Jumat, 13 Februari 2009

>Sifat Al-Hadi Allah Swt & Mengutus Nabi-Nya

Khutbah Jumah ini bertopik masalah sifat Al Hadi (Pemberi Petunjuk) Allah Swt. Menurut Kamus Bhs.Arab, al-Hadi artinya adalah suatu Wujud yang senantiasa mengajari umat-Nya dengan ilmu kerohanian hingga mereka betul-betul dapat memahami sifat Rububiyyat Allah Swt (yakni, sifat menciptakan, menumbuh-kembangkan dan memelihara kelangsungan hidup semua makhluk ciptaan-Nya. Hal ini terkait dengan sifat ‘Rabb’-Nya, yakni Rabbul-Alamin, atau Tuhan Semesta Alam).

Dia mengirimkan ilmu kerohanian-Nya ini apabila umat telah menafi'kan sifat Rububiyyat-Nya, dalam berbagai bentuk. Misalkan, ada yang menganggap diri mereka super-power. Ada yang mengaku-ngaku mendapat wahyu. Ada lagi yang menyembah kuburan. Dan ada pula yang mengandalkan benda-benda duniawi lalu mengaku-ngaku kebal terhadap sesuatu. Pendek kata banyak sekali corak kekufuran di dunia sekarang ini, namun kenyatanyaannya berbagai penderitaan pun datang bagai tiada akhir. Pada situasi seperti inilah Allah Swt mewujudkan Kekuasaan-Nya untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan Semesta Alam.
Ada masanya suatu waktu ketika manusia sudah melupakan statusnya sebagai makhluk, dan tidak memahami kedudukan Tuhan sebagai Khaliknya; awan gelap bagai telah menutupi segalanya; pada situasi seperti itulah Allah Al-Rahman mengutus Imam Zaman-Nya yang akan menunjukkan kepada umat, siapa pemilik kekuatan syaithani sebenarnya. Imam Zaman-Nya akan mengungguli para penentangnya sehingga ia akan tetap menjadi Imam bagi mereka yang telah memperoleh petunjuk.
Allah, Al-Hadi (Yang Memberi Petunjuk) berkehendak untuk menunjukkan sifat Rububiyyat-Nya; ingin memperlihatkan berbagai tanda keunggulan-Nya dihadapan para penentang dengan cara membantu kaum yang telah mendapat petunjuk dan memberantas berbagai kekuatan baru yang menciptakan penderitaan.
Adalah kenyataan, ketika seorang Imam Zaman dibangkitkan, kekuatan Kristen sedang jaya-jayanya, sehingga kaum Muslimin di anak benua India sangat terpengaruh. Para Padri Kristen sudah berangan-angan bahwa mereka akan dapat menguasai seluruh jazirah India. Akan tetapi dengan munculnya Imam Zaman tersebut, mereka pun mengalami langkah mundur. Begitupun di Benua Africa, mereka sudah sesumbar dapat menguasainya, namun dengan berdatangannya para Mubaligh, mereka pun mengakui missi Islam telah berhasil memperlambat gerakan mereka.
Kenabian Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw telah membawa kekuatan berkat yang luar biasa, sehingga mereka yang benar-benar dapat mengikuti langkah beliau Saw, niscaya akan mendapat rahmat rahimiyat Allah Swt. Dan apabila keitaatan dan kesesuaian dengan contoh Rasulullah Saw itu sedemikian rupa sempurnanya, tak ada lagi kekurangan yang tersisa, maka Allah Swt pun berkenan bercakap-cakap dengan pribadi muhadas tersebut; lalu membukakan pintu berbagai karunia ilmu ghaib atau kabar suka-Nya (an-naba). Dengan kata lain inilah tahapan yang disebut dengan kenabian, yang telah diakui oleh para nabiyullah terdahulu.
Maka, betapa mungkin Ummat yang telah disebut di dalam Alqur’an sebagai “kuntum khaira ummatin uhrijat linnas...”, yakni sebaik-baiknya umat yang telah dibangkitkan untuk membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia...; (3/S.Al-Imran:111); dan juga telah telah diajari doa “...ihdina shiratal mustaqim, shiratalladzina an'amta'alaihim...”, yakni, tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan yang Engkau telah beri ni'mat atas mereka...” (1/Al-Fatihah:6-7), namun tetap dina'fikan dari status derajatnya yang tinggi dan juga tak ada seorangpun dari antara mereka yang berhasil memperoleh karunia ni'mat kerohanian ini ?
Maka yang diperlukan oleh dunia Islam saat ini adalah mencoba memandang diri mereka dari luar; memfocuskan pikiran mereka ke luar; dan keluar dari kungkungan kesempitan pikiran mereka. Bebaskan kalbu dari syakwasangka terhadap siapapun, bacalah doa-doa tersebut, maka niscaya mereka pun akan memperoleh kemakbulan, barulah kemudian panjatkan doa-doa mohon petunjuk tersebut.
Membacakan ayat 40 Surah Al Mu’min, wa qola robbukum ud'uuni astajiblakum..., yakni, dan Tuhan-mu berfirman: 'Berdoalah kepada-Ku; maka Aku pun akan mengabulkannya' (40/Al-Mumin:61). Sebenarnya setiap hari kita mengalami pengabulan berbagai corak doa permohonan, maka betapa mungkin doa khas (1:6) untuk kemajuan rohani tersebut tidak dikabulkan-Nya ?.....
Jika doa khas ini tidak dikabulkan, tentulah terbuka peluang untuk menghujjah Allah. Keadaan Islam sekarang ini sunguh memprihatinkan. Betapa mungkin doa-doa mustajab yang dipanjatkan setiap waktu oleh kaum Muslimin, Allah tidak mengirimkan seorang Hadi (Utusan)-Nya ?
Nyatanya, berkali-kali, generasi demi generasi umat Islam akan berlalu setelah memanjatkan doa tersebut, namun tidak akan ada seorang Hadi, atau Mahdi, ataupun Al-Masih yang akan datang?
Maka oleh karena itu, kaum Muslimin perlu memeriksa diri mereka sendiri alih-alih menganiaya suatu kaum sesama muslim. Mereka perlu memohon petunjuk dengan hati dan pikiran yang ikhlas. Penentangan dan penganiayaan terhadap kaum tersebut harus dihentikan dalam berbagai bentuk. Namun mereka sekali-kali tak akan dapat menghabisi golongan ini, betapapun kerasnya mereka berusaha....
Rasulullah Saw telah bersabda, tidak akan ada nabi di rentang waktu setelah beliau hingga kedatangan kembali Isa ibnu Maryam, Imam Mahdi atau Al-Masih Yang Dijanjikan. Maka apabila sudah diterima bahwa Hadhrat Isa ibnu Maryam a.s. terdahulu sudah wafat, sedangkan Al-Masih Yang Dijanjikan akan datang dari kalangan Umat [Islam] tentulah ia akan berstatus rasul Allah.
Pesan tegas Alqur’an mengenai kedatangan Al-Masih Akhir Zaman akan berasal dari kalangan Ummat ini; Ini berkat doa mustajab “ihdina shiratal mustaqim” (1:6), dan berkat contoh sunnah istimewa Rasulullah Saw. Sehingga Islam pun mengungguli para nabi dan agama terdahulu. Karena Shariah yang dibawa beliau Saw dan juga keistimewaan kekuatan rohani Rasulullah Saw akan berlangsung terus hingga hari kiamat, maka Imam Zaman yang sekarang ini pun akan berasal dari Ummat ini. Oleh karena itu tiada pilihan lain kecuali harus menerima kebenaran kedatangan seorang Imam Zaman.
Sebagaimana dalam ketata-negaraan duniawi suatu kaum diperintah oleh pemimpinnya, demikian pula doa “...ihdina shiratal mustaqim, shiratalladzina an'amta'alaihim...”, (1:6-7), yang diajarkan oleh Allah Swt adalah demi untuk perbaikan rohani melalui berkat seorang wujud yang paling banyak dikarunia keistimewaan rohani oleh Allah Swt.
Ayat ini pun menyiratkan, bahwa manusia haruslah mengikuti Imam Zamannya. Dan kata-kata Imam Zaman di sini dimaksudkan juga kepada nabi dan Mujadid. Dan orang yang tidak ditugasi Allah untuk memberi petunjuk kepada umat manusia – betapapun suci-nya ia – tidak dapat disebut Imam Zaman atau Mujadid.
Doa mustajab ‘iihdina shiratal mustaqim’ (1:6) niscaya segera terkabul apabila dipanjatkan dengan hati yang ikhlas tak peduli agama apapun yang memohonnya.
Maka apabila orang-orang ghair-Muslim saja berhasil memperoleh petunjuk berkat doa semacam ini, mengapakah Allah tak hendak memberi petunjuk kepada kaum Muslimin ? Ini dikarenakan niat mereka tidak baik. Padahal, kesucian kalbu adalah sangat penting untuk memperoleh petunjuk....
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada seluruh dunia untuk menerima Al-Masih yang sejati ini, dan semoga pula Allah memudahkan kita untuk senantiasa mempraktekkan ajaran beliau a.s..

Tidak ada komentar: