Rabu, 10 Juni 2009

Hikmah Ayatul Kursiy

Dalam Ayatul Kursiy Surah Al Baqarah [ayat 256], yang terjemahannya sebagai berikut:
اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَـىُّ الْقَيُّوْمُ ۚ  لَا تَاْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌ‌ؕ لَهٗ مَا فِىْ السَّمٰوٰتِ وَمَا فِىْ الْاَرْضِ‌ؕ مَنْ ذَا الَّذِىْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗۤ اِلَّا بِاِذْنِهٖ‌ؕ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ‌ۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖۤ اِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ‌‌ۚ وَلَا يَـٔـُوْدُهٗ حِفْظُهُمَا ‌ۚ وَ هُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيْمُ
Allah — tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerangnya, dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah segala apa yang ada di seluruh langit dan bumi. Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya ? Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka; dan mereka tidak meliputi barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia dikehendaki. Ilmu-Nya meliputi seluruh langit dan bumi; dan tidaklah memberatkan-Nya untuk menjaga keduanya; dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.’

Sebuah Hadith meriwayatkan Hadhrat Rasulullah Saw bersabda, segala sesuatu memiliki puncaknya, dan Surah Al Baqarah adalah puncak dari Al Qur’an; sedangkan satu ayat di dalamnya yang paling mulia adalah Ayatul Kursiy.
Sebuah Hadith lainnya menyebutkan, Rasulullah Saw bersabda, barangsiapa yang membaca 10 (sepuluh) ayat Surah Al Baqarah sebelum tidur – yang salah satunya adalah Ayat Kursiy – maka Syaitan pun tidak akan menghampiri rumahnya hingga keesokan harinya.
Membaca di sini bukan berarti hanya semata-mata membacanya saja, melainkan disertai dengan menyimak, memahami dan merenungkan maknanya dengan baik; serta berusaha mempraktekkannya, kemudian berjanji akan mengadakan perubahan suci di dalam dirinya. Inilah yang sesungguhnya yang dapat membuat Syaitan tetap terikat pada tambatannya.
Kemudian yang dimaksud dengan membaca 10 (sepuluh) ayat Surah Al Baqarah ini, adalah 4 (empat) ayat pertama, yaitu yang menggambarkan ciri khas praktek kehidupan orang-orang muttaqi sejati, 1 (satu) Ayatul Kursiy ini, dan 2 (dua) ayat berikutnya, ditambah 3 (tiga) ayat terakhir dari Surah [Al Baqarah] tersebut.
‘Cobalah perhatikan ayat pertamanya yang dimulai dengan Alif – Laam – Miim, Aku-lah Allah Yang Maha Mengetahui. Kemudian, dzaalikal Kitaabu laaraybafiih, hudanlil muttaqin, inilah Kitab yang sempurna itu, yang tiada satu pun keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang-orang muttaqin. Cobalah simak, betapa elok dan efektifnya Allah Swt telah menyediakan jawaban atas kemungkinan berbagai keraguan yang dapat timbul.
Rujukan pertamanya ditujukan kepada Allah Yang Maha Agung dan Mulia, yang Menciptakan Al Quran Karim. Yakni, Aku-lah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, Ilmu-Nya tiada tertadingi oleh siapapun; Aku-lah Allah, Yang Mewahyukan Kitab Suci ini.
Keagungan Al Quran telah tersirat di dalam pernyataan ayat dzalikal kitabu laa-raybaafi, ialah, Inilah Kitab yang sempurna itu. Yakni, Inilah Kitab yang Mulia nan tiada tara, yang berasal dari wahyu Ilahi. Bersumber dari mata air rohani Dzat yang Baqa dan al-Hakim.
Dengan menampilkannya dalam sebuah Kitabullah, Allah Swt ingin menunjukkan bahwa Kitab [Al Quran] ini berasal dari ilmu Ilahi dengan segala asma-Nya yang mulia, Tiada Sekutu-Nya. Pemilik Ilmu yang Sempurna, al-Ghaib, jauh dari jangkauan mata jasmani manusia.
Seluruh isi Al Quran sangat masuk akal, tak menyisakan sedikit pun keraguan di dalamnya. Makna pencantuman kisah-kisah di dalamnya tidak hanya sekedar cerita lama – sebagaimana Kitab-kitab lain – melainkan argumen lengkap dan masuk akal yang disertai dengan berbagai bukti nyata untuk mencapai maksud dan tujuannya. Dari segi ini saja sudah merupakan suatu mukzizat, bagai sebilah pedang tajam yang siap menebas segala keraguan ataupun kecurigaan, sehingga dapat menghantarkan manusia yang mempelajarinya untuk mengenal Tuhan tanpa harus menerka-nerka, melainkan kepastian akan keberadaan-Nya.
Akan tetapi meskipun demikian agungnya maksud dan tujuan [Al Quran] yang penekanan utamanya untuk memberikan perbaikan rohani, masih berlanjut ke jenjang ke-empat, ialah sebagai sumber petunjuk bagi orang-orang muttaqin. Yakni, dinyatakan di dalamnya, Kitab [Al Quran] ini diwahyukan untuk memberi petunjuk bagi orang-orang yang memiliki fitrat bersih, sehat akal pikirannya, cerdas, ingin mencari kebenaran dan beritikad baik, yang pada akhirnya, niscaya akan menghantarkan manusia sampai pada maqom keimanan yang tinggi, yakni mengakui keberadaan Allah dan menjadi muttaqi sejati’.
Seandainya keempat aspek ini senantiasa diingat ketika membaca Al Qur’an dan ikhlas dalam keimanan, maka niscaya kaum mukminin akan memperoleh petunjuk hidayah dalam memahami keberadaan Allah Swt.
Kembali kepada topik Hikmah Ayatul Kursiy, ayat yang agung ini tersusun dari semua sifat-Nya yang khas.
(1) Allahu laa ilaaha illa huwa, ‘Allah — tiada tuhan lain selain Dia.
Allah adalah sebutan nama yang khas hanya untuk Tuhan manakala seorang mukmin telah yakin sepenuhnya kepada Kekuasaan-Nya yang tak berbatas, sehingga ia pun senantiasa berdzikir kepada-Nya.
Manusia yang bergelimang di dalam berbagai keburukan atau banyak melanggar berbagai perintah Ilahi, yakni tidak memenuhi kewajiban haququllah dan haququl ibad, disebabkan mereka tidak berdzikirullah setiap saat; dan lupa bahwa Allah mengawasi kita setiap waktu.
Allah Taala memberi petunjuk agar setiap orang memahami bahwa barangsiapa memiliki keimanan sejati yang jauh dari nafsu-duniawi, dan berjiwa itaat, itulah corak manusia yang diridhoi Allah; itulah mereka yang siddiq. Inilah yang hendaknya tujuan minimal kita.
Ayat ini menyatakan, mukmin sejati hendaknya hanya mengarahkan wajahnya kepada Allah Yang patut disembah dan Maha Kuasa, oleh karena itu hanya Dia-lah yang patut disembah; mengandalkan hanya kepada-Nya niscaya akan memudahkan kita menjadi pewaris berbagai macam karunia Ilahi, baik di dunia ini maupun di Akhirat nanti......
Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak melakukan kekhilafan dan secara tak sadar menyekutukan Tuhan, melupakan bahwa hanya Dia-lah Tuhan kita......
Dan doa berikut ini, laa ilaaha illa anta subhaanaka inni kuntu min dhaalimiin..., yang artinya, 'Tiada Tuhan selain Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang aniaya’ (21:88), adalah doa yang mustajab yang dapat memberi petunjuk hidayah untuk memahami konsep tentang ‘Allah — tiada tuhan lain selain Dia’.
(2) ‘Al-Hayyi, Al-Qoyyum', Dia Yang Maha Hidup, Yang Mencukupi kebutuhan Dzat-Nya Sendiri, tetapi juga Mencukupi Segala kebutuhan makhluk hidup’.
Allah Yang Maha Hidup menghidupi segala makhluk hidup di alam sekitar kita. Pada setiap insan yang kita saksikan, semuanya memperoleh kehidupan dari Allah Swt; dan jika kita amati dengan seksama, semua yang ada di alam sekitar kita dipelihara dan dicukupi kehidupannya oleh Allah Taala. Ini merupakan satu jaminan bagi kaum mukminin sejati, bahwa keabadian hanya bisa diperoleh melalui fanafillah kepada Allah Yang Maha Hidup, alih-alih mengandalkan kekuatan duniawi, ketika dalam berbagai kondisi krisis. Dinyatakan di dalam Al Quran, wa tawakkal alalhayyilladzii laa yamuutu wa sabbih bihamdih, yang artinya, ‘Dan bertawakkal-lah kepada Dia Yang hidup kekal dan Yang tidak mati, dan sanjunglah Dia dengan pujian-Nya…’ (25:59)......
(3) laa ta'khudzuhu-sinatuw wa laa naum, yakni, ‘Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur’. Seorang mukmin sejati tak akan pernah berpikir bahwa - berbagai sifat Allah yang abadi – dapat menjadi letih atau bersikap abai. Adalah mustahil bagi-Nya menjadi acuh tak acuh terhadap kehidupan para hamba-Nya. Melainkan, sesuai dengan hukum alam dan terkait dengan beberapa sifat-Nya, kadangkala Dia menguji para hamba-Nya, namun Dia pun menyatakan adanya kehidupan yang hakiki bagi mereka........
(4) lahu maafis-samaawaati wa maa fil-ardh, ‘Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi’.
Hal ini menguatkan bahwa tak ada seorang pun yang meragukan bahwa Allah dan rasul-Nya-lah yang akan menang. Dari segi pandangan duniawi hal ini tampak mustahil, atau jauh atau berangan-angan. Akan tetapi Dia telah menyampaikan kepada rasul-Nya,
كَتَبَ اللّٰهُ لَاَغْلِبَنَّ اَنَا وَرُسُلِىْ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ قَوِىٌّ عَزِيْزٌ‏
Allah telah menetapkan, Aku dan rasul-rasul-Ku pasti akan menang. Sesungguhnya, Allah itu Maha Kuat, Maha Perkasa’ (58;22).
Dia menzahirkan janji-Nya meskipun keadaan tampak belum jelas. Dia menyempurnakan janji-Nya, meskipun boleh jadi ada yang berpikir kemenangan tersebut masih jauh. Namun Allah Taala menyatakan, apapun yang ada di langit maupun di bumi adalah milik dan di bawah penguasaan-Nya. Dia mengawasi segala sesuatu. Kematian ataupun kehidupan berada di dalam genggaman tangan-Nya. Segala khazanah yang zahir maupun yang ghaib di bumi ini berada di dalam kekuasaan-Nya. Sekali Dia telah menyatakan Jamaah kaum-Nya yang sejati akan menang, tak ada satu kekuatan lain yang sanggup menahannya; baik kekuatan duniawi ataupun apa yang mereka katakan sebagai kekuatan keagamaan. Akan tetapi hal ini telah dibuat jelas bagi kaum mukminin bahwa kemenangan tersebut dikhususkan bagi mereka yang keimanannya kuat membaja kepada Allah, Pemilik semua asma; Yakni, mereka yang benar-benar hanya menyembah Allah......
(5) mandzalladzi yasfa'u indahu illa bi-idznih, ‘Siapakah yang dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya?’
Tiada syafaat tanpa izin Allah Swt; dan ketika Dia hadir, hanya Rasulullah Saw yang akan diberi izin khusus untuk memberikan syafaat. Rasulullah Saw adalah pemberi syafaat yang sejati, yang akan membersihkan kaum pengikut beliau dari segala keburukan; menjadikan mereka sebagai sebaik-baiknya umat. Jangan hendaknya ada seorang pun yang menganggap syafaat tak berharga (merit). Syafaat adalah benar; yang akan mendinginkan jiwa orang-orang yang egois, membersihkan kehidupan mereka yang bergelimang dalam dosa, kemudian menjadikan mereka hidup dalam keshalihan. Namun bukan berarti syafaat membuat amal shalih sebagian orang lainnya menjadi tidak berharga, melainkan justru menjadi sumber inspirasi untuk beramal shalih lebih baik lagi.
Syafaat Rasulullah Saw dimulai pada kehidupan di dunia ini juga, dan menuntut syarat adanya amal shalih. Tidak seperti konsep penebusan dosa yang memberi peluang kepada perbuatan munkar. Syafaat yang sejati justru mengarahkan manusia untuk beramal shalih. Banyak para sahabah yang istimewa mengakui telah diringankan berbagai kesulitan dan penderitaannya berkat syafaat beliau.
(6) ya'lamu maa baina aydihim wa maa khalfahum, yakni, ‘Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka;’. Artinya, mereka yang tetap hidup bergelimang dalam dosa tidak akan mendapat karunia syafaat baik di dunia ini maupun di Akhirat nanti.
(7) wa laa yukhituna bi-syaiin min ilmihi illa bi-masyaa'i, artinya, ‘Dan mereka tidak meliputi barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki ’. Rasulullah Saw adalah insan yang paling dicintai Allah, dan dikaruniai ilmu yang sebesar-besarnya. Diberi berbagai macam khabar gaib. Banyak hal yang beliau ketahui namun tidak oleh para Sahabah. Tetapi, ilmu yang diberikan kepada beliau tersebut tidak sesempurna dan mencapai ketinggian ilmu Allah Taala.
Kemajuan berbagai ilmu pengetahuan sekarang ini merupakan sebuah bukti, bahwa Allah Taala membuka jalan bagi mereka yang berikhtiar untuk itu. Begitupun dalam dunia rohani, ada berbagai maqom tahapan dalam mencari ilmu samawi yang tak berbatas. Tak ada yang dapat memahami sepenuhnya tata kerja alam semesta atau awal penciptaannya. Namun, manakala Allah telah ridha, Dia pun memberikan sebagian ilmu-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Hal ini hendaknya mengarahkan mereka kepada Tuhan.
(8) wa siy'a kursiyyuhus-samaawati wal ardh, yang artinya ‘Ilmu-Nya meliputi seluruh langit dan bumi;’
Kerajaan Allah meliputi seluruh langit dan bumi. Dia-lah yang menghidupi segala sesuatu dan memberikan ilmunya. Dia memberikan ilmu-Nya sesuai dengan kemajuan dan perkembangan manusia. Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang patut disembah. Sebab, kerajaan-Nya itu bukan hanya meliputi seluruh langit dan bumi, namun juga bertanggung jawab untuk menjaga dan memeliharanya. Dan Dia tidak pernah menjadi letih untuk itu. Manusia ditantang untuk menemukan sesuatu kekurangan di dalam segala ciptaan-Nya, pandang dan pandanglah lagi kalau-kalau ada sesuatu cacad di dalamnya, niscaya engkau tak akan berhasil menemukannya. Apakah semua hal ini tidak cukup untuk mengarahkan kita kepada Tuhan ? Alih-alih memberontak kepada-Nya ?
(9) wa huwal aliyyul adhim, yakni, ‘dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar’. Allah Taala telah menjalankan sistem kehidupan seluruh alam semesta ini sejak awal, jauh di masa lampau tanpa memerlukan satu pun pembantu. Tuhannya agama Islam adalah Pemilik segala sifat; oleh karena itu hanya Dia-lah yang patut disembah.
Semoga Allah Swt mengaruniai kita untuk memahami-Nya dan senantiasa condong dan menjadi abid-Nya yang sejati, serta menerima faedah dari semua asma Ilahi. Amin !

o o O o o
translByMMA / LA060909

Tidak ada komentar: