang cara hidup dan keadaan mereka ia menjawab: “Kami hidup dalam keadaan sengsara; kami hidup di dalam kesukaran dan kemiskinan,” mengeluhkan kepadanya. Ibrahim berkata: ‘Jika suamimu kembali sampaikanlah salaam saya kepadanya dan katakanlah kepadanya untuk mengganti anak tangga dari pintu gerbang rumahnya.

Ketika Ismail datang, ia nampaknya merasakan sesuatu yang tidak biasanya, maka ia bertanya kepada isterinya: “Apakah ada orang yang mengunjungimu?” Ia menjawab: “Ya, seorang orang tua yang tampangnya begini begitu dan menanyakan kepadaku tentang engkau dan saya beritahukan kepadanya, dan ia bertanya tentang keadaan kehidupan kita, dan saya katakan kepadanya bahwa kami hidup dalam kesukaran dan kemiskinan.” Atas itu Ismail berkata: “Apakah ia menasihatkan sesuatu kepadamu?” Ia menjawab: “Ya, ia mengatakan kepadaku untuk menyampaikan salaam daripadanya untukmu dan untuk mengatakan kepadamu agar mengganti anak tangga dari pintu gerbang.” Ismail mengatakan: “Itulah bapakku, dan ia memerintahkan kepadaku untuk menceraikanmu. Kembalilah kepada keluargamu.”
Jadi Ismail menceraikan dia dan kawin lagi dengan perempuan lain di antara mereka dari suku Jurhum.

Kemudian Ibrahim menjauh dari mereka untuk satu jangka waktu selama yang Allah kehendaki dan mengunjungi mereka kembali tetapi tidak dapat berjumpa dengan Ismail. Maka ia datang kepada isterinya Ismail dan bertanya kepadanya tentang Ismail. Isterinya mengatakan: “Ia sedang pergi mencari bekal penghidupan kami.” Ibrahim bertanya kepadanya: “Bagaimana kalian menjalani kehidupanmu?” Ibrahim menanyakan kepadanya tentang perbekalan dan kehidupannya. Ia menjawab: “Kami makmur dan kaya dengan memiliki sangat banyak segala keperluannya.” Kemudian Ibrahim bersyukur kepada Allah.

Ibrahim mengatakan: “Makanan apa yang kalian makan?” Ia menjawab: “Daging.” karena Ismail pandai memanah dan suka berburu. Ibrahim mengatakan: “Apa yang kamu minum?” Ia menjawab: “Air.” Ibrahim mengatakan: “Ya Allah! Berkatilah daging dan air mereka.” Pada waktu itu mereka belum mempunyai bulir-buliran, dan jika mereka sudah mempunyai bulir gandum dan padi, maka tentu ia pun akan juga memanjatkan doa kepada Allah untuk memberkatinya. Jika seseorang itu hanya mempunyai bekal makanan dengan dua macam ini saja, yaitu hanya daging dan air, maka akibatnya akan buruklah kesehatan dan wataknya, kecuali jika ia itu hidup dan tinggal di Mekkah.

Kemudian Ibrahim mengatakan kepada isterinya Ismail: “Jika suamimu datang sampaikanlah salaam saya kepadanya dan katakanlah kepadanya agar ia mempertahankan kuat-kuat anak tangga pintu gerbangnya.” Ketika Ismail pulang, ia bertanya kepada isterinya: ”Apakah ada seseorang yang datang kepadamu?” Ia menjawab: “Ya, seorang tua yang tampan datang kepadaku.”, jadi ia itu memujinya dan menambahkan: “Ia bertanya tentang kamu dan saya memberitahukannya, dan ia bertanya tentang kehidupan kita dan saya katakan kepadanya bahwa kami dalam keadaan baik-baik.” Ismail menanyakan kepadanya: “Apakah ia memberikan sesuatu nasihat?” Ia menjawab: “Ya, ia mengatakan kepadaku untuk menyampaikan salaamnya kepadamu dan memerintahkan agar mempertahankan kuat-kuat anak tangga pintu gerbangmu.” Atas itu Ismail mengatakan: “Itulah dia Bapak-ku, dan engkaulah anak tangga pintu gerbang itu. Ia memerintahkan kepadaku agar tetap mempertahankan engkau bersamaku.”

Kemudian Ibrahim menjauh dari mereka untuk jangka waktu yang lama selama Allah menghendaki, dan mengunjungi mereka di kemudian hari. Ia melihat Ismail berada di bawah sebuah pohon dekat Zam-zam sedang mengasah anak panahnya. Ketika Ismail melihat Ibrahim, ia pun bangkit untuk menyambutnya di mana mereka berpelukan satu sama lain sebagaimana seorang ayah dengan anaknya atau seorang anak terhadap ayahnya. Ibrahim bekata: “Ya Ismail! Allah telah memberikan kepadaku sebuah perintah.” Ismail mengatakan: “Saya akan menolong engkau.”

Ibrahim mengatakan: “Allah telah memerintahkan kepadaku untuk membangun sebuah rumah di sini.” Seraya menunjuk pada satu tempat seperti bukit yang letaknya lebih tinggi dari tanah di sekitarnya.

Mereka membangun fundasi dari Rumah tersebut yaitu Ka’bah. Ismail yang mengambil batu-batu dan Ibrahim yang membangunnya, dan ketika dindingnya sudah menjadi tinggi, Ismail membawa batu ini. Batu yang ini masih tersimpan dengan baik di Mesjid Suci di Mekkah dan diletakkan antara Ka’bah dan Zam-zam, di mana orang dapat melihat bekas jejak kaki Ibrahim di atasnya yang ia letakkan untuk Ibrahim sehingga dapat berdiri di atasnya untuk melanjutkan pembangunannya, sementara Ismail memberikan batu-batu kepadanya, dan kedua mereka itu mengatakan: “Ya Tuhan kami! Terimalah amal dari kami ini, sesungguhnya Engkau-lah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. Kemudian mereka berdua meneruskan pembangunannya dan berjalan mengelilingi Ka’bah dengan mengucapkan doa: “Rabbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” itu (QS 2:127)

Kemudian, dari istrinya yang pertama juga, Sarah, lahirlah Nabi Ishaq a.s. sekitar tahun 1900 S.M. yaitu ketika Nabi Ibrahim a.s. sudah berumur 100 tahun. Nabi Ishaq tinggal di Palestina dan menjadi nenek-moyang orang-orang Yahudi. Selanjutnya Nabi Ya’cub a.s. (1837 SM) adalah adalah anak dari Nabi Ishaq a.s. Keturunan berikutnya, yaitu Nabi Yusuf a.s. (1745 SM) dan Bun-yamin adalah dua anak dari Nabi Ya’cub dengan ibunya bernama Rakhel, selain 10 anak-anak Nabi Ya’cub dari istri-istrinya yang lain, dan yang paling terbesar bernama Yehuda.

Sedangkan keturunan dari Nabi Ismail a.s. adalah seorang Nabi Agung, yaitu Yang Mulia Nabi Muhammad, Rasulullah saw., Khataman Nabiyyiiin, lahir tanggal 12 Rabi’ul Awwal pada tahun Gajah atau tahun 570/571 Masehi ?



Mersela, 24-3-3008

>TAKUT KEPADA NABI PALSU? Padahal TIDAK ADA dalam ALQUR-AAN!

ANCAMAN AZAB HANYA KALAU MENDUSTAKAN NABI MENDUSTAKAN RASUL ALLAH
Yang ada dalam ALQUR-AAN ini BUKAN SEKEDAR KISAH atau DONGENG BELAKA

Alqur-aan Surah At-Taubah 9:128:

Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul, dari antaramu; berat terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mengharapkan kesejahteraan bagimu, dan terhadap orang-orang mukmin ia sangat berbelas kasihan, penyayang.

Inilah sunnah dari Y.M. Rasulullah s.a.w. di mana beliau memberikan contohnya bagi kita, dalam semangatnya untuk perbaikan dari umat manusia. Utusan yang tercinta ini - semoga Allah memberikan rahmat dan berkah-berkah-Nya kepada beliau – beliau itu biasa menderita dengan amat sangatnya, melihat penderitaan dari mahluk ciptaan-Nya itu. Demikianlah sifat dari semua Nabi-nabi Allah.

Di dalam ayat ini ada suatu semangat yang di-ekspresikan baik kepada orang-orang yang beriman maupun kepada yang tidak beriman. Kami telah melihat segala macam penderitaan yang beliau s.a.w. lalui, dengan perlakuan dari para musuh dan lawan beliau yang telah melepaskan kekang amarahnya, yang demikian pun dialami oleh orang-orang yang mengikuti beliau saw. Beliau s.a.w. telah dikungkung dan dipenjarakan pada sebuah bukit selama bertahun-tahun bersama para pengikut beliau, tetapi betapa pun demikian, setelahnya itu beliau masih mengharapkan kebaikan bagi mereka yang telah menyiksanya itu. Beliau s.a.w. biasa berdoa semoga Allah memberi petunjuk kepada mereka dan memperlihatkan kepada mereka jalan yang benar agar mereka itu dapat diselamatkan dari hukuman azab Ilahi. Jika beliau itu terpaksa harus mempertahankan diri, beliau hanyalah melakukannya sejauh bahwa beliau itu tidak melampaui batas dari mempertahankan dirinya. Beliau s.a.w. tidak pernah mempunyai pikiran untuk melakukan pembalasan atau memiliki perasaan dendam dan kebencian, tidak ada secercah pun perasaan yang demikian itu di dalam hati beliau. Beliau biasa menjadi demikian gelisahnya untuk menyelamatkan mereka itu, bahwa beliau terpaksa harus menderita bagi mereka itu sebagaimana yang dikatakan di dalam Kitab Suci Alqur-aan.

Namun bagaimanakah sambutan dari orang-orang, sambutan dari kaumnya itu? Inilah yang ada di dalam Kitab Suci Alqur-aan:


Bismillahirrahmanirrahiim


Surah Al Maa-idah -5- ayat 70:

La qad akhadznaa miitsaaqa banii israaiila wa arsalna ilaihim rusulan kullamaa jaa-ahum rasuulum bi maa laa tahwaa anfusuhum fariiqan kadzdzabuu wa fariiqay yaqtuluun.

Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari kaum Bani Israil dan Kami mengutus kepada mereka Rasul-rasul. Setiap kali datang kepada mereka seorang Rasul yang tidak berkenan di hati mereka, mereka mendustakan sebagian dan membunuh sebagian.


Besarnya penyesalan; tiada datang seorang Rasul, melainkan mereka selalu memperolokkannya.

Surah Yaa Siin -36 ayat 31:

Yaa hasratan ‘alal ‘ibaadi maa ya’tiihim mir rasuulin illaa kaanuu bihii yastahzi-uun.

Ah kasihan bagi hamba-hamba-Ku! Tidak pernah datang kepada mereka seorang Rasul, melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya.


Surah Ar Ra’du -13- ayat 43:

Wa yaqulul ladziina kafaruu lasta mursalan qal kafaa billaahi syahiidam bainii wa bainakum wa man ‘indahuu ‘ilmul kitaab.

Dan berkatalah orang-orang yang mengingkarinya, “Engkau bukanlah seorang Rasul!” Katakanlah, “Cukuplah Allah sebagai saksi antara aku dengan kamu, dan juga menjadi saksi orang yang memiliki Alkitaab.” (Yaitu Tanda-tanda, ilmu dari Langit).

Surah Al Mu’min -40- ayat 35:

Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.

Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mai, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorng Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Tetapi setelah berputus-asa, datanglah pertolongan Ilahi dan azab-pun menimpa orang anarkis.

Surah Yuusuf -12- ayat 110:

Hatta idzas ta-i-asar rusulu wa zhannuu annahum qad kudzibuu jaa-ahum nashrunaa fa nujjiya man nasyaa-u wa laayuraddu ba’sunnaa ‘anil qaumil mujrimiin.

Dan ketika berputus asa-lah Rasul-rasul, dan orang yang ingkar menyangka bahwa mereka telah dibohongi, maka datanglah pertolongan Kami kepada mereka para Rasul itu, kemudian Kami menyelamatkan siapa yang Kami kehendaki. Dan sekali-kali siksaan Kami tidak dapat ditolak kaum yang berdosa.

Di dalam Alqur-aan ini bukanlah hanya kisah dongengan belaka; tetapi ada satu pelajaran.

Surah Yuusuf -12- ayat 111

La qad kaana fii qashashihim ‘ibratul liulil albaabi kaana hadiitsay yuftaraa walaakin tashdiiqal ladzii baina yadaihi wa tafshiila kulli syai-iw wa hudaw wa rahmatal li qaumiy yu’minuun.

Sesungguhnya dalam riwayat kisah mereka itu ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Ini bukanlah suatu hal yang dibuat-buat, melainkan suatu penyempurnaan apa yang telah ada sebelumnya dengan penjelasan terinci untuk segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman,

Jadi manusia janganlah sok sombong, sok tahu, apalagi untuk berhadapan dengan Nabi Allah!

Surah Luqmaan -31- ayat 35:

…….. Wa maa tadrii nafsum maadzaa taksibu ghadaw wa maa tadrii nafsum bi ayyi ardhin tamuutu. Innallaaha ‘alimun khabiir.

……. Dan tiada satu jiwa (seseorang) mengetahui apa yang akan dikerjakan esok hari dan tiada satu jiwa (seseorang) mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Wujud Yang Memaklumi segala khabar.

Surah Al Kahfi -18- ayat 111:

Qul innamaa ana basyarum mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaa-huw waahiidun fa man kanaa yarjuu ilqaa-a rabbihii fal ya’mal ‘amalan shaalihaw wa laa yusyrik bi ‘ibaadati rabbihii syahidaa.

Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, tetapi telah diwahyukan kepada-ku bahwa Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barang siapa mengharapkan bertemu dengan Tuhan-nya hendaklah ia beramal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan siapa pun juga dalam beribadah kepada Tuhan-nya.”

Surah Thaahaa -20- ayat 136:

Qul kullum mutarabbishum fa tarabbashuu fa sa ta’lamuuna man ash-haabash shiraathis sawiyyi wa manih tadaa.

Katakanlah, “Setiap orang sedang menunggu, maka kamu tunggulah, dan segera kamu akan mengetahui siapakah yang berada pada jalan yang lurus dan siapa yang mendapat petunjuk.”

Pada hari itu orang-orang kafir dan yang mendurkahai Rasul ingin disama-ratakan dengan tanah

Surah An Nisaa’ -4- ayat 43:

Yauma-idziy yawaddul ladziinaa kafaruu wa ‘ashawur rasuula lau tusawwaa bihimul ardhu, wa …

Pada hari itu, orang-orang yang ingkar dan mendurkahai Rasul akan menghendaki supaya mereka itu di-samaratakan dengan bumi, dan …….

Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surah Al-Faathir (35) ayat 25, Allah Taala berfirman:

:
Innaa arsalnaaka bil haqqi basyiiraw wa nadziiraw wa im min ummaatin illaakhalaa fiihaa nadziir.
Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan kebenaran sebagai pembawa khabar suka dan pemberi peringatan. Dan tiada suatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi ingat.

Dari berbagai tempat di dalam Kitab Suci Al-Qur’an difirmankan-Nya bahwa tidaklah benar dan tidaklah tepat jika nabi itu hanya akan datang dari satu kaum tertentu, dari agama tertentu saja. Allah tidak pernah mengabaikan seseorang dari suatu Negara, dan Allah telah memperlihatkan di berbagai tempat bahwa Allah itu mengasuh mereka secara pisik pada setiap Negara; dan demikian pula Allah pun memberkati mereka dengan pendidikan spiritual dan pengasuhan daripada-Nya, sebagaimana Allah berfirman:

Dalam Surah Al-Faathir (35) ayat 24, yang artinya:
…….; dan tidak ada sesuatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi ingat. Bahwa tidak ada satu kaum pun, yang tidak dikirimkan seorang nabi kepada mereka.

Jadi, hal ini harus diakui dan diterima dengan tanpa mempertanyakannya dan memperdebatkannya bahwa Allah itu adalah Rabbul’alamiin dan sifat Rabb-Nya itu tidak terbatas kepada sesuatu Bangsa atau sesuatu masa saja, atau kepada suatu Negara yang tertentu saja, di mana Dia itu adalah Tuhan-nya dari semua orang-orang, semua Negara-negara dan semua tempat-tempat. Itulah Dia, Rabb dari semua tempat-tempat dan semua Negara-negara. Dia-lah Rabb dari semua bangsa-bangsa, Dia-lah sumber dari semua keberkahan. Setiap kekuatan apakah dalam bentuk pisik atau pun spiritual semuanya datang dari Dia. Segala sesuatu yang ada di dunia ini diasuh dan dipelihara oleh-Nya dan Dia-lah yang mendukung semua keberadaannya. Berkah-berkah dari Allah itu sungguh tersebar dengan luasnya yang meliputi setiap saat dan segala waktu, mencakup semua orang-orang dan segala tempat. Jadi tidak ada orang yang bisa mengeluhkannya, yang memprotesnya, bahwa Allah itu hanya berbuat baik kepada orang itu dan orang ini tetapi Dia tidak berbuat baik kepada kami. Atau Dia itu telah memberikan Kitab petunjuk kepada orang-orang itu, tetapi tidak memberikannya kepada kami. Atau Dia itu telah memberikan wahyu-Nya dan mukjizat-Nya kepada orang ini orang itu tetapi tidak untuk kami. Jadi, Allah telah menghilangkan semua keberatan-keberatan ini dan Dia telah memperlihatkan sifat abadinya yang sedemikian bahwa Dia itu tidak memahrumkan seseorang dari manfaat secara pisik atau spiritual dan tidak akan membiarkan seseorang dari sesuatu waktu untuk menjadi mahrum dari manfaat ini.

Al- Faathir 35:25:

Wa iy yukadzdzibuuka fakad kadzdzabal ladziina min qablihim jaa-at-hum rusulahum bil bayyinaati wa biz zuburi wa bil kitaabil muniir.

Dan, jika mereka mendustakan engkau, maka orang-orang sebelum mereka pun telah mendustakannya; telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang jelas, dan dengan Kitab-kitab suci dan Kitab yang memberi pencerahan.

Al- Faathir 35:26:

Tsumma akhadztul ladziina kafaruu fa kaifa kaana nakiir.

Kemudian Aku sergap orang-orang yang ingkar itu, dan lihatlah betapa mengerikannya akibat penolakan-nya terhadap-Ku itu!


Jadi, sekali lagi, di dalam Kitab Suci Alqur-aan itu tidak ada ancaman kepada orang kalau ia mengikuti nabi palsu, nabi yang hanya mengaku-ngaku sebagai Utusan Tuhan. Di sni tidak ada ayat yang memberi peringatan apalagi ancaman kepada pengikut “Nabi Palsu”, karena dalam perkara nabi palsu ini maka tangan dan tindakan Allah sendirilah yang akan menanganinya sampai tuntas, sampai habis riwayatnya nabi palsu itu, dan tidak akan berlangsung lama sampai tahun-tahunan; demikianlah takdir tangan dari Allah untuk nabi yang palsu.

Karena hanya Allah-lah yang Maha Tahu mana nabi yang benar, dan mana nabi yang palsu, sehingga dalam perkara ini Tuhan sama sekali tidak dan tidak akan pernah meminta bantuan manusia, orang-orang, untuk mengambil tindakan terhadap nabi palsu itu. Allah tidak meminta bantuan dari orang, Allah sendiri sudah meyakinkan perkara ini dalam firman-Nya berkenaan dengan:

HUKUMAN TERHADAP NABI PALSU, KEPADA ORANG YANG MENGAKU-NGAKU NABI;

Surah Al-Haqqah (69) ayat 44-46

44. Wa lau taqawwala ‘alainaa ba’dhal aqaaiil = Dan sekiranya ia mengada-adakan atas nama Kami sebagian perkataan,
45. La akhadznaa minhu bil yamiin = niscaya Kami akan menangkap dia dengan tangan kanan,
46. Tsumma la qatha’naa minhul watiin = kemudian pasti Kami putuskan urat nadinya.


Wa aakhiru da’wana anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin,
Dan akhir seruan da’wah kami, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Surah Yunus -10- ayat 10:



Jum’at, 18 Juli 2008

>Menilai nabi yang benar dan yang palsu

Bagaimana kita tahu bahwa seseorang adalah nabi sungguhan atau gadungan? Saya akan mencoba membahas masalah yang rumit ini secara ringkas dalam tulisan pendek ini.

Di kalangan sarjana Sunni, dikenal tiga syarat utama untuk mengetes kebenaran kleim kenabian:

1. Seseorang yang mengaku sebagai nabi haruslah mempunyuai kualitas etis dan intelektual yang istimewa, misalnya ia memiliki kemampuan artikulasi berbahasa yang sangat baik, kesempurnaan akhlak, keluhuan budi, dsb.

2. Dia harus menunjukkan suatu mukjizat.

3. Mukjizat itu harus dibarengi dengan pendakuan sebagai seorang nabi. Maksudnya, jika seseorang memperlihatkan tindakan mukjizat tetapi tidak mengakui sebagai nabi, maka ia bukan nabi.

Tiga kriteria ini bisa dibaca dalam banyak karya sarjana Sunni. Sebagai contoh, anda bisa merujuk karya Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad al-Mawardi, A'lam al-Nubuwwah (Tanda-Tanda Kenabian). Sebagaimana kita tahu, al-Mawardi adalah salah satu ulama besar di linkungan mazhab Syafii yang dikenal antara lain karena bukunya tentang manual penyelenggaraan kekuasaan, yaitu al-Ahkam al-Sulthaniyyah.

Dengan demikian, kriteria nabi palsu dan gadungan itu sebetulnya sangat sederhana dan tidak bertele-tele.

Para filosof Muslim menambahkan ciri-ciri yang lain. Ibn Sina, misalnya, mengatakan bahwa ada tiga jenis manusia.

1. Manusia yang sempurna dalam dirinya sendiri dan mampu menyempurnakan orang-orang lain yang kurang sempurna (maksud "sempurna" di sini adalah dari segi spiritual, intelektual dan etis atau akhlak).

2. Manusia yang sempurna pada dirinya sendiri tapi tak mampu menyempurnakan orang lain. Jadi kesempurnannya bersifat terbatas, tidak meluber ke orang lain.

3. Orang yang pada dirinya sendiri menderita kekuangan, sehingga butuh dibantu oleh orang lain agak mencapai kesempurnaan spritiual dan akhlak.

Nabi adalah manusia dari jenis yang pertama. Jadi, nabi adalah orang yang memiliki kesepurnaan dan kemampuan untuk menularkan kesempurnaan itu kepada orang lain. Inilah pendapat Ibn Sina yang banyak dikutip oleh para teolog Sunni seperti Fakhruddin al-Razi, misalnya.

Saya sendiri berpandangan bahwa nabi yang benar, bukan yang gadungan, bisa kita ketahui dari manusia-manusia yang ia didik, manusia-manusia yang menjadi umat dan pengikutnya. Kalau seorang yang mengaku nabi berhasil mendidik dan mencetak manusia yang bermoral dan bermartabat, maka dia adalah nabi. Kita juga bisa mengetahui kebenaran seorang nabi melalui ajaran-ajarannya: apakah ia mengajarkan norma yang baik atau malah kejahatan.

Hampir semua orang yang mengaku nabi sudah pasti akan diledek dan dilecehkan oleh orang-orang di sekitarnya. Kita lihat saja sejarah Nabi Muhammad yang dilecehkan oleh masyarakatnya sendiri. Ini terjadi pada hampir semua nabi dan guru-guru kebijaksanaan di seantero dunia, bukan hanya pada Nabi Muhammad.

Saya sendiri bukan orang Ahmadi dan bukan pengikut ajaran Ahmadiyah. Tetapi berdasarkan kriteria-kriteria di atas, saya bisa membenarkan kleim Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang nabi. Apalagi seluruh ajaran Ghulam Ahmad sebetulnya hanya menegaskan kembali ajaran-ajaran yang ada dalam Islam. Kita juga bisa melihat masyarakat dan jamaah yang berhasil dicetak oleh kelompok ini di mana-mana. Mereka para jamaah Ahmadiyah adalah orang-orang yang cinta perdamaian di mana-mana, menekankan pentingnya rasio dan pendekatan rasional pada agama, dan inilah yang menjadi rahasia daya tarik Ahmadiyah di kalangan para anak muda di zaman perjuangan dulu di beberapa kota di Indonesia. Mereka buka manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi.

Jadi, alat palin baik untuk mengetes seorang adalah nabi sungguhan dan tidak adalah dari hasil akhirnya: apakah dia mencetak manusia yang bermoral dan berbudi luhur atau tidak.

Ini bukan berarti bahwa setiap orang yang berhasil mencetak suatu masyarakat yang berbudi luhur adalah nabi. Kiai Haji Ahmad Dahlan jelas berhasil mencetak jamaah yang berbudi luhur, tetapi dia bukan nabi. Begitu juga Kiai Hasyim Asyari bukan nabi walau dia berhasil mencetak generasi yang bermoral dan berbudi luhur. Alasannya satu: karena mereka tidak mengaku sebagai nabi. Sebgaimana dikatakan oleh al-Mawardi di atas, seseorang hanya boleh disebut nabi kalau dia mengaku nabi, dan tidak cukup hanya mempertunjukkan mukjizat sahaja.

Lalu apa mukjizat Mirza Ghulam Ahmad? Yang bisa menceritakan ini hanyalah jamaah Ahmadiyah sendiri. Jamaah Ahmadiyah tentu percaya bahwa Ghulam Ahmad memiliki sejumlah 'khawariq al'adah" atau mukjizat. Soal orang-orang di luar Ahmadiyah tidak percaya, itu bukan urusan. Sebab, percaya atau tidak, itu masalah masing-masing orang. Orang di luar Islam bisa saja tidak percaya pada mukjizat Nabi Muhammad, tetapi itu tidak berpengaruh apa-apa.

Menurut saya, kalau ada mukjizat terbesar yang dipelihatkan oleh Ghulam Ahmad adalah kemampuannya membangun gerakan yang berhasil bertahan jauh setelah ia wafat dan menyebar ke seluruh dunia. Mukjizat Ghulam Ahmad yang paling penting adalah ia mampu mencetak manusia-manusia bermoral dari berbagai suku bangsa. Ini prestasi luar biasa yang tak bisa dicapai oleh sembarang orang. Ini sesuai dengan ciri-ciri nabi menurut Ibn Sina di atas, yakni orang yang sempurna pada dirinya sendiri dan mampu menyempurnakan orang lain.

Demikian keterangan saya, semoga bermanfaat.

>ALIANSI - GOLONGAN – UMAT ISLAM yang BERSATU di akhir zaman ini

• Boleh dikata, hampir semua golongan umat Islam dalam kurun waktu yang akhir-akhir ini mereka bersatu-padu (Hebat bukan? Ya, tapi bukan begitu!), lihat saja mulai dari Aliansinya, Aliansi Umat Islam Indonesia, dalam berbagai nama, Gerakan Umat Islam Indonesia – GUII Umarella alias Habib Abdurahman Assegaf, Front Umat Islam, Front Pembela Islam – FPI Habib Riziek, Munarman, Sobri Lubis Sek.Jen., Forum Umat Islam Indonesia Mashadi – M. Al-Khathkhath Sekjen FUI, Gerakan Anti Aliran Sesat, Hizbut Tahir Indonesia – HTI, Komite Solidaritas untuk DUNIA Islam – KISDI / dahulu Ketuanya Ahmad Sumargono sekarang Ketua Umum Gerakan Persaudaraan Muslim, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam – LPPI Amin Djamaluddin, Majlis Mujahiddin Indonesia, MMI Abu Bakar Baasyir Ngruki – Embahnya Bom Amrozi, Pon.Pes. Asy Syafi’iyah yang Pimpinannya KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Suryadharma Ali – Ketua Umum PPP, Tifatul Sembiring – Ismail Yusanto PKS, Mahendradatta – Ketua TPM dan lain-lainnya, lain-lainnya lagi; belum lagi dengan sabda-sabdanya Sang Amidhan dan Ma’ruf Amin – MUI dan Pak Wisnu.

• Mereka-mereka ini semuanya bersatu-padu (hebat?) dengan hanya satu tujuan: “Membubarkan Ahmadiyyah!” Hebatnya itu seolah-olah, sekali lagi seolah-olah, mereka itu merupakan satu faham, berada dalam satu kesefahaman dan satu itikad di dalam ke-Islaman mereka itu. Padahal semua orang juga tahu bahwa itikad dan keyakinan, keimanan mereka dalam Islam itu satu sama lainnya tidak seragam dan sama sekali tidak sama. Yang samanya hanyalah satu saja yaitu: “Bubarkan Ahmadiyyah”. Itulah keinginannya mereka ini …..

• Ini adalah salah satu bukti tentang “fulfillment” sabda Y.M. Khaatamul Anbiyyaa Muhammad Rasulullah s.a.w. yang telah menubuatkan: ‘Sataftariqu haadzihil umatu ‘alaa tsalaatsiw wa sab’iina firqatu kulluhaa fin-naari illaa waa hidatan” - yakni, “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan”. Jadi selain dari 72 golongan yang mainstream itu, hanya ada satu golongan yang mendapat ridha Allah SWT. Demikian sabda Nabi Yang Mulia Muhammad Rasulullah saw.

• Untuk membedakan mana “golongan (minoritas) yang satu” terhadap golongan “mainstream” yang mayoritas banyak itu, ini mudah saja! Bagi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa, ini nampak dengan jelas bagi orang yang beriman, yaitu percaya pada Firman Allah SWT. yang ada dalam Al Qur-aan. Sedangkan golongan yang banyak itu selalu merujuk, mengekor pada pendapat, ijma atau hasil kongres orang-orang/manusia itu, yang namanya OKI-lah, Rabithah-lah, Parlemen (Pakistan)-lah dan yang semacam itu.

• Bagi orang yang memiliki keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa – Azas Pancasila Butir 1, inilah ayat-Nya:
Qul athii’ullaaha war rasuula fa ini tawallau fa innallaaha laa yuhibbul kaafafiriin = Katakanlah: “Taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya; tetapi jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang kafir”. Demikianlah dari Surah Aali ‘Imran ayat 32 itu sudah jelas siapa yang tidak mendapat ridha Allah seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi saw. di atas.

• Atau bisa saja mereka yang mainstream itu punya pendapat yang lain, atau ada perselisihan pendapat. Maka dalam hal ini jika ulama mainstream ini memang benar-benar beriman kepada Allah SWT., inilah firman-Nya:
…. Maka jika kamu berselisih dalam suatu urusan, kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul ….. Fa ini tanaaza’tum fii syai-in fa rudduuhu ilallahi war rasuuul …… (An Nisaa’ ayat 59).

• Wasiyat Nabi saw. dalam perjalanan Hajinya terakhir, beliau saw. berkhutbah a.l.:
….. Wahai manusia sekalian! Perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan kamu sekalian. ………”
“Perhatikanlah wahai manusia. Aku sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan di tangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu tidak akan sesat untuk selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Wahai manusia sekalian! Dengarkanlah kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu harus mengerti, bahwa setiap Muslim adalah saudara Muslim yang lain, dan semua kaum Muslim adalah bersaudara. Tidak dibenarkan seseorang mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya dirinu sendiri! Ya Allah sudahkah ini aku sampaikan ………?” (Sejarah hidup Nabi saw.)
Hadits Nabi Muhammad s.a.w.: “Inna banii israa-iila tafarraqta ‘alaa tsintaini wa sab’iina millatan wa taftariqu ummatii ‘alaa tsalaatsinw wa sab’iina millatan. Kulluhum finnaari illaa millatan. Qaaluu man hiya yaa rasulallaahi? Qaalu maa anaa ‘alaihi wa ashaabii.” Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Bani Irail telah terpecah dalam 72 golongan, sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Kesemuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan”. Para sahabat bertanya: “Siapakah mereka (yang satu) itu ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Mereka yang berada pada jalan-jalan dan cara aku dan sahabatku.” (Hadits Nabawi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar r.a.; Miskat babul ittisam bil kitabi wassunnah).

Perihal beramai-ramainya yang 72 golongan bersatu menentang golongan yang satu itu bisa didengar dan dilihat jawaban Hadhrat Khalifatul Masih IV r.h. dalam Question & Answer di MTA 16-2-1997, 11 tahun yang lalu, yang diulang kembali Sabtu 11-5-2008 jam 05.00 pagi di MTA. Mestinya bisa dilihat juga di http://www.alislam.org

Ulama-ulama mainstream itu sebenarnya masih merasa ada memerlukan datangnya seorang Nabi itu, tetapi karena mereka sudah terlanjur kepadung mengatakan “tidak ada lagi nabi setelah Muhammad dan Muhammad adalah nabi yang terakhir”, maka mereka ulama yang mainstream itu membuat dogma bahwa Nabi Isa Israili yang dulu masih hidup di langit sampai sekarang, dan Nabi Isa Israili ini akan turun di akhir zaman untuk memimpin umat Islam (He ?). Itulah pernyataan dan itikad atau dogma mereka, ulama-ulama mainstream golongan yang banyak itu; mereka tidak menginginkan datangnya seorang nabi setelahnya YM. Nabi Muhammad saw. itu melalui pintu depan, sehingga mereka memasukkan Nabi Isa Israili yang dulu itu melalui pintu belakang, melalui back-door (hehehe), untuk memimpin mereka yang umat Muslimin ini! Oh, alangkah kacau balaunya itikad dan cara mereka itu; itulah sebabnya Allah tidak akan meridhai mereka itu. ……. karena harga beras sudah mahal, mereka berkongres dan ber-ijma mengatakan kami tidak perlu beli beras lagi, tetapi kok ini perut masih lapar jika hanya maka roti saja, maka karena sudah terlanjur ber-ijma tidak memerlukan beras lagi, terpaksa mereka ngambil nasi melalui pintu belakang!

Berdasarkan Qur-aan dan Sunnah/Hadits Nabi saw., serta fakta sejarah, Pengurus Jama’at Ahmadiyyah Indonesia telah menyampaikan penjelasannya pada kesempatan Temu Wicara dengan Ketua DPR RI tanggal 23-8-2005 dan telah memberikan jawaban atas pertanyaan Komis VIII DPR RI pada Temu Wicara tanggal 31 Agustus 2005; sekali lagi semua penjelasan tersebut adalah berdasarkan fakta sejarah, Qur-aan dan Sunnah/Hadits Nabi Muhammad saw.
Demikian juga menjelang akhir tahun 2005 itu Tim Dialog Jama’at Ahmadiyyah telah memberikan penjelasan berdasarkan atas fakta sejarah, Qur-aan dan Sunnah/Hadits Nabi sa.w., atas isu berkenaan dengan Ahmadiyyah, yaitu antara lain: Klarifikasi Kesalahan-pahaman terhadap Wahyu yang diterima Pendiri Jamaah Ahmadiyah; Almasih dan Al-Mahdi yang dijanjikan adalah seorang Khalifatullah; Kewafatan dan Turunnya Al-Masih Isa Ibnu Maryam a.s.; Penjelasan Makna dan Hakikat Dajjal dan 30 Nabi-nabi Palsu; Mengurai makna: Khataman Nabiiin dan Laa Nabiyya Ba’di; Penjelasan tentang Wahyu; Turunnya Isa Ibnu Maryam pada Akhir Zaman; dan juga Klarifikasi atas telaah Buku Taddzkirah (2003) dan dalam Dialog Terbatas bersama Dewan Pakar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 31-8-2005 mengenai “Rekonstektualisasi Teologi Islam dalam Perspektif Ahmadiyah”.

Tentang bagian dari “72 golongan” yang berada di luar Indonesia yang semuanya bersatu-padu itu adalah a.l.: Mazhab-mazhab/ Sekte / Aliran Ahli Hadits Maulvi Muhammad Hussein Batalwi, Abul A’laa Maududi, Wahabi, Sunni, Syi’ah, Brelwi, Darul Ulum Deobandi, Parwezi, Jamaat Islami, Chakralwi, Khatamun-Nubuwwat, tentu selainnya OKI dan Rabitah. Ulama-ulama bukannya berusaha mengikuti nasihat Nabi s.a.w., tetapi justru mereka berusaha membuat satu resolusi kepada Parlemen Pakistan untuk merevisi hadits Nabi saw., yaitu untuk menyatakan bahwa 72 golongan dalam umat Islam adalah ahli surga, dan hanya satu (yang minoritas itu) yang masuk neraka. Resolusi ini jelas bertolak belakang dengan hadits suci Y.M. Khatamul Anbiyya saw., serta merupakan kelancangan yang nyata terhadap beliau saw. (Eksposisi/Mahzarnamah hal. 8).

Penjelasan di atas hanyalah bagi yang, jika kamu benar-benar beriman terhadap Allah dan hari kemudian - in kuntum tu’minuuna billahi wal yaumil aakhiri … (An Nisaa’ 59). La’natallaahi ‘alal kaadzibiin – Laknat dari Allah bagi mereka yang pendusta (Aali ‘Imran 61). Kalau Pak Ma’ruf Amin dan Pak Amidhan MUI itu tak mau percaya juga, yah monggo wae. Kata Pak Amien Rais juga (Tempo 28 April 2008): Tiap anak-cucu Adam punya hak sepenuhnya untuk menganut agama yang dia pilih. Anak kecil juga hafal surat Al-Kafirun: Lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Ini mengajari kita semua supaya ada ko-eksistensi secara damai di antara pemeluk agama yang berbeda-beda. Dalam Al-Quran juga dikatakan, "Barang siapa ingin kafir, silakan kafir. Barang siapa ingin beriman, silakan beriman."……. “Wong jadi komunis juga boleh kok!”

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Mersela, 13-5-2008