Kamis, 17 September 2009

“Hikmah Nuzulul Quran”

Dalam Surah Al Baqarah: 186, sebagai bagian awal dari Khutbah Jumah :
Terjamahan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِ‌ۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُ‌ۖ وَمَن ڪَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَ‌ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِڪُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِڪُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُڪۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ
‘Bulan Ramadan ialah bulan yang di dalamnya Al Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata mengenai petunjuk dan Furqan. Maka, barangsiapa di antaramu hadir di bulan ini hendaklah ia berpuasa di dalamnya. Tetapi barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka hendaklah berpuasa sebanyak bilangan itu pada hari-hari lain. Allah menghendaki keringanan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu, dan Dia menghendaki supaya kamu menyempurnakan bilangan itu dan supaya kamu mengagungkan Allah, karena Dia memberi petunjuk kepadamu dan supaya kamu bersyukur.’ (2:186).

Bulan suci Ramadan terkait dengan Al Qur’an Karim, yang Allah Taala nyatakan di dalam ayat ini, yakni keutamaan berpuasa di bulan suci Ramadan juga sehubungan dengan diwahyukannya Kitabullah yang agung, yang berisikan ajaran Syariah yang sempurna, Ayat ini pun mengisyaratkan, hanya sekedar berlapar-lapar puasa dan beribadah di bulan Ramadan tidaklah cukup. Perlu diperhatikan pula untuk membaca Al Qur’an.
Pada bulan Ramadan terakhir di akhir hayat Rasulullah Saw, Malaikat Jibril mewahyukan Al Qur’an seutuhnya 2 (dua) kali kepada beliau. Oleh karena itu, untuk mengikuti Sunnah ini, kita pun berusaha untuk membaca Al Qur’an khatam 2 (dua) kali di bulan Ramadan. Jika dua kali khatam tidak memungkinkan, usahakanlah sekurang-kurangnya satu kali, sisanya upayakan dengan cara mendengar atau mengikuti Dars atau ketika salat Taraweh. Sedangkan mereka yang sibuk bekerja sambil berkendara, dengarkanlah kasetnya. Pendek kata, uasahakanlah berbagai cara untuk dapat membaca dan mendengar tilawat Al Qur’an sebanyak mungkin.
Disamping itu, pelajari pula rincian berbagai perintahnya untuk kemudian dilaksanakan selama sisa waktu setahun pasca-Ramadan, dengan meningkatkan standard kwalitasnya secara bertahap. Hanya dengan cara inilah berarti kita sungguh-sungguh memuliakan keutamaan bulan suci Ramadan.
Hanya sekedar mendengar berbagai khutbah dan nasehat kemudian bertaqwa dan beramal shalih sebagaimana biasanya, jika tanpa disertai pemahamannya yang benar, adalah satu perkara yang lain. Yakni, tidak memperbaiki akhlak dirinya dengan apa-apa yang didapatkannya. Padahal, Allah Taala mengingatkan, orang mukmin sejati adalah: ‘Orang-orang yang kepada mereka Kami berikan Alkitab dan mereka membacanya dan menjalankannya sebagaimana mestinya (follow it as it ought to be followed)…’(2:122)
Al Qur’an hendaknya dibaca sambil direnungkan maknanya kata demi kata dengan dawam dan diupayakan untuk mempraktekkan berbagai perintahnya alih-alih hanya ketika diperlukan. Sehingga tidak dikategorikan sebagai barang sesuatu yang ditinggalkan
Ayat 186, Surah Al Baqarah tersebut mengingatkan kita, Al Qur’an diturunkan sebagai al-huda, yakni, sumber petunjuk, dan al-furqan, yakni, pembeda. Namun, jika tidak dibaca dan dibahas dengan seksama, maka petunjuk pun tidak didapatkan. Juga 'pembeda' antara yang haq dan yang batil tidak dapat difahami. Maka, untuk memuliakan kewajiban berpuasa dengan sebenar-benarnya, setiap mukminin hendaknya membaca Al Qur’an dengan sebenar-benarnya. Berdoa kepada Allah dan berjanji akan membaca Kitabullah berisi ajaran Syariah yang sempurna ini di bulan Ramadan dengan dawam; serta bertekad, setelah Ramadan pun akan meneruskannya serta menjalankan berbagai perintahnya dengan sebaik-baiknya. Dengan cara inilah kita akan memperoleh qurb-Ilahi dan menjadi sebab diterimanya amal ibadah puasa kita.
Barang siapa yang memuliakan ilmu Al Qur’an akan memperoleh kemuliaan di langit. Najat, keselamatan yang sejati bukanlah sesuatu yang akan diberikan nanti setelah mati, melainkan terihat sinarnya pada kehidupan ini juga.
Adalah suatu karunia keberuntungan kita telah bergabung ke dalam suatu Jamaah yang telah berjanji akan berusaha menjalankan ajaran Syariah, dengan mengikuti contoh sunnah Rasulullah Saw, Khataman Nabiyyin (Penghulu segala Nabi). Sementara mereka yang lain tidak mendapatkan hal ini. Karunia kemuliaan inilah yang membedakan kita dengan orang lain; yang membuat kita berusaha untuk sungguh-sungguh memahami ajaran Al Qur’an, menanamkan sikap untuk memuliakannya di dalam qalbu, lalu membuat setiap ucapan dan amal kita merupakan cerminan dari berbagai perintahnya. Jika tidak demikian, maka itulah yang dimaksud dengan 'sesuatu barang yang ditinggalkan'.
Ayat di dalam Surah Al Furqan ini, hendaknya diingat secara serius oleh setiap Ahmadi,
وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَـٰرَبِّ إِنَّ قَوۡمِى ٱتَّخَذُواْ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ مَهۡجُورً۬ا
‘Dan berkata Rasul itu, ‘Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan.’(25: 31).
Semoga Allah Taala memudahkan kita semua untuk menegakkan kerajaan Qur’ani di muka bumi ini dengan cara berusaha melaksanakan pola hidup yang sesuai dengannya. Hanya dengan cara mempraktekkan semua perintahnya itulah yang akan menyelamatkan kita dari memperlakukan Kitabullah agung ini sebagai 'sesuatu yang ditinggalkan'.
Al Qur’an adalah sumber keselamatan hidup.
Sedangkan di antara mereka yang tidak mengindahkannya ialah mereka yang tidak meng-imaninya. Namun, sungguh malang bila mereka yang beriman [kepada Kitabulllah ini] tetapi juga tidak mengindahkannya. Bahkan ada juga yang tidak pernah membacanya. Perumpamaan keadaan mereka ibarat orang yang mengetahui ada sumber mata air pegunungan yang bening, murni, nikmat dan menyegarkan di dekatnya, namun mereka tidak berusaha menghampirinya untuk memanfaatkannya; malah membiarkan diri mereka kehausan. Inilah keadaan yang sungguh jahil. Muslimin sejati hendaknya benar-benar memuliakan 'sumber mata air' ini sebagai karunia Allah yang besar dengan cara mempraktekkan ajarannya. Maka niscaya mereka pun akan menyaksikan betapa Allah Taala membantu menyelesaikan segala macam persoalan mereka.
Adalah tanggung jawab kita untuk melaksanakan ajaran Al Qur’an bertambah-tambah sehubungan dengan peringatan mengenai nasib kaum Muslimin tersebut. Kita harus lekat mempraktekkan berbagai ajaran Al Quran sedemikian rupa hingga dapat membungkam pihak non-Muslim yang bersikap melecehkan disebabkan ulah sebagian kecil kaum Muslimin sendiri yang sudah tidak sesuai. Praktek kehidupan kita hendaknya dapat membuat mereka merubah pikiran. Senyatanya, banyak orang-orang yang mengadakan berbagai presentasi [tentang Islam] di berbagai seminar dlsb, berhasil sedemikian rupa, sehingga mereka orang-orang non-Muslim itupun berkomentar, belum pernah mendengar berbagai aspek tentang Islam yang begitu elok sebelumnya.
Jika kita telah dapat mempraktekkan berbagai perintah Al Quran sebagai bagian hidup kita sehari-hari, maka hasilnya bukan hanya sekedar pernyataan retorik dimulut atau dibahas secara akademis belaka, melainkan akan terlihat suatu contoh amalan yang baik; kita perlu menyampaikan kepada dunia Muslim seumumnya. Jika mereka ingin berbeda dengan kita, silakan saja. Namun, hendaknya jangan mencemarkan Islam dengan mengatas namakan Islam. Renungkanlah berbagai ajaran Al Qur’an dengan seksama. Keadaan kaum Muslimin sebagaimana yang digambarkan oleh contoh yang terus berlangsung hingga saat ini; bahkan ditinjau dari beberapa aspek, semakin memburuk. Sebelum, dan hingga mereka menjadikan ajaran Al Qur’an sebagai niat dan langkah kehidupan mereka, maka segala macam persoalan mereka pun tak akan pernah berkurang.
Orang yang benar-benar memahami Islam bukan hanya sesederhana menggembar-gemborkan namanya saja, melainkan keluhuran akhlak umatnya-lah yang menunjukkan kemuliaan ajaran tersebut.
Tak ada seorang pun yang dapat menafsirkan Al Qur’an dengan sebaik-baiknya jika tidak diajari langsung oleh Allah Taala; yang untuk zaman ini, Dia telah mengajarkannya kepada , seorang wujud yang justru mereka tuduh sebagai pendusta, atau 'dajjal'. Semoga Allah mengasihi mereka, dan semoga pula Allah Taala memudahkan kita untuk mempraktekkan ajaran-Nya dengan lebih baik dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.
Allah Taala juga-lah yang telah memberi petunjuk bagaimana cara memuliakan Al Qur’an sejak langkah awalnya, yakni,
فَإِذَا قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَـٰنِ ٱلرَّجِيمِ
‘Maka apabila engkau hendak membaca Qur’an, mohonlah perlndungan Allah dari Syaitan yang terkutuk.’ (16:99).
Syaitan telah bertekad akan senantiasa menggoda manusia agar jauh dari ketaqwaan, sementara setiap kata di dalam Al Qur’an mengarahkan manusia agar memperoleh petunjuk hidayah. Inilah sebabnya mengapa Allah Taala mewanti-wanti, untuk mendapatkan kedekatan-Nya, sebelum membaca Kitab ajaran-Nya, berdoa-lah dengan sebaik-baiknya agar dilindungi dari berbagai serangan godaan Syaitan, dan agar diberi kemampuan untuk dapat mempraktekkannya. Syaitan akan senantiasa membuat berbagai halangan; maka apabila setiap niat dan langkah untuk itu tidak disertai dengan mohon perlindungan dari godaan mereka, Syaitan pun akan menjegal kita dalam usaha untuk memahami ilmu Al Qur’an, kemudian dia pun menguasai kita. Inilah sebabnya mengapa orang diperintahkan membaca Al Qur’an hanya setelah ber-Ta'awudz. Jika tidak, mereka pun tidak akan dapat memahaminya dengan benar.
Di dalam Surah Al Muzzammil, difirmankan: ‘…Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Dia mengetahui bahwa kamu tidak dapat mengukur waktu dengan cermat, maka Dia mengasihani atas kamu, maka bacalah apa yang mudah dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antaramu yang sakit, dan beberapa lainnya yang sedang bepergian di bumi mencari karunia Allah, dan beberapa lainnya lagi berperang di jalan Allah. Maka bacalah kamu apa yang mudah dari Al Quran, dan dirikanlah Salat.…’ (73:21).
Bagian awal dari ayat ini menganjurkan ibadah Salat Tahajjud. Allah Taala memfirmankan, bacalah apapun yang engkau ketahui. Namun, bunyi bagian ayat, ini selanjutnya, ‘....Maka, bacalah Al Qur’an sebanyak-banyaknya, apa yang mudah bagimu’ bukan berarti apapun yang orang ketahui tentang Al Qur’an cukuplah memadai, melainkan, harus ada usaha untuk mempelajarinya sebanyak mungkin. Adalah sangat penting untuk membaca, memahami dan mempraktekkan ajaran Al Qur’an.
Surah Muzzammil pun menyatakan,
أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلاً
‘.....Atau tambahkan atasnya, dan bacalah Qur’an dengan tartil, dengan bacaan yang baik.’ (73:5). Tilawatkanlah Al Qur’an sedemikian rupa tertib dan tartil-nya sehingga setiap kata yang terdengar jelas dan dapat difahami..
Hadrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, menilawatkan Qur’an dengan tertib dan tartil termasuk ibadah. Suatu Hadith menyebutkan, barangsiapa yang membaca Qur’an tidak tertib dan tartil, bukanlah dari golonganku.
Tercantum di dalam Surah Al Baqarah, ‘…dan ingatlah nikmat Allah kepadamu, dan apa yang diturunkan kepadamu, yakni Kitab dan Hikmah yang dengan itu Dia menasehati kamu…’ (2:232).
Sebelum Al Qur’an dibaca dengan tertib dan tartil, tak akan seorang pun yang akan memperoleh ilmu 'hikmah' sebagaimana yang dijanjikan di dalam ayat di atas. Bagi seorang mukmin sejati, berkesempatan membaca Al Qur’an dengan baik, adalah suatu karunia.
Difirmankan di dalam Surah Sad, ‘Inilah Kitab yang telah kami turunkan kepada Engkau, penuh dengan keberkatan, supaya mereka dapat merenungkan ayat-ayatnya, dan supaya dapat nasihat orang-orang yang berakal.’ (38:30).
Mereka yang beriman kepada Kitabullah [Al Quran] dan membacanya dengan seksama, akan dikaruniai pemahaman khusus; karena Al Qur’an berisikan berbagai peristiwa yang terkait dengan para rasul Allah terdahulu yang Dia menghendaki untuk disimpan untuk sementara; ada yang terkait di masa kehidupan rasul tersebut dan ada juga yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang. Maka adalah tugas kaum ulama untuk mengingatkan dunia agar mempelajari Kitabullah ini dan melaksanakan berbagai perintah di dalamnya. Yakni, mereka mengingatkan orang lain hanya setelah mereka benar-benar mempraktekkan ajaran Al Quran tersebut. .
Difirmankan di dalam Surah Al A’raf, ‘Dan apabila Al Qur’an dibacakan, maka hendaklah kamu mendengarkannya, dan diam-lah, agar kamu dikasihi’ (7:205).
Setiap orang hendaknya sedemikian rupanya memuliakan ajaran Al Qur’an. Kemudian mengestafetkannya kepada anak keturunan mereka. Ada pula sebagian orang yang bersikap tak ambil peduli; yakni misalkan ketika tilawat Al Qur’an ditayangkan di TV. Mereka terus saja berbicara. Seharusnya, mereka segera diam. Atau kalau pembicaraannya penting. Kecilkanlah volume suara TV tersebut.
Di dalam Surah Hud, dinyatakan, ‘Maka tetaplah engkau pada jalan yang lurus sebagaimana yang diperintahkan kepada engkau, dan juga kepada orang telah bertobat beserta engkau, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.’ (11:113).
Berbagai perintah di dalam Al Quran bukanlah hanya untuk Rasulullah Saw saja, melainkan untuk seluruh kaum mukminin, yang di dalam ayat ini, orang-orang yang telah bertobat pun termasuk di dalamnya. Janganlah hanya mengandalkan praktek peribadatan saja; kuasailah juga saripati hikmah [ajaran Al Quran] demi untuk mendapatkan keridhaan Ilahi.
Surah Hud ini menekankan keutamaan wujud Rasulullah Saw, insan kamil contoh sempurna yang diutus untuk seluruh dunia; yang sejarah kehidupannya adalah contoh pemahaman dan pelaksanaan seluruh ajaran Al Qur’an. Kini, talim dan tarbiyat ini tidak cukup hanya sebatas pembahasan saja, melainkan untuk difahami dan dipraktekkan sebagaimana perintahnya.
Surah Al An’am, mencantumkan, ‘Dan inilah Kitab Al Quran yang Kami telah menurunkannya dengan penuh berkat, maka ikutilah dia, dan bertakwalah supaya kamu dikasihani.’ (6:156)
Ayat lain di dalam Surah Al An’am menyatakan, ‘Dan apabila datang kepada engkau orang-orang yang beriman kepada Tanda-tanda Kami, maka katakanlah, 'Selamat sejahtera atasmu !'. Tuhan-mu telah menetapkan atas diri-Nya memberi rahmat, sehingga barangsiapa di antaramu berbuat keburukan karena kejahilan, lalu ia bertobat sesudah itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang’ (6:55).
Ayat ini merupakan indahnya ajaran untuk membangun kedamaian dalam kehidupan berjamaah (bermasyarakat). Di lain pihak, seringkali terjadi perselisihan di dalam keluarga. Maka kita yang telah mengaku sebagai orang Muslim; yakni yang telah bertekad akan melaksanakan ajaran Al Qur’an, diperintahkan di dalamnya untuk sering-sering mengucapkan 'assalamu alaikum' kepada satu sama lain; bukan malah menyaksikan berbagai perselisihan antar sesama saudara. Renungkanlah hal ini baik-baik.
Al Qur’an adalah Kitabullah yang agung, yang memberi petunjuk segala hal. Utamanya untuk meningkatkan derajat maqom kerohanian; untuk memperoleh qurb Ilahi. Oleh karena itu bacalah, dan renungkanlah tarjamah dan tafsirnya, kemudian laksanakanlah perintahnya.
Perhatikanlah Al Qur’an yang telah menerangkan segala hal. Obat mujarab untuk segala macam penyakit rohani. Penawar racun keburukan yang tampak secara lahiriah. Semoga Allah Taala memudahkan kita untuk memperoleh keridhaan-Nya melalui Al Qur’an Karim; dan semoga pula kita dimudahkan untuk mengajarkannya kepada anak cucu kita mengenai keindahan ajarannya dan juga untuk selalu mencintainya. Amin !
o o O o o
modifyedByMMA / LA091009

Tidak ada komentar: