Minggu, 12 Agustus 2012

KHUTBAH IEDUL FITRI


إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
Artinya: ‘Tuhan Kami Allah’ kemudian mereka istiqamah, turun kepada mereka Malaikat-malaikat sambil berkata ;” Jangan kamu takut dan jangan pula kamu bersedih; dan bergembiralah dengan kabar suka tentang Surga yang telah dijanjikan kepada kamu". (Ha Mim Sajadah:31)
Kehidupan manusia kadangkala
diliputi kegembiraan kadang-kadang diliputi kesedihan. Sarana kegembiraan juga terdapat berbagai macam jenisnya. Demikian juga sebab-sebab kesedihan terdapat berbagai macam jenisnya. Baik kegembiraan dan kesedihan itu secara pribadi maupun kegembiraan itu secara keluarga juga. Terdapat kegembiraan dan kesedihan yang dialami oleh Jema’at dan kegembiraan serta kesedihan yang dialami oleh Bangsa atau Negara juga. Dan terdapat kegembiraan secara ruhani juga yang menyangkut dengan Agama. Bagi seorang mukmin yang bertaqwa kemurkaan dan keridhaan Allah swt menjadi sarana kesedihan dan kegembiraan juga baginya.
Pendeknya jenis kegembiraan dan kesedihan itu tidak terhitung banyaknya. Dan juga terdapat banyak sekali penyebab kegembiraan dan kesedihan itu. Akan tetapi kegembiraan dan kesdihan ruhani dan kemurkaan serta keridhaan Alah swt mempunyai kedudukan sangat penting sekali bagi seorang Mukmin sejati. Anak-anak dan kaum kerabat terdekat juga menjadi sarana kegembiraan ruhani bagi orang-orang Mukmin, apabila mereka melihat ta’lim dan tarbiyyat anak-anak mereka tengah mengalami kemajuan. Ibu-bapak, kaum-kerabat dan orang-orang yang mencintai mereka juga merasa gembira sekali melihat mereka. Lebih dari itu Khalifa-e-waqt juga merasa sangat gembira melihat warga Jema’at yang sedang maju itu, yang menjadi sarana bagi kekuatan dan kemajuan Jema’at secara menyeluruh.
Demikian juga anak-anak dan kaum kerabat terdekat menjadi sarana kesedihan, apabila Ibu-bapak dan orang-orang yang mencintai mereka menyaksikan kemunduran atau kerusakan iman dan ruhani mereka. Mereka mengalami kesedihan yang sangat mengherankan, misalnya banyak orang-orang yang mengirim surat kepada saya, surat dari seorang Isteri atau Suami yang menceritakan kegelisahan dan kekecewaan yang mendalam tentang anak-anak mereka, atau tentang kaum keluarga dekat mereka atau kaum keluarga yang mereka cintai sudah menunjukkan lemahnya iman dan jauhnya hubungan mereka dengan ajaran Agama, yang telah membuat kami sangat gelisah. Mereka memohon do’a agar keadaan mereka menjadi berobah. Kebanyakan diantara anak-anak mereka sangat berubah dan akhlak mereka menjadi rusak. Dengan menyaksikan keadaan yang tidak wajar dan tidak menyenangkan itu akhirnya mereka berkata : Kami tidak mempunyai hubungan lagi dengan mereka. Jika anak-anak itu sudah menyimpang dari Jema’at atau dari Agama maka hubungan kami dengan mereka-pun menjadi terputus. Seperti itulah mereka menulis surat dan seperti itu pula berkata, sehingga saya tahu benar bahwa dengan menyatakan demikian dan menyatakan hubungan sudah terputus, kesedihan mereka telah mencapai puncak yang sangat memprihatinkan sekali. Kejadian demikian karena kesalahan manusia sendiri yang telah membuat jatuhnya iman dan rusaknya moral.
Apabila seseorang sudah sadar dan mata mulai terbuka baru berkata sambil mengusap dada; Aduhai mengapa sampai begini keadaan iman dan moralku! Maka pada waktu itu manusia jatuh terbenam kedalam kesedihan yang sangat mendalam. Apabila kesalahan itu karena tidak menghormati peraturan Jema’at atau disebabkan merampas hak-milik orang lain, lalu mendapat hukuman, maka barulah timbul kesadaran: Sekarang aku sedang jatuh terperosok kedalam jurang kehancuran. Barulah mereka mulai mengirim surat-surat kepada saya, merengek meminta dima’afkan. Mengirimkan pernyataan yang kuat dan sangat memprihatinkan sekali, hati mereka menggelepar laksana ikan dilempar kedarat dan berkata: Aduhai! Kami sudah terbuang dari Jema’at. Kami terputus dari ikatan dengan Jema’at! Dunia kami juga telah menjadi gelap!! Dengan karunia Allah swt kesadaran seperti itu terdapat pada orang Ahmady yang hatinya mempunyai kecintaan terhadap Jema’at dan mempunyai rasa takut terhadap Allah swt. Dan, illa masya Allah, kesadaran seperti itu tertanam didalam hati setiap orang Ahmady. Dan apabila kesalahan mereka telah dima’afkan, maka timbullah kegembiraan yang sangat meluap-luap didalam keluarga itu laksana Hari Ied bagi mereka’
Maka, pesta pora dan kehidupan tamasya-ria adalah sarana kegembiraan bagi orang-orang dunia. Akan tetapi bagi orang-orang yang takut kepada Allah swt dan bagi orang-orang yang mengharapkan keridhaan-Nya dan bagi orang-orang Ahmady yang telah beriman kepada Imam Zaman a.s. ada pesan dari Allah swt dan Rasul-Nya saw, bahwa kegembiraan yang hakiki bagi mereka adalah apabila kehidupan dunia akhirat mereka sudah terpelihara dan hubungan mereka sudah terikat sangat erat dengan Jema’at. Itulah sarana kegembiraan hakiki bagi mereka. Akan tetapi jika masuk kedalam Jema’at Ahmadiyyah hanya dengan menyatakan diri bai’at saja, atau hanya dengan mencatatkan diri kepada Jema’at, apakah cukup untuk mendapatkan kegembiraan yang hakiki, atau menjadikan laksana Ied kita setelah setiap hari berpuasa? Tidak, sama sekali tidak! Melainkan untuk itu sangat diperlukan adanya hubungan hakiki dengan Agama, hubungan hakiki dengan Allah swt, dan dengan taubah hakiki dimohon kepada Allah swt setiap waktu. Dan harus paham juga apa yang dimaksud dengan taubah hakiki itu. Dan harus faham juga perkara apa saja yang sangat diperlukan untuk meraih keridhaan Allah swt agar memperoleh kegembiraan hakiki yang berkekalan.
Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Kegembiraan hakiki bagi manusia adalah hari bertaubah.” Tentang itu beliau a.s. bersabda: Semua orang harus ingat bahwa Allah swt telah menetapkan suatu hari yang dipandang sebagai hari bergembira-ria didalam Islam. Dan didalam hari itu Allah swt menurunkan berkat yang lebih menakjubkan dari semua hari, yaitu hari Jum’ah. Karena hari itu mengandung berkat sangat besar sekali. Demikian juga didalam Islam terdapat dua hari Ied yang dirayakan dengan penuh gembira. Dan didalam kedua Ied itu juga Allah swt menanamkan berkat-berkat mengherankan sekali. Akan tetapi ingatlah! Sungguhpun didalam kedua Ied berasingan itu mengandung Berkat dan menjadi Hari yang menggembirakan, akan tetapi ada satu hari lain lagi yang lebih berberkat dari semua dan hari itu juga adalah hari bergembira-ria.
Namun sangat disesalkan sekali sebab manusia tidak banyak mengharapkan kedatangan hari itu dan tidak pula mereka mencarinya. Sebab jika manusia tahu betapa berberkatnya hari itu tentu mereka menaruh banyak perhatian kepadanya, sebab hari itu sangat nubarak sekali dan terbukti sebagai hari yang sangat menguntungkan sekali bagi mereka, sehingga manusia menganggapnya sebagai ghonimah. Hari apakah itu, yang kedudukannya jauh lebih baik dari hari Jum’ah dan dari kedua Hari Ied dan hari itu Hari yang sangat Mubarak? Sekarang aku beritahu, yaitu Hari bertaubah manusia. Hari yang lebih baik dari setiap hari Ied. Mengapa? Sebab Catatan semua perbuatan dosa yang dapat menjerumuskan manusia kedalam Jahannam dan membawa manusia kedalam kancah kemurkaan Ilahi, semuanya dicuci bersih sampai terhapus semuanya. Dan semua dosa-dosanya dima’afkan. Maka tidak ada hari Ied yang lebih besar dari Hari itu bagi manusia, yang memberi najat atau keselamatan dari Neraka Jahannam atau dari kemurkaan Allah swt yang kekal-abadi. Orang berlumuran dosa kemudian bertaubah dan sebelumnya ia jauh dari Allah swt dan telah menjadi sasaran Kemurkaan-Nya, sekarang dengan karunia-Nya ia menjadi dekat kepada-Nya dan ia telah dijauhkan dari Azab dan dari Neraka Jahannam. Jadi, betapa beruntungnya orang yang mendapatkan Hari berberkat itu.”
Bagaimana taubah itu harus dilakukan?
Dalam menjelaskan hal itu Hadhrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. bersabda:” Apabila manusia bertaubah, ia harus bertaubah secara murni. Sesungguhnya taubah itu adalah rujuk. Bertaubah atau istighfar hanya dengan mulut saja hanya merupakan adat kebiasaan, tidak membawa faedah apapun. Oleh sebab itu Allah swt tidak berfirman: Taubah, taubahlah dengan mulut. Melainkan Dia berfirman: Rujuk-lah kalian sebagaimana kamu harus rujuk dengan sebaik-baiknya. Dan apa artinya rujuk itu? Rujuk artinya kembali atau pulang ketempat asal.
Disebabkan angan-angannya buruk dan amal perbuatannya juga buruk, manusia menjadi jauh dari Allah swt. Atau ia telah terjerumus kedalam perangkap Syaitan. Namun apabila perhatian manusia secara tetap selalu bertaubah kepada Allah swt dan ia terus-menerus berusaha untuk menyelamatkan diri dari godaan Syaitan dan selalu mendekatkan diri hanya kepada Allah swt sambil memohon pertolongan hanya kepada-Nya maka itulah yang disebut taubah (rujuk) hakiki.
Selanjutnya beliau a.s. bersabda: Dalam arah yang berlawanan manusia meninggalkan arah yang satu beralih kepada arah lain yang berlawanan, atau meninggalkan arah timur lalu menuju kearah barat, atau meninggalkan arah Utara lalu beralih kearah Selatan, maka akhirnya tempat yang pertama itu akan semakin menjauh dan arah yang dia tujupun akan semakin mendekat. Itulah maksud dari pada Taubah itu. Yakni apabila manusia rujuk kepada Allah swt dan setiap hari melangkah kearah-Nya maka sebagai natijahnya ia akan menjauh dari Syaitan dan ia menjadi dekat dengan Allah swt. Sesuai dengan kenyataan, barangsiapa yang sudah dekat dengan seseorang, dia mendengar apa yang dikatakan olehnya. Oleh karena itu manusia seperti itu, keadaannya sudah jauh dari Syaitan dan dia menjadi dekat dengan Allah swt. Dan karunia serta barkat-barkat Allah swt turun kepadanya. Dan noda kotor akibat perbuatan akhlak rendahnya dicuci bersih oleh-Nya.
Jadi maksud dan tujuan inilah yang harus kita usahakan untuk mencapainya. Dan kegembiraan atau kesedihan tidak terbatas hanya karena kesulitan-kesulitan secara zahir atau mendapat ni’mat-ni’mat atau mendapat peringatan berupa ancaman atau pengampunan dari Jema’at. Melainkan kesedihan hakiki adalah kesedihan karena kemurkaan Allah swt. Dan kegembiraan hakiki adalah mendapat keridhaan Allah swt dan terkabulnya permohonan taubah. Oleh sebab itu setiap orang Ahmady harus berusaha dengan penuh perhatian untuk meraih kedudukan seperti itu. Bahwa kita ingin mendekat dengan Allah swt dan menjauh dari Syaitan, barulah usaha itu akan berhasil mendapat kegembiraan yang hakiki. Dan barulah kita akan menjadi orang-orang yang merayakan Ied hakiki. Sebab karena taubah itulah yang dapat membawa kita menjadi orang yang dicintai Allah swt dan menjadi dekat dengan-Nya. Apabila Allah swt mulai mencintai hamba-Nya maka tidak ada kegembiraan yang lebih besar dari itu baginya.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda:” Taubah hakiki membuat manusia menjadi kekasih Tuhan. Dan dengan taubah itu manusia mendapat taufiq untuk mensucikan dirinya. Sebagaimana Allah swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai (menjadi sahabat) mereka yang banyak bertaubah dan Dia mencintai (menjadi sahabat) orang-orang yang menjaga kebersihan dirinya (orang-orang yang bersih dari pada dosa-dosa).(Al Baqarah ayat 223).
Taubah adalah suatu perkara yang apabila dilakukan dengan ketentuan-ketentuannya yang murni maka didalam diri manusia akan tertanam benih-benih kesucian yang mewariskan kebaikan-kebaikan kepadanya. Sesuai dengan itu Hadhrat Rasulullah saw telah bersabda: Orang yang bertaubah dari dosa-dosanya seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa apapun. Yakni semua dosa yang telah dilakukan sebelumnya dima’afkan. Menjadi sebuah perjanjian dengan Allah swt untuk sulah (damai) dan catatan yang baru akan dimulai. Dosa-dosa yang lalu dima’afkan, perhitungan baru akan mulai dibuka.
Jadi, jika usaha taubah dilakukan seperti itu maka tidak ada hari kegembiraan yang lebih besar dari itu, bahwa setelah Allah swt mengampuni semua dosa-dosa kita di masa lampau Dia menjadi sahabat kita. Allah swt membuat kita menjadi pewaris kebaikan-kebaikan yang telah Dia perintahkan untuk mengamalkannya. Apabila Allah swt telah menjadi Sahabat kita maka setiap benda yang tidak disukai Allah swt kitapun membencinya. Dan kita mencintai setiap benda yang menjadi kesayangan Allah swt.
Jadi seorang mukmin yang mencari keridhaan Allah swt akan berusaha untuk melakukan amal perbuatan yang telah diperintahkan Allah swt untuk mengamalkannya. Disertai rasa takut dan gentar seorang mukmin hakiki yang mencari keridahaan Allah swt akan selalu mewaspadai perintah-perintah dan juga larangan-larangan Allah swt. Akan selalu mencari perintah-perintah yang telah diwajibkan Allah swt untuk melakukannya agar ia dapat melaksanakan sepenuhnya. Dan akan selalu mencari peraturan-peraturan yang Allah swt melarang melakukannya agar terhindar dari padanya. Supaya Allah swt Yang telah mengeluarkan aku dari keburukan kepada kebaikan dan Yang telah mema’afkan dosa-dosa-ku dimasa lampau, jangan menjadi marah disebabkan suatu perbuatan buruk-ku. Sekalipun keprihatinan manusia itu tersembunyi didalam fikirannya, namun keprihatinan itu timbul karena terdorong rasa takut kepada Allah swt, yang terus-menerus meng-arah kepada taubah. Sesungguhnya rasa prihatin itu membawa kegembiraan baginya, sebab kesedihan ini adalah stándar kesedihan yang dapat meraih kedudukan hamba Allah swt yang hakiki. Kesedihan ini adalah jalan baru untuk mencari kecintaan Allah swt yang akan membawa beribu bahkan beratus ribu kegembiraan. Maka kesedihan itu bukan timbul karena suatu kesulitan atau keburukan, melainkan kesdihan demi menegakkan kecintaan Allah swt kepadanya yang telah ia perolehnya. Kesedihan semacam itu berfungsi untuk memelihara kehidupan dunia dan akhirat. Kesedihan itu demi meningkatkan kegembiraan Ied. Sebetulnya hal itu bukan kesedihan melainkan harapan dan semangat untuk meraih kecintaan Allah swt.
Sebagaimana Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: is fikr mein rahte hein roz u shab, keh razi ko dildaar hota hei kab? "Menggantang selalu dalam fikiran siang malam. Namun kapankah kecintaan itu menjelma?"
Jadi, alangkah baik nasib orang itu, yang kesedihannya juga dirasakan demi meraih keridahaan Allah swt. Dan untuk itu do’a yang keluar dari lubuk hatinya telah menggoncang Arasy Ilahi. Di dalam bulan suci Ramadhan itu banyak sekali do’a-do’a dan usaha yang dilakukan untuk meraih kecintaan dan ridha Allah swt dan banyak do’a-do’a yang dipanjatkan untuk meraih kasih sayang Allah swt, dan banyak usaha untuk menerapkan amal saleh sesuai dengan kehendak Allah swt. Maka alangkah baik nasib orang yang berusaha keras untuk itu semua, sebab Ied hakiki adalah Ied orang-orang yang berusaha keras seperti itu.
Demikianlah orang-orang yang memahami makna Rabbunallah, dan mendendangkannya juga. Dan orang-orang yang memahami betul makna Rabbunallah atau mendendangkannya dengan suara keras maka merekalah yang meraih Ied hakiki itu. Dan Ied hakiki seperti itulah yang orang-orang mukmin harus berusaha meraihnya. Sekarang jika pada Hari Ied ini kita menyadari bahwa peringkat Ied yang harus kita raih tidak berhasil meraihnya, maka sekarang juga kita harus segera berusaha melakukan taubah hakiki dengan perhatian sepenuhnya. Dan Ied ini telah mengingatkan kita untuk berjanji, bahwa mulai hari ini kita akan menjadikan setiap tutur kata dan setiap amal akan dijadikan sarana untuk meraih keridhaan Allah swt. Dan akan bertaubah yang sesungguhnya kepada Allah swt sambil merundukkan kepala dihadapan-Nya. Maka membaca Astaghfirullaha Rabbi min kulli dzanbin wa atubu ilaih yang keluar dari lubuk hati yang ikhlas dan dengan do’a yang khusyu akan menciptakan Ied hakiki seperti yang telah dijelaskan oleh Hdhrat Imam Mahdi a.s. Akan tetapi sebagaimana telah saya katakan dan Hadhrat Imam Mahdi, Masih M au’ud a.s. juga bersabda bahwa taubah atau rujuk (kembali) kepada Tuhan harus dilakukan dengan segala kekuatan yang ada, sambil meninggalkan semua kelemahan-kelemahan dan selalu maju kedepan mencari keridhaan Allah swt.
Selalu mencari perintah dan larangan Allah swt yang terkandung didalam Alqur’anul Karim. Selalu mencari hukum-hukum yang Allah swt perintahkan untuk mengamalkannya. Dan mencari hukum-hukum Allah swt yang dilarang mengamalkannya agar terhindar dari padanya. Sebab taubah sejati yang dikabulkan oleh Allah swt adalah mengamalkan semua kebaikan dan berusaha menghindari semua perbuatan yang dilarang. Apabila sudah yakin bahwa semua kegembiraan duniawi ini hanya bersifat sementara, maka dengan menjalin hubungan erat dengan Allah swt dapat menjadi pewaris kegembiraan dan kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat yang sifatnya kekal. Dialah Tuhan yang di tangan-Nya terletak semua kegembiraan. Dialah Allah yang karena kemarahan-Nya semua keadaan duniawi dan ukhrawi menjadi gelap gulita dan semua bukit kesedihan menjulang tinggi. Maka menjalin hubungan erat dengan Tuhan secara kekal dan menjadi hamba-Nya yang hakiki menjadi sarana untuk meraih kegembiraan yang sejati. Jadi, hal itu semua harus selalu timbul di dalam pikiran kita.
Ayat Alqur’an yang telah saya tilawatkan pada permulaan khutbah ini Allah swt mengingatkan kita kearah pokok pembicaraan itu semua, bahwa Allah adalah Rabb kita. Pernyataan ini menjauhkan ketakutan dan kesedihan. Namun dijelaskan bahwa hanya dengan slogan atau dengan mulut saja berkata ‘Tuhan kami adalah Allah’ tidak dapat menjauhkan ketakutan dan kesedihan. Melainkan pernyataan ini harus dengan hati yang teguh dan tetap secara dawam, tidak cukup hanya satu kali atau beberapa hari atau hanya dengan mulut menyatakan demikian atau hanya di bulan Ramadhan saja banyak memanjatkan do’a sambil menyatakan ‘Rabbunallah’ Tuhan kami adalah Allah. Harus menyatakan dengan tetap dan dawam serta harus menunjukkan istiqamah dan istiqlal.
Jika sudah memperoleh istiqlal maka semua keburukan akan dibencinya dan usaha kearah kebaikan akan menjadi perhatiannya. Seperti dalam Khutbah Jum’ah yang lalu saya jelaskan mengenai sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bahwa apabila seorang hamba mendahulukan setiap kebaikan demi meraih keridhaan Allah swt maka dengan mengucapkan Rabbunallah menganggap Rabbubiyat Allah swt itu lebih tinggi dari segala jenis rabbubiyyat. Maka barulah dipahami bahwa Allah adalah nama Yang Agung, Dia diutamakan dari segala benda lain. Dan apabila Allah swt diutamakan dari semua benda lain dan secara tetap dan istiqamah manusia tunduk kepada-Nya dan setiap sa’at berusaha meraih keridhaan-Nya, selalu berusaha mengamalkan hukum-hukum-Nya, maka istiqamat itu menjadi nama keagungan baginya. Sehingga keadaan hubungan manusia dengan Tuhan menjadi sangat erat dan kuat sekali. Apabila kedua-duan nama keagungan itu bertemu maka akan dirasakan lezatnya berdo’a juga. Dan pada waktu itu seruan Allah swt: ud’uni astajiblakum yakni mohonlah kepada-Ku maka Aku akan mengabulkan do’a kamu, akan dirasakan lezat sekali. Pengalaman rasa lezat demikian akan menjadi pengalaman yang sangat mengherankan sekali.
Maka bagi seorang mukmin lezatnya Ied hakiki akan dirasakan sangat istimewa sekali apabila do’a-do’anya dikabulkan oleh Allah swt, apabila ia memanjatkan do’a itu disertai keperihan hatinya. Pada bulan Ramadhan banyak dari kita yang selalu bangun di tengah malam memanjatkan do’a seperti itu. Dengan karunia Allah swt kita lihat anak-anak muda kita juga mempunyai semangat untuk memanjatkan do’a sambil duduk i’tikaf di mesjid. Disebabkan terbatasnya tempat terpaksa banyak anak-anak muda kita yang ditolak permohonan mereka untuk i’tikaf. Walhasil, kegiatan dan semangat beribadah didalam bulan Ramadhan timbul didalam diri setiap orang. Apabila keadaan mereka sudah mencapai istiqamah maka hakikat Rabbunallah juga dapat diperoleh.
Lezatnya diwaktu memanjatkan do’a-do’a kepada Allah swt dan lezatnya diwaktu mendapat pengabulan do’a dari Allh swt tentu lain lagi rasanya. Hakikatnya setiap orang mu’min harus berusaha meraih Ied hakiki seperti itu sebab ia diiringi khabar suka tentang Surga yang akan dianugerahkan oleh-Nya. Sebab diakhir ayat itu Allah swt berfirman: bergembiralah dengan Surga yang telah dijanjikan kepada-mu. Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: “ Yang dimaksud dengan Surga disini adalah Surga dunia”. Di dunia ini juga Allah swt menyediakan sarana kegembiraan bagi orang-orang um’min dengan menyaksikan kemaqbulan do’a-do’a mereka. Orang-orang yang telah menjalin hubungan hakiki dengan Allah swt, maka didunia ini juga Surga diperlihatkan kepada mereka. Betapa baik nasib mereka itu. Surga didunia-lah yang menjadi sarana khabar suka bagi Surga diakhirat nanti.
Di dalam dan setelah usai bulan Ramadhan banyak sekali para anggota Jema’at yang menulis surat kepada saya menceritakan do’a-do’a yang dipanjatkan selama Ramadhan dan tentang karunia Allah swt yang turun kepada mereka. Jadi Ied hakiki itu adalah apabila telah berhasil menjalin hubungan erat dengan Allah swt. Dan Ied seperti itulah yang harus dicari oleh setiap orang sehingga menyatakan Rabbunallah (Tuhan kami Allah) meresap betul di dalam hati sanubari. Dan raihlah kelezatan seruan ud’uni astajiblakum juga. Jika tidak, ibadah Ramadhan hanya menunggu datangnya Ied untuk bersuka ria, berpesta pora, memakai pakaian baru dan sebagainya, maka Ramadhan itu akan berlalu tanpa mendatangkan berkat apapun. Dan Ied seperti itu hanya menzahirkan kegembiraan secara zahiriyah saja namun kosong dari kabar suka tentang Surga. Kosong dari hubungan yang khas dengan Allah swt yang menjadikan tangan hamba-Nya menjadi tangan-Nya dan kaki hamba-Nya menjadi kaki-Nya. Sebagaimana terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Hadhrat Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw bersabda: Allah swt berfirman barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan untuk berperang dengannya. Hamba-Ku sangat dekat kepada-Ku dengan mengamalkan yang telah Aku wajibkan. Dan hamba-Ku menjadi sangat dekat dengan-Ku melalui nawafil sehingga Aku mulai mencintainya. Maka Aku menjadi kupingnya yang dia gunakan untuk mendengar, menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang ia gunakan unytuk memegang dan Aku menjadi kakinya yang ia gunkana untuk berjalan. Jika ia meminta sesuatu maka pasti akan Aku beri kepadanya. Jika ia meminta perlindungan maka pasti Aku beri perlindungan dan Aku tidak merasa ragu-ragu dalam pekerjaan apapun kecuali diwaktu mencabut nyawa seorang um’min yang tidak menghendaki kematian.
Maka orang beruntung nasibnya di antara kita adalah orang yang ibadah Ramadhan-nya menghasilkan kegembiraan seperti itu. Allah swt tidak menutup jalan nikmat hamba-hamba-Nya. Rahmat-Nya sangat luas sekali dan meliputi setiap benda. Pintu-Nya selalu terbuka untuk bertemu dengan-Nya baik didunia ini maupun di akhirat nanti. Jika manusia menghadap kepada Allah swt sambil bertaubah dan menunjukkan rasa takut kepada-Nya maka Allah swt menyambut dan merangkulnya. Dia mendapat Surga di dunia dan di akhirat juga. Sebagaimana firman-Nya:

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
Artinya : Orang yang takut kepada keagungan Rab-nya baginya ada dua buah Surga, di dunia ini juga dan di akhirat nanti (Ar Rahman ayat: 47) Hanya orang demikian yang takut kepada Allah swt bahwa Allah swt Pemilik segala kekuatan. Ia mempunyai pengertian yang sesungguhnya tentang Allah swt dan slogan Rabbunallah dikumandangkannya dengan suara tinggi dan sambil menunjukkan istiqamah dia mengikat hubungan hanya dengan Allah swt.
Diketahui dari Hadis bahwa qurub Allah swt yang dihasilkan oleh manusia melalui ibadah fardu dan nawafil maka Allah swt mulai mencintai-nya, dan bagi manusia tidak ada Surga yang lebih besar dari itu. Maka didalam suasana Ramdhan melalui ibadah nawafil kita harus berusaha meraih qurub dan kecintaan Allah swt. Dan sebagaimana Allah swt berfirman di dalam Hadis itu bahwa barangsiapa yang memusuhi wali atau sahabat kecintaan-Nya maka Dia mengumumkan untuk berperang dengan-nya. Hamba itu berada di bawah naungan-Nya. Apabila keadaan seorang hamba sudah demikian disisi Allah swt maka setiap hari menjadi Ied baginya. Karena itu perlu sekali untuk memahami kedudukan Ied setelah Ramadhan atau disebut juga Iedul Fitr atau Ied yang disebut Ied Qurban. Maksudnya bukan dihimbau kepada kedua Ied ini melainkan dihimbau kepada Ied yang tidak akan pernah berakhir. Dan Ied ini dapat diraih melalui istiqamat secara tetap menjadi hamba milik Allah swt. Ied ini dapat diraih dengan pengurbanan yang terus-menerus tanpa putus. Ied ini dihasilkan berkat menunaikan ibadah-ibadah fardhu. Ied ini dihasilkan berkat menunaikan ibadah nawafil sebagai hiasan bagi iabadah-ibadah fardhu. Ied ini dihasilkan berkat memenuhi perjanjian-perjanjian sekalipun sedang menghadapi perlawanan keras dari pihak para penentang Jema’at. Ied ini dihasilkan berkat kuatnya hubungan dengan Allah swt sekalipun banyak tantangan dan godaan-godaan Syaitan yang berusaha mengelincirkan iman. Kegembiraan Ied ini dihasilkan berkat kuatnya berpegang teguh kepada tali Allah swt secara terus-menerus.
Jadi, Ied ini dihasilkan berkat usaha yang telah kita lakukan di dalam bulan Ramadhan dengan bangun di malam hari dengan niyat yang tulus banyak memanjatkan do’a dan berzikir kepada Allah swt. Dalam bulan Ramadhan demi meraih keridhaan Allah swt kita telah menahan diri di waktu siang hari dari bermacam-macam makanan dan minuman dan dari perkara-perkara yang jaiz (diperbolehkan). Di dalam bulan Ramadhan demi meraih kasih sayang Allah swt kita telah membelanjakan harta demi membantu keperluan saudara-saudara kita yang tidak mampu dan juga untuk kepentingan Agama. Dari semua perkara kitu yang telah menciptakan adat kebiasaan yang baik dan melakukan semua itu secara dawam adalah istiqamah dan itulah ciri keunggulan seorang Mukmin yang menjadi kabar suka bagi mendapatkan Surga dan menjadi pemicu untuk meraih Ied hakiki.
Semoga Allah swt menjadikan kita penerima kabar yang menggembirakan itu dan semoga Ied kita ini menjadi Ied hakiki dan semoga Allah swt sendiri menjadi Pembalas kejahatan para penentang dan musuh-musuh kita. Semoga kita menjadi orang-orang berjaya meningkatkan martabah keruhanian baru yang tinggi. Dan mendapat karunia untuk menyaksikan kemajuan-kemajuan baru Jema’at Ahmadiyyah yang lebih gemilang.

































Tidak ada komentar: