Kamis, 19 Juli 2012

Perbanyak Istighfar, Taubat dan Ta’awudz

yang artinya, ‘...Yang mengajarkan agar kamu jangan menyembah selain [kepada] Allah. Sesungguhnya aku bagi kamu adalah sebagai pemberi peringatan (Nadzir), dan pembawa kabar suka (Basyir) dari-Nya; Dan supaya kamu memohon ampun kepada Tuhan-mu, kemudian kembalilah kepada-Nya. [Maka] Dia akan menganugerahkan barang-barang perbekalan yang baik kepada kamu hingga saat yang ditentukan, dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berhak untuk menerimanya. Dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut atas kamu terhadap azab Hari yang dahsyat.’ (Q.S. 11 / Hud : 3 & 4)
Dunia sekarang ini tengah dilanda banyak ketegangan dan kekacauan (fasad) dalam berbagai bentuknya.
Ini disebabkan manusia telah melupakan tujuan utama diciptakannya oleh Allah, ialah untuk beribadah dan senantiasa berusaha untuk memperoleh qurb Ilahi, yang tak akan dapat dicapai tanpa beribadah kepada-Nya. Namun, menyembah Allah di sini bukan hanya berupa Salat Lima Waktu belaka, melainkan [sedemikian rupanya hingga memperoleh ganjaran]: ‘...yumatti’ukum mataa’an hasanan ilaa ajalim-musamman… Yakni, mendirikannya dengan dawam, tepat waktu, tertib, khusyu dan sepenuh ikhlas. Juga mempertimbangkan Allah dalam segala perkara, dan selalu berusaha untuk menerapkan Sifat-sifat Allah Swt di dalam dirinya. Kemudian mengikuti contoh tiap segi uswatun hasanah Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw, termasuk menerapkan Sifat-sifat Allah Taala dalam lingkup urusan insaniyatnya. Lalu berusaha dengan baik-baiknya untuk memenuhi kewajiban haququllah dan haququl ibad. Dengan mempraktekkan kesemua aspek tersebut itulah seorang Mukmin haqiqi dapat melaksanakan tujuan utama kehidupannya untuk beribadah kepada Allah.
Menerangkan sari pati ajaran Al Quran Karim, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda:‘…ta’buduu illaallaah !, yakni, ‘…sembahlah hanya Allah Subhana wa Taala saja…’. Ini semata-mata disebabkan tujuan utama diciptakannya manusia adalah untuk beribadah, sebagaimana telah dinyatakan di tempat lain di dalam Al Quran: yakni, ‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.’ (Q.S. 51 / Ad Dhariyat : 57). Ibadah yang haqiqi adalah jika insan atau ahli ibadahnya sudah berhasil menghilangkan segala kekasaran dan kedegilan di dalam qalbunya sedemikian rupa, seumpama seorang petani yang menyiapkan ladangnya. Atau bagai seorang tabib ahli mata yang mampu meracik ramuannya sedemikian halus sehingga nyaman ketika dipakai. Begitu pula kondisi ibadah yang haqiqi, yakni, yang telah berhasil memberihkan lahan qalbunya dari segala bentuk bebatuan, kerikil dan kekasaran, sehingga terbentuklah jiwa yang suci murni.
Sebagaimana kaca cermin yang selalu dibersihkan, maka orang pun dapat mengaca dengan sempurna. Atau, lahan pertanian yang disiapkan sedemikian rupa, sehingga berbagai tanaman buah-buahan pun dapat ditanam dan tumbuh dengan subur. Oleh karena itu, manusia yang diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya, sudah sepatutnya untuk senantiasa memberihkan qalbunya dari bebatuan, kerikil dan kekasaran. Sehingga, ia pun dapat menyaksikan Allah Taala.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. lebih lanjut bersabda: ‘Inilah mengapa sebabnya engkau jangan pernah merasa tenteram hingga qalbu engkau terisi oleh hanya Allah Swt saja. Yakni bersih dari segala bebatuan dan kerikil. Laksana cermin yang jernih, atau lensa mata yang halus.’ Jadi, setiap insan hendaknya berusaha terus menerus untuk mencapai kondisi tersebut. Untuk melindungi diri dari berbagai godaan di sekitar kita, dan juga untuk memperoleh fazal karunia Ilahi, diperlukan habluminallah dengan sepenuh ikhlas. Umumnya manusia tak langsung terlibat ke dalam berbagai bentuk kemudharatan. Melainkan, lingkungannyalah yang mempengaruhi sedemikian rupa, sehingga tanpa disadari, ia pun menjadi bagian dari ke-fasadan tersebut.
Contoh nyatanya yang luas adalah penganiayaan terhadap kaum Ahmadi di seluruh dunia. Khususnya di Pakistan. Yakni mereka yang tidak mengetahui hakekat [Islam] Ahmadiyah, [disebabkan fatwa dan peraturan perundangan pemerintahnya] ikut-ikutan menanda-tangani selebaran berisi hujatan kasar terhadap Hadhrat Imam Mahdi a.s. Sehingga alih-alih agar memperoleh qurb kedekatan Ilahi yang haqiqi, nyatanya ibadah mereka itu bertujuan untuk mendapatkan kedekatan dengan orang-orang duniawi. Jadi, fasad atau kerusakan di bidang agama telah mencampakkan [kesadaran] mereka untuk melaksanakan kewajiban terhadap haququllah dan haququl-ibad.
Inilah apa yang terjadi di dalam tarikh agama. Yakni, manakala sudah terjadi fasad kerusakan di dalam agama, maka Allah Taala pun mengutus rasul-Nya, untuk meng-inqillab manusia, atau memberi nadzirah agar mereka menyembah Allah dengan sebenar-benarnya. Yakni, Allah Taala mengutus Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw untuk mengajari manusia kiat beribadah kepada Allah, melalui diri beliau Saw, sang insan kamil yang telah berhasil menyerap Sifat-sifat Allah Swt dengan peringkat yang sempurna, sebanyak kemampuan seorang insan untuk dapat menyerapnya. Allah Taala telah memerintahkan: Contoh Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw adalah uswatun hasanah bagi kita untuk diikuti, sebagai jalan lurus untuk mencapai Ilahi. Jadi, hal ini tidak sesederhana Salat-salat beliau itulah ibadah. Melainkan, setiap perkataan dan setiap perbuatan beliau Saw merupakan citra dari ibadah yang haqiqi. Inilah yang dimaksudkan dengan agama telah disempurnakan dengan adanya Syariah [Islam] yang diwahyukan melalui diri beliau Saw. Namun, Allah Taala pun menyatakan, sebagaimana [diturunkannya] di zaman dulu itu ketika umat manusia sudah melantur dari jalan agama disebabkan waktu yang sudah lama berlalu, maka fasad itu pun terjadi lagi di dalam agama Islam. Yakni, meskipun Hadhrat Rasulullah Saw adalah Khatamul Anbiyya, pembawa Syariat terakhir. Tak akan’ ada lagi nabi pembawa syariat ba’da beliau Saw, namun kondisi fasad itu akan terjadi juga [di dalam umat beliau]; yang ketika sudah mencapai titik nadirnya, seorang murid atau hamba dan pecinta Rasulullah Saw yang sejati, akan datang’ untuk memenangkan kembali agama Islam di dunia.
Beliau a.s. akan menjelaskan kembali realitas ibadah yang haqiqi, berdasarkan amal beliau yang sesuai dengan uswatun hasanah Hadhrat Rasulullah Saw. Namun sungguh disesalkan, sebagian besar kaum Muslimin tidak menyadarinya. Sebagaimana dinyatakan oleh ayat yang telah ditilawatkan tadi, …innanii lakum-minhu nadziruw-wabasyiru: yakni, ‘…Sesungguhnya aku bagi kamu adalah sebagai Nadzir, dan Basyir dari-Nya…’ Yakni, Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw adalah tetap sebagai Nadzir Ilahi hingga hari ini, dan akan terus berlangsung hingga Yaumil Qiyamah, Akan senantiasa mengingatkan dan menyadarkan umat manusia. Maksudnya, seorang Nadzir yang tidak hanya mengingatkan manusia, melainkan juga menyadarkan mereka untuk senantiasa waspada untuk menghindarkan diri dari berbagai kemudharatan. Contohnya: Meskipun sudah mengucapkan Kalimah Syahadat, tetapi jika tidak melaksanakan semua aspek ajaran Islam, berarti mereka yang demikian itu merugi. Di segi lain, Basyir, atau pembawa kabar suka Ilahi adalah terkait dengan kedatangan seorang wujud yang telah Dijanjikan di akhir zaman ini, yang memfasilitasi umat manusia untuk memperoleh qurb Ilahi, dan mengajarkan kiat haqiqi beribadah kepada Allah.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Sungguh benar, manusia tidak akan berhasil mencapai tujuan utama kehidupannya itu jika tidak ada pertolongan dari seorang suci. Untuk itulah Allah Swt mengutus seorang insan kamil, yakni Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw sebagai uswatun hasanah yang sempurna, yang kemudian dilanjutkan selamanya oleh khilafat ala minhajin-nubuwwah, sehingga kaum Pandit [Hindu] Brahman yang tidak menyadari akhir kehidupan yang haqiqi, dapat diperbaiki.
Adalah fakta yang nyata, bahwa orang muda yang bukan berasal dari keluarga petani, akan membabat tanaman pangan yang dikiranya gulma. Begitupula halnya dengan kebun ruhani, yang tidak akan dapat digarap dengan sempurna jika tidak oleh orang yang ahli untuk itu, yang memahami tahapan-tahapan menggarap penyiapan lahan, penanaman benih, irigasi, dan pembersihan gulma. Hal ini menunjukkan, bahwa umat manusia memerlukan adanya seorang guru jagad rohani. Tanpa adanya seorang guru rohani yang sempurna, peribadatan manusia akan tampak seperti seorang anak yang awam dan tak tahu apa-apa, membabati tanaman pangan yang dikiranya gulma. Janganlah berasumsi bahwa engkau dapat mempelajari kiat beribadah atas dasar rekaan dirimu sendiri. Sama sekali tidak. Sebelum ada seorang rasul yang mengajarkannya, berbagai kiat yang lengkap dan ikhlas dalam ber-fanafillah, tak akan dapat ditemukan.
Maka satu pertanyaan yang alami pun timbul: Bagaimana kewajiban yang berat ini dapat dipenuhi ?
[Jawabannya]: Allah Taala sendiri yang akan memberikan solusinya.’ Yakni, solusi yang diberikan oleh Allah Taala adalah: Perbanyaklah Ishtighfar (Astaghfirullaaha Rabbi min kulli dzanbin wa atuubu ilaih). Di akhir zaman ini, hingga yaumil qiyamah, penerus Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw adalah Imam Mahdi (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani) a.s., yang Allah Taala menyebut beliau, juga sebagai Khatamul Khulafa (penerus Hadhrat Rasulullah Saw). Allah Taala niscaya akan membimbing mereka yang sibuk ber- Istighfar dengan ikhlas, dan senantiasa berusaha untuk memenuhi kewajiban beribadah yang haqiqi hanya kepada Allah, jika mereka mengikuti Khalifah-Nya yang sejati. Ayat kedua yang telah saya tilawatkan tadi di awal Khutbah (yakni, Surah Hud ayat 4) telah mengajarkan cara ber-Istighfar yang haqiqi, ialah: yakni, ‘Dan supaya kamu memohon ampun kepada Tuhan-mu, kemudian kembalilah kepada-Nya. [Maka] Dia akan menganugerahkan barang-barang perbekalan yang baik kepada kamu hingga saat yang ditentukan, dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berhak untuk menerimanya. Dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut atas kamu terhadap azab Hari yang dahsyat.’ Jadi, ber-istighfar berkhasiat membersihkan berbagai karat rohani, yang untuk itu diperlukan kedawaman.
Istighfar yang haqiqi adalah membuang segala perbuatan yang tidak disukai Allah; yang mengarahkan mereka kepada kondisi atuubu ilaih, sehingga mereka pun memperoleh qurb kedekatan Ilahi. Istighfar yang haqiqi tidaklah hanya berupa pengucapan astaghfirullah…, astaghfirullah…, astaghfirullah…, yang hanya di mulut belaka. Melainkan, berusaha untuk meng-inqillab diri sendiri hingga memperoleh qurb Ilahi, dan memberi berbagai faedah rohani maupun duniawi, yang mencirikan dirinya sebagai penerima berbagai fadzal karunia Ilahi. Merujuk kepada ayat Al Quran ini, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Ingatlah, kaum Muslimin telah dikaruniai dua hal penting. Yakni, Pertama adalah untuk memperoleh kekuatan rohani. Dan yang Kedua, adalah untuk memperlihatkan praktek nyata bahwa kekuatan [rohani] tersebut telah berhasil ia peroleh. Istighfar itulah untuk memperoleh kekuatan rohani. Atau disebut juga upaya untuk memohon pertolongan Ilahi.
Para Sufi mengatakan: Sebagaimana kebugaran dan kekuatan tubuh jasmani dapat diperoleh melalui berbagai cara latihan, maka begitu pula Istighfar, yang dimaksudkan sebagai latihan kebugaran rohani. Dengan cara Istighfar, rohani memperoleh kekuatannya. Dan qalbu pun menjadi istiqamah. Maka barangsiapa yang menginginkan kekuatan dan keteguhan rohani, perbanyaklah Istighfar.’ (Essence of Islam Vol. II, hlm.246) Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda lagi: Melalui Istighfar, manusia berusaha untuk menekan dan mengunci berbagai godaan jiwa dan pikiran yang menjauhkannya dari Allah Taala. Jadi, Istighfar artinya usaha manusia untuk mengatasi berbagai macam racun kehidupan yang senantiasa berusaha untuk menyerang dan membinasakan dirinya. Jika berhasil menghindari berbagai aral yang merintangi jalan yang mengarah kepada pelaksanaan berbagai perintah Ilahi, maka sebenarnya insan tersebut sudah mempraktekkan perintah ini.
Allah Taala telah menempatkan dua jenis kekuatan di dalam diri manusia. Pertama, adalah yang dikendalikan oleh Syaitan. Dan yang Kedua, adalah antidot, atau daya penawarnya. Yakni, manusia yang takabbur dan membanggakan dirinya, berarti tidak mengambil faedah dari antidot-nya tersebut. Maka keburukan sifatnya itu pun semakin menguasai dirinya. Sedangkan bagi insan yang senantiasa rendah hati dan tawadhu, yakni selalu memandang dan merasa dirinya memerlukan pertolongan Ilahi, maka Allah Taala pun akan menimbulkan suatu kondisi di dalam dirinya, yakni jiwanya menjadi lembut dan penurut. Inilah yang dimaksudkan dengan Istighfar. Yakni, setelah menemukan kekuatan rohaniahnya itu, maka berarti ia sudah dapat mengatasi berbagai racun syaitani di dalam dirinya.’
[Hudhur Atba menjelaskan]: Namun, jiwa yang menjadi lembut dan penurut tidak akan diperoleh hanya dengan pengucapan astaghfirullah…, astaghfirullah…, astaghfirullah…, yang hanya di mulut belaka. Melainkan, harus timbul dari keharuan qalbu yang paling dalam; yang disertai linangan air mata; demi merasakan adanya Kehadiran Allah Swt. Inilah Istighfar yang haqiqi.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Ringkasnya, hal ini berarti pula istiqamah dalam beribadah. Pertama, adalah itaat kepada Hadhrat Rasulullah Saw. Kedua, senantiasa memohon pertolongan Ilahi. Ya, itulah, pertama-tama mohonlah terlebih dahulu pertolongan dari Tuhan engkau. Lalu, manakala daya kekuatan itu telah dikaruniakan, atuubu ilaih !’ ‘Istighfar dan Taubat adalah dua perkara yang terpisah. Dari satu segi, Istighfar mendahului Taubat. Yakni, Istighfar adalah pertolongan dan kekuatan yang diperoleh dari Allah. Dan Taubat adalah sikap berdikarinya setelah itu. Inilah sunatullah. Yakni, manakala insan memohon pertolongan Ilahi, Allah pun memberinya suatu kekuatan rohani, yang dengan itu ia dapat berdikari dan memiliki kemampuan untuk beramal-shalih. Itulah yang dinamakan atuubu ilaih’. Ini adalah proses alami, yang oleh karenanya penting bagi manusia untuk senantiasa memohon pertolongan Ilahi pada setiap kondisi.
Sebelum manusia memperoleh kekuatan dari Allah, ia tak akan berdaya apa-apa. Dan kekuatan untuk bertaubat dapat diperoleh melalui Istighfar. Jika tidak ada Istighfar, maka sifat Taubat pun tiada. Tetapi jika engkau menindak-lanjuti Istighfar dengan Taubat, maka hasil akhirnya akan sebagaimana yang dinyatakan oleh ayat: ‘….yumatti’ukum mataa’an hasanan ilaa ajalim-musamma…, yakni, ‘Dia akan menganugerahkan barang-barang perbekalan yang baik kepada kamu hingga saat yang ditentukan…’ Inilah sunnatullah. Yakni, barangsiapa yang menindak-lanjuti Istighfar-nya dengan Taubat, maka insan itu pun akan memperoleh ganjaran maqom rohaniahnya. Setiap daya kemampuan memiliki keterbatasannya, yang merupakan titik puncak bagi dirinya. Yakni, tidak setiap orang dapat menjadi Nabi, atau Rasul, atau Siddiq , ataupun Syahid. (Essence of Islam Vol. II, hlm.245). Yakni, setiap insan memperoleh maqom rohani yang sesuai dengan daya kemampuannya. Inilah yang dimaksudkan oleh ayat: ‘…wa yu’ti kulla dzii fadhlin fadhlahu…, ialah, ‘…dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berhak untuk menerimanya.
Akan tetapi, bagi insan yang memiliki daya kemampuan yang lebih, maka Allah Taala pun akan memberikan ganjaran rohani yang berlebih pula. Allah Taala tidak pernah mena’fikan daya kemampuan setiap insan.’ Selanjutnya saya akan sampaikan beberapa peristiwa yang terkait dengan perkara [Istighfar] ini di dalam majlis irfan yang diberikan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s..
(1) Suatu kali ada seseorang yang memohon sesuatu Wazifah (amalan atau bacaan wajib, isim, doa mantera, dlsb) kepada beliau a.s.. Hudhur Aqdas a.s. menjawab: ‘Perbanyaklah Istighfar. Setiap insan hanya memiliki dua kondisi. Yakni, ia tidak melakukan dosa apapun. Atau Allah Taala senantiasa menyelamatkan dirinya dari akhir keburukan dosa. Oleh karena itu, kedua aspek ini perlu selalu diingat ketika ber-Istighfar. Yakni, Pertama, untuk membersihkan dosa masa lalu perlu memohon pertolongan Allah. Kedua, kemampuan untuk melindungi diri dari perbuatan dosa di waktu-waktu yang akan datang’ pun perlu memohon pertolongan Allah. Itulah Istighfar. Namun, Istighfar yang haqiqi tidak dapat diperoleh hanya dengan pengucapan astaghfirullah…, astaghfirullah…, astaghfirullah…, yang hanya di mulut belaka. Melainkan harus keluar dari qalbu yang paling dalam. Inilah mengapa penting pula untuk menyampaikan doa dalam bahasa sendiri ketika Salat.’
(2) Ada seseorang yang hadir di antara para sahabah Hadhrat Imam Mahdi a.s. berkata kepada beliau: ‘Aku memiliki berbagai kelemahan, yang oleh karena itu aku pun menemui beberapa orang Pir (paranormal). Akan tetapi tetap saja aku tak yakin kepada mereka. Kelemahanku adalah suka berghibat, tak rajin beribadah, ditambah lagi dengan berbagai kedhoifan lainnya. Hadhrat Imam Mahdi a.s. menjawab: ‘Aku memahami kelemahan utama diri tuan, ialah tak sabar. Sisanya adalah akibat dari itu. Orang yang tak sabar dalam urusan dunianya, yakni, tak mampu menunggu sesuatu hasil dengan sabar dan dawam beramal, tak heran pula jika ia pun tak mampu memperlihatkan kesabaran ketika hadir di hadapan Tuhan-nya.
Apakah seorang petani yang menanam benih, pada hari itu juga ia berpikir dapat menuai hasil panennya ? Atau, segera setelah anaknya lahir, ia langsung tumbuh berkembang lalu membantunya ? Tak ‘ada satu pun contoh sebelumnya dari ketergesaan seperti itu. Maka orang yang menginginkan segala sesuatu serba tergesa-gesa, akan tampak buruk. Namun, insan yang dapat melihat kelemahan dirinya sendiri sungguhlah beruntung. Sebaliknya, jika tidak, Syaitan akan memperlihatkan berbagai perbuatan buruk dan tak berakhlak dirinya itu seolah tampak baik dan indah. Oleh karena itulah tuan perlu menghilangkan sikap ketidak-sabaran yang ada di dalam diri tuan, lalu mohon kekuatan kepada Allah Taala dengan sabar dan dawam, serta memohon ampunan atas segala dosa.
Tak ada yang terpisah dari perkara itu. Adapun orang yang menemui para hamba Allah, lalu berharap dapat meniup dirinya sehingga meng-inqillab dirinya itu, adalah menghujjah Allah Taala. Sebab, hal tersebut memerlukan proses penyerahan diri. Yakni, sebelum ia meninggalkan semua godaan duniawinya, tak akan ‘ada yang dapat diperoleh. Seumpama orang sakit yang datang ke dokter lalu menyampaikan segala macam keluhannya; namun manakala dokter tersebut sudah dapat mengenali, dan mendiagnosa penyebab utamanya, maka sang dokter itu pun mulai memberikan obatnya. Begitulah, permasalahan diri tuan yang utama adalah ketidak-sabaran, yang bila tuan dapat hilangkan, insya Allah, berbagai kelemahan lainnya pun akan lenyap. Inilah aqidah utamanya: Hendaknya jangan pernah hilang harapan terhadap Allah Swt. Terus meneruslah memohon kepada-Nya hingga akhir hayat. Sebelum bisa bersabar dan senantiasa memohon untuk itu, ia tak akan pernah berhasil. Allah Taala Maha Kuasa. Jika Dia berkehendak, dapat membuat seseorang berhasil dalam sekejap… [Namun permohonannya memerlukan proses waktu]. Ada dua jenis penyakit rohani, ialah Mustawi yang langsung terasa; dan yang lainnya adalah Mukhtalif yang gejalanya tak terasa dan berlain-lainan. Penyakit Mustawi tampak atau terasa sakitnya, yang membuat si penderita ingin segera mengobatinya. Sedangkan Mukhtalif tidak terasa dan tidak diperdulikannya.
Begitu pula halnya dengan dosa. Ada yang disadari. Adapula yang tak disadari. Inilah mengapa sebabnya manusia perlu senantiasa ber- Istighfar. Maka, apa pula fedahnya pergi ke kuburan ? Allah Taala telah mengirimkan Al Qur’an Karim sebagai sarana untuk meng-inqillabi haqiqi. Jika memang perintah Allah untuk meng-inqillab manusia dengan cara meniup-niup; mengapa pula Hadhrat Rasulullah Saw harus menanggung derita penganiayaan selama 13 (tiga belas) tahun di Makkah ? Tentulah beliau Saw memiliki daya kekuatan itu untuk mempengaruhi Abu Jahal. Taruhlah Abu Jahal begitu. Bahkan Abu Talib yang mencintai Hadhrat Rasulullah Saw ? [Tak ber-Syahadat]. Ringkasnya, sikap tidak sabar adalah tidaklah baik. Sebab, dapat mengarahkan kepada kebinasaan diri.’
(3) Suatu kali ada orang yang memohon doa Hadhrat Imam Mahdi a.s. untuk meringankan hutang-piutangnya. Hudhur Aqdas a.s. menjawab: ‘Perbanyaklah Istighfar. Karena, inilah kiat bagi insan untuk menghindari kenestapaannya. Istighfar adalah kunci untuk memperoleh kemajuan.’ [Hudhur Atba menambahkan]: ‘Istighfar yang haqiqi dan ikhlas itulah yang dapat membukakan berbagai pintu kemajuan.
(4) Suatu kali ada orang yang memohon doa Hadhrat Imam Mahdi a.s. agar ia dikaruniai anak. Hudhur Aqdas a.s. menjawab: ‘Perbanyaklah Istighfar, karena Istighfar dapat menghapus dosa. Lalu, Allah Taala pun niscaya akan menganugerahi engkau anak keturunan. Ingatlah, iman adalah sangat penting. Allah Taala sendiri yang akan menolong insan yang memiliki iman yang sempurna.’ Pada suatu tempat lain, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Insan hendaknya banyak ber- Istighfar untuk melindungi dirinya dari berbagai kemudharatan. Istighfar berkhasiat untuk menghindari hukuman akibat perbuatan dosa, sebagaimana seorang terdakwa yang wajib membayar suatu uang jaminan bagi pembebasannya.’
Di tempat lain Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Adalah sangat diperlukan, insan senantiasa sibuk ber-Istighfar dan ber-Taubat agar berbagai perbuatan buruknya jangan sampai melampaui batas, sehingga mengundang murka Ilahi. Apabila Allah Taala telah memandang seorang insan dengan tatapan Kasih-Nya, maka biasanya Dia pun akan menanamkan kecintaan manusia kepada insan tersebut di dalam qalbu mereka. Sebaliknya, bila perbuatan buruk seseorang telah melampaui batas, keengganan manusia terhadapnya pun mencapai langit. Sehingga, atas kehendak Allah Swt, qalbu manusia terhadapnya pun mengeras. Namun, sesegera orang itu kembali ke haribaan Ilahi dengan cara ber-Istighfar dan ber-Taubat serta senantiasa memohon perlindungan Ilahi, maka kelembutan pun timbul secara mukjizati. Tanpa disadari, benih kecintaan kepada insan tersebut pun tertanam di dalam qalbu manusia.
Pendek kata, resep mujarab Istighfar dan Taubat ini telah teruji, dan tidak pernah gagal.’ Sekarang ini, berbagai perbuatan buruk manusia di muka bumi telah menimbulkan berbagai pertikaian dan kerusuhan. Para pemimpin yang menganggap dirinya dicintai oleh massa rakyatnya, justru adalah yang terburuk di mata massa publik yang lain. Ada tanda-tanda giliran mereka yang masih menganggap dirinya disukai orang, juga segera akan menemui nasibnya. Perubahan yang melanda berbagai pemerintahan di seluruh dunia yang disebabkan kekisruhan tersebut berdampak kepada kekacauan lebih lanjut. Maka kita perlu banyak berdoa: Semoga Allah Taala menyelamatkan dunia dari kerusakannya. Dan Istighfar membantu memenuhi tujuan haqiqi ibadah kepada Allah Swt, serta memudahkan insan untuk memenuhi kewajibannya terhadap haququllah dan haququl-ibad. Membantu memperteguh ikatan batin dengan seorang utusan Ilahi, sehingga menyelamatkan diri mereka dari dampak berbagai kekisruhan yang tengah melanda dunia dan juga dari murka Ilahi.
Menjaga insan agar tetap berada di jalan yang lurus, yang mengarahkannya kepada qurb Ilahi, [dan kebaikan dunia akhirat]. Serta untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi dan berbagai permasalahan. Insan dapat menjadi penerima berbagai karunia Ilahi yang tak terhingga melalui Istighfar. Allah Taala telah mengaruniai kita hingga dapat mengenali seorang Imam Zaman yang mentarbiyati kita mengenai ibadah yang haqiqi, kiat mendapatkan qurb Ilahi, dan meraup berbagai keberkatan Allah Swt. Agar memperoleh faedah yang haqiqi dari itu semua, kita perlu banyak ber-Istighfar.
Semoga Allah Taala memberi taufik kepada kita semua untuk dapat melaksanakannya demikian. Aamiin !



























Tidak ada komentar: