Minggu, 22 Juli 2012

Surah Al-Fatihah sebagai Intisari Ajaran Al Quran

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ
Surah Al Fatihah adalah Surah yang [wajib] dibaca pada setiap [rakaat] Salat. Berbagai Hadith meriwayatkan betapa banyaknya nama lain untuk Surah ini, yang salah satu di antaranya adalah Suratus-Salat. [Hadhrat Abu Hurairah r.a.] meriwayatkan: Hadhrat Rasulullah Saw bersabda: Allah Taala telah menyatakan, bahwa Dia telah membagi Surah Al Fatihah, separuh mengenai diri-Nya, dan separuh lagi berkenaan dengan hamba-Nya. Yakni, separuh pertama mengemukakan beberapa Sifat [utama] Allah Taala, dan separuh yang kedua mengandung doa-doa yang diperlukan oleh para hamba-Nya. Maka setiap insan yang mengerjakan Salat hendaknya mendalami dan merenungkan makna berbagai sifat Allah yang tercantum di dalam Surah tersebut agar memperoleh faedahnya yang lebih banyak, dan khusyu dalam mendirikan Salat, dan mendapatkan berbagai pahala dari setiap gerakannya.

Hendaknya diingat pula bahwa Surah ini memiliki hikmah yang luas, merujuk kepada situasi di akhir zaman sekarang ini, sebagaimana telah dinubuatkan di dalam berbagai Kitab terdahulu, yang hikmah faedah kandungannya akan dibukakan di zaman Hadhrat Imam Mahdi a.s., sehingga menyelamatkan umat dari kesesatan. Maka dalam kaitan kondisi sekarang ini, sudah seharusnya hal ini menjadi sangat penting bagi kaum Muslimin pada umumnya. Namun, sangat disayangkan, apa yang menamakan dirinya kaum ulama mereka, telah mempengaruhi mereka sedemikian rupa, sehingga mereka pun kehilangan kemampuan untuk dapat merenungkannya. Sebagian besar mereka tidak siap untuk merenungkan dan mendalaminya. Akan tetapi dengan karunia Allah Taala, ada segolongan manusia yang mampu merenungkan dan memahami perlunya seorang wujud Al Masih Al Mahdi. Sedangkan mereka yang telah dipengaruhi oleh kaum mullah mereka terus mengarah kepada kesesatan dan kemunkaran. Sehingga, kaum Muslimin yang menyadari telah merajalelanya kemudharatan, kemusyrikan, dan kemunkaran tersebut menyimpulkan perlunya seorang Utusan Ilahi untuk mengakhiri segala kemudharatan tersebut. Mereka ini hendaknya terus mencari hingga dapat wujud itu yang sesungguhnya telah datang. Yakni, beliau seorang Utusan khusus Allah Taala ini sungguh telah datang, namun disebabkan sikap takut mereka kepada kaum mullah, maka mereka pun tidak siap untuk menerimanya.
Oleh karena itu mohonlah petunjuk kepada Allah Swt agar dapat membebaskan diri dari belenggu tersebut. Dan kewajiban kita adalah menyampaikan syiar tabligh ini, yang kita akan senantiasa melakukannya. Begitupun kita yang telah menggabungkan diri kepada seorang pecinta dan hamba sejati Hadhrat Rasulullah Saw ini, hendaknya senantiasa berusaha untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu rohani. Yakni berusaha mencari berbagai faedah dari hikmah Surah Al Fatihah sesuai dengan nur hidayah yang telah diberikan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Adalah tanggung jawab kita untuk berusaha dapat memahaminya sehngga kita pun dapat menanamkannya di dalam diri sendiri dan menarik faedahnya. Untuk itulah pada hari ini saya akan menerangkan hakekat ayat kedua dari Surah [Al Fatihah] ini, [yaitu setelah ayat: بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ Yakni: yang artinya, ‘Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.’ (1:2).
Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah menerangkan berbagai hakekat yang dikandung oleh ayat ini dengan cara yang berlain-lainan, namun saya akan menyajikan beberapa aspek dari antara khazanah rohaniah beliau a.s,, Tak diragukan lagi, dengan membaca dan mendengarnya, akan menambah ilmu rohani. Namun, ilmu ma’rifatnya tak akan dapat diperoleh jika dibaca atau mendengarnya hanya satu kali saja. Penting pula untuk menelaahnya lebih dalam. Karena hanya dengan cara itulah kita dapat memperoleh pemahaman yang benar berbagai tulisan Imamuz Zaman, sehingga kita pun mendapatkan banyak faedahnya.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menerangkan dengan ringkas mengenai ayat: اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ini sebagai berikut: ‘Segala puji adalah bagi Dzat-Nya Yang Patut Disembah, pemilik semua keistimewaan yang sempurna; yang namanya adalah Allah. Segala sifat yang sempurna adalah milik Allah semata. Dalam bahasa Al Quran Sharif, Allah adalah Dzat Yang Sempurna, yang berhak didambakan. Pemilik semua sifat yang sempurna, suci dari segala kelemahan. Wahdahula syaarik, tanpa syarikat. Sumber segala keberkatan; yang disebabkan Allah Taala, di dalam Kalam Suci-Nya, yakni Al Quran Sharif, Dia telah menyatakan nama Allah yang sudah mencakup semua nama dan sifat, dan tidak akan cocok bila bernama lain. Oleh karena itu, nama Allah yang telah mencakup segalanya, adalah dominan atas segala nama. Disebabkan Dia itu adalah pemilik semua nama dan sifat, maka bersatulah di dalamnya segala sifat yang sempurna.. Maka arti اَلْحَمْدُ لِلّٰه , Alhamdu lillah, adalah segala puji, baik yang berkaitan dengan yang zahir maupun yang batin; yang berada di dalam maupun yang berwujud nyata pada fenomena alam, semuanya milik Allah. Tak ada satu pun sekutu di dalamnya. Segala puji yang haqiqi atau sifat yang sempurna dan bijak, yang seorang ahli pikir dapat bayangkan, semuanya adalah milik Allah Taala.
Tak ada sifat dan akal sempurna yang mahrum dari Allah Taala. Dengan kata lain, tak ada akal pikiran yang mencapai kesempurnaan yang tidak tercakup di dalam sifat Allah yang sempurna. Dia memiliki segala sifat yang seorang manusia dapat bayangkan, Dia itu sempurna dalam Dzat-Nya, dalam nama dan keistimewaan-Nya, dalam segala hal; dan suci dari segala kelemahan maupun kekurangan.’ (Barahin Ahmadiyah, Vol.IV, hlm.364-365, Catatan kaki 11 – The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm 71). Jadi, Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw telah mengajari kita suatu doa untuk memohon pelindungan dari asma dan sifat Allah yang baik maupun [konsekwensi] dampaknya. Baik yang disadari maupun yang tidak.
Menerangkan tafsir, اَلْحَمْدُ Al Hamd, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: حَمْدُ ‘Hamd’ adalah pujian sebagai penghargaan atas amal shalih yang patut dipujikan; dan juga pujian atas seseorang yang telah beramal atas keikhlasan dan pilihannya sendiri. Namun, realita حَمْدُ ‘Hamd’ yang haqiqi hanya patut bagi Dzat Ilahi yang adalah sumber segala fadzal karunia dan nur hidayah serta senantiasa memberikan keberkatan yang bukan berasal dari kejahiliyahan ataupun keterpaksaan; melainkan yang hanya dapat ditemukan pada wujud Allah, Al Alim dan Al Basri. the All-Knowing, the All-Seeing. Begitulah sesungguhnya Dia Yang Maha true Benefactor. Dari Dia-lah berlanjut segala faedah dari awal hingga akhir. Bagi Dia-lah segala puji di dunia ini maupun di akhirat nanti. Berbagai puji yang diberikan kepada [makhluk[ yang lain, berpulang kepada Allah.’ (Karamatus Sadiqin - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm.71–72). Maksudnya, dasar segala sesuatu yang seorang insan dapat lakukan adalah berasal dari pemberian Allah Taala. Oleh karena itu, segala puji berpulang kepada-Nya.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: حَمْدُ ‘Hamd’ adalah pujian lisan yang diberikan sebagai pemuliaan kepada Wujud Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia atas segala perbuatan-Nya yang berfaedah. Pujian yang sempurna adalah hak prerogative bagi Allah Taala. of the Lord of Majesty. Tujuan utama setiap pujian, baik yang saghir maupun yang kabir adalah bagi Tuhan kita, yang memberi petunjuk kepada mereka yang tersesat. Memuliakan mereka yang rendah; dan Yang Maha Terpuji dari segala yang terpuji.’ (Karamatus Sadiqin - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm. 72). Jadi, sebagaimana para rasul Allah terdahulu ditentang, begitu pula mereka yang di zaman sekarang ini senantiasa menentang Jama’at. Allah Taala menzahirkan dukungan-Nya kepada seorang insan pilihan-Nya, yang kini kita meneruskannya. Maka akan tiba pula saatnya ketika mereka itu dibinasakan.
Ringkasnya, حَمْدُ ‘Hamd’ merujuk kepada segala puji bagi Allah; padamana Dia pun memberikan pujian yang sempurna; yang oleh karena itu menjadi kewajiban bagi setiap orang Mumin untuk mendalami hikmah اَلْحَمْدُ ‘Al-Hamd’, dan masuk ke dalam perlindungan-Nya. Adapun mengapa Al Qur’an Karim memulai [kalam]-nya dengan اَلْحَمْدُ لِلّٰه ‘Alhamdulillah’, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: ‘Menurut para mufasir jumhur, ‘syukur’ berbeda dengan حَمْدُ ‘hamd’ dalam hal penggunaannya yang terbatas kepada yang mendatangkan faedah. Dan ‘madh’ berbeda pula dengan ‘hamd’ disebabkan penerapannya untuk faedah yang berpamrih. Hal ini diakui oleh para orator maupun sasterawan, betapa Allah Taala memulai Kitab-Nya dengan حَمْدُ ‘hamd’ (segala puji), tidak dengan syukur ataupun ‘madh’ (pujian). Sebab, حَمْدُ ‘hamd’ sudah mencakup kedua-kata tersebut, dan menggantikannya dengan jauh lebih afdhal, sudah terkoreksi, mengagumkan dan indah. Disebabkan kaum musyrikin biasa memuji berhala mereka tanpa hak, [Surah ini] menawarkan kepada mereka penggunaan kata حَمْدُ ‘hamd’ untuk meyakinkan mereka agar [Allah] menjadi sumber rahmat dan berkat, termasuk bagi kaum wanita mereka yang suka saling meneriakkan dan membesar-besarkan pujian perbuatan kaum pria mereka yang tewas di medan laga. Padahal Allah, the Bestower, the Guardian, the Guarantor itulah yang patut dipuji seperti itu.
Jadi, Surah Al Fatihah adalah sebagai penolakan terhadap perbuatan mereka itu, bagi mereka yang menyekutukan Allah, dan memenuhi hasrat mereka yang bersikap adil. Di dalam kalam-Nya ini, Allah Taala mendekati kembali kaum musyrikin, kaum Yahudi, kaum Kristen, dan segala bentuk menyekutukan Allah lainnya, seolah Dia berkata: Mengapa kalian memuja berhala kalian ? Mengapa kalian memuja nenek moyang kalian ? Apakah mereka itu tuhan-tuhan kalian yang memelihara kalian dan anak keturunan kalian ?
Atau, apakah mereka itu penyabar yang memperlakukan kalian dengan kasih sayang, melindungi dari bala bencana, keburukan, dan kemalangan ? Atau menjaga kebaikan yang kalian telah miliki ? Yang mencuci bersih kekotoran, yang membuat kalian menderita, yang menyembuhkan berbagai penyakit kalian ? Atau, apakah mereka itu tuhan-tuhan Yaumil Akhir kalian ?
Tidak. Melainkan, hanya Allah sajalah yang memelihara, dan menunjukkan kasih sayang, memberi ganjaran pahala terbaik, memberi nur hidayah, mengabulkan doa-doa, menyelamatkan dari serangan musuh, dan pasti memberikan ganjaran pahala bagi mereka yang beramal muttaqi.’ (Karamatus Sadiqin - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol.I, hlm.72–73). Hadhrat Imam Mahdi a.s. lebih lanjut menulis: ‘Surah Al Fatihah ini pun mengingatkan kita terhadap mereka yang telah menjadi binasa disebabkan kurang mengenali Allah Swt, disebabkan perbuatan buruk mereka, atau menjadikan suatu hal lain sebagai tuhan mereka; yang tidak mempedulikan Sifat-sifat Allah; yang gagal mengenali mukjizat-Nya, dan mengabaikan segala kewajiban terhadap-Nya, begitulah sikap mereka para pengkhidmat kepalsuan.
Apakah engkau tidak menyadari kaum Kristen yang telah diundang kepada Tauhid Ilahi, namun dikarenakan sikap mereka yang seperti itulah yang menyebabkan kerusakan mereka ? Disebabkan kesalahan diri mereka sendiri, dan tidak sabar, maka mereka pun terjebak menyembah seorang hamba Allah menjadi tuhan mereka. Mereka tenggelam dalam kemabukan kesesatan dan kejahiliyahan, serta melupakan Sifat-sifat Allah Swt. Yakni, justru menyandangkan sesuatu putra atau putri kepada-Nya. Seandainya mereka dapat merenungkan Sifat-sifat Allah Taala, dan berbagai keberkatan-Nya, maka daya penglihatan rohani mereka pun tidak mengalami kegagaln. Mereka tak akan binasa. Inilah mengapa sebabnya Allah Taala, telah mengingatkan kita di sini, bahwa untuk melindungi diri dari kesalahan dalam memahami konsep tentang Tuhan yang benar, kita harus mampu mendalami berbagai sifat-Ilahi. Senantiasa ingat akan sifat-Nya yang sesuai disebabkan hal itu dapat membantu untuk selalu ingat bahwa semua asma Ilahi tersebut jauh lebih unggul dibandingkan setiap pemberian materi, dan jauh lebih menolong dibandingkan setiap macam bantuan. Maka kita hendaknya dapat merenungkan dalam-dalam berbagai sifat Allah yang telah terwujud di dalam karya-Nya, yakni Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Maha Unggul, dan Maha Penyayang.
Ingatlah selalu akan hal ini. Jangan sekali-kali melupakannya. Sifat Maha Pemberi adalah milik Allah semata; Sifat Rahmaniyyat الرَّحْمٰنِ hanya milik Allah. Begitupun sifat الرَّحِيْمِ Rahimiyyat, dan sifat Maha Berdaulat adalah milik Allah, yang akan zahir pada hari Yaumid Din. Oleh karena itu, jangan abaikan keitaatanmu kepada Yang Maha Pemelihara ini. Jadilah golongan mereka yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allahu Ahad. Ayat اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ini pun menekankan kepada Wujud Allah Swt yang jauh dari segala keraguan, kedhaifan dan kekurangan. Tak perlu ada pikiran akan ada Sifat-Nya yang baru disebabkan adanya kemunduran dari Sifat-Nya yang lain. Atau ada sesuatu perubahan dalam status ataupun kemuliaannya. Atau mengalami kemerosotan. Atau memerlukan pembaharuan ataupun perbaikan.
Sebaliknya, Dia-lah pemilik segala puji dari awal hingga akhir, baik pada yang zahir maupun yang batin untuk selama-lamanya. Maka barangsiapa yang berkata sedikit saja bertentangan dengan hal itu berarti menyangkali Kebenaran, dan kufur.’ (Karamatus Sadiqin - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm.75-76). Maksudnya, kaum terdahulu menjadi rusak disebabkan mereka tidak mengenali berbagai Sifat Allah, atau melupakannya, lalu tenggelam dalam kemusyrikian. Sehubungan dengan ajaran ini telah diberikan kepada kaum Muslimin, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis sebagai berikut: ‘Di dalam kalimat pernyataan اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ Alhamdu lillah, atau segala puji bagi Allah, kaum Muslimin diajari: Manakala kalian ditanya: ‘Man Robbuka ?’ Maka setiap diri kamu haruslah menjawab: Tuhan-ku adalah Allahu Ahad, Alhamdulillah, Segala puji bagi-Nya. Tak ada lagi Sifat dan Kekuatan yang sempurna yang dapat ditemukan, selain di dalam Wujud Allah saja. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali menjadi seperti mereka yang telah melupakan-Nya.’ (Karamatus Sadiqin - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm 76 ). Maksudnya, insan haruslah senantiasa berfanafillah, karena Dia itu adalah Tuhan dan sesembahan kita.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: ‘Surah Fatihah ini dimulai dengan اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ Alhamdulillah, yang artinya: Segala puji dan segala keagungan hanyalah milik suatu Wujud, yang bernama Allah. Hal ini menyiratkan, bahwa tujuan menyembah Allah Swt hendaknya bercirikan luluhnya jiwa dan ta’aluq yang terlihat dari kecintaan dan kekaguman, yang tidak akan terpelihara sebelum ditegakkannya tujuan utama menyembah suatu Wujud yang memiliki segala Sifat yang sempurna, yang menggerakkan qalbu secara spontan disebabkan ketakjubannya. Nyatanya, puja-puji yang menyeluruh, tergerak oleh dua dorongan, ialah, keelokan yang sempurna, dan keberkatan yang sempurna. Lalu disebabkan bersatunya perasaan tersebut, qalbu pun melunak dan menyeru-Nya dengan segenap jiwa dan raga.
Al Quran Karim mengarahkan manusia kepada dua daya tarik Sifat Allah Swt tersebut bagi para pencari kebenaran sejati, sehingga insan pun dapat tertarik kepada Wujud yang unik dan tak bertepi tersebut, lalu menyembah-Nya dengan sepenuh ikhlas dan haru. Inilah mengapa sebabnya pada bagian awal sekali Surah ini dimulai dengan keterangan yang elok untuk memperlihatkan keindahan Sifat-sifat Allah Taala yang kepada-Nya Al Quran Karim mengundang seluruh umat manusia. Inilah Surah yang dimulai dengan اَلْحَمْدُ لِلّٰ Alhamdulillah, yang artinya ‘Segala puji hanya bagi Wujud, yang bernama Allah.’ (Ayyamus-Sulh, hlm 18 - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm.77).
Jadi, Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah menerangkan kesempurnaan keindahan dan kesempurnaan keberkatan Allah Taala sedemikian rinci, yang tiada lain begitulah adanya. Kesempurnaan keindahan-Nya disebabkan di dalam Wujud-Nya itu dapat ditemukan segala keistimewaan dan juga manunggalnya berbagai Sifat-Nya yang sempurna. Mengenai kesempurnaan keberkatan Ilahi ini, Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah memerincinya ke dalam 4 (empat) bagian, yang saya akan terangkan secara ringkas.
Keberkatan-Nya yang Pertama, Dia itu adalah رَبِّ Rabb (Allah), Yang Maha Pencipta, sekaligus Maha Memelihara.
Keberkatan-Nya yang Kedua, adalah Sifat Rahmaniyyat, الرَّحْمٰنِ yang dengan itu Dia memberikan berbagai kemampuan kepada setiap makhluk hidup, dan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka, yang dalam hal ini, bagi umat manusia diberi porsi bagian yang terbesar.
Keberkatan-Nya yang Ketiga, adalah sifat Rahimiyyat, الرَّحِيْمِ yang dengan itu, Dia mengabulkan doa-doa dan amalan shalihan manusia, sekaligus menjaganya dari berbagai malapetaka.
Keberkatan-Nya yang Keempat, adalah Dia itu مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ atau Yang Memiliki Hari Pengadilan, yang dengan itu, Dia memberikan karunia-Nya kepada siapa yang Dia ridhai
Hadhrat Imam Mahdi a.s. pun mengilustrasikan adanya indikasi pengarahan kepada terangnya nur cahaya sehabis gelap, di dalam pernyataan رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ‘Rabbil Aalamin’ itu. Kata الْعَالَمِيْنَ al’alamin mencakup semua hal yang dapat ditemukan di dunia, baik golongan yang diberi petunjuk, maupun mereka yang disesatkan atau tersesat. Adakalanya ‘alam’ (mikro kosmos) yang disesatkan, kufur dan pelanggaran batas-nya sudah demikian memuncak, hingga seluruh daratan pun dipenuhi dengan ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan serta massa rakyatnya yang menafi’kan jalan Allah Al Aziz.
Pemikiran mereka tidak tertuju kepada hubungan alami haqiqi yang terjalin antara Sang Khalik dan makhluk-Nya. Tidak mempedulikan haq [prerogative] Allah sebagai Al Razaq dan Al Qoyum. Sehingga dunia pun menjadi gelap oleh malam yang sedemikian pekat, dan iman tergerus oleh tekanan ini. Maka Allah Taala membangkitkan عَالَم ‘alam’ (mikro kosmos) lainnya, sehingga bumi pun tergantikan dengan yang baru dan segar atas perintah Ilahi. Sehingga manusia pun dikaruniai qalbu dan lidah yang elok dalam mengungkapkan rasa syukur mereka kepada Allah atas segala rahmat dan karunia-Nya ini. Mereka merendahkan diri dalam menapaki jalan di hadapan Allah Swt, dan berlari menghampiri-Nya dalam cemas dan harapan. Mata mereka merunduk dengan wajah polos penuh penyerahan diri disebabkan telah terhantamnya ketakaburan di puncaknya yang tertinggi.
Jamaah [bumi baru dan segar] tersebut sangat diperlukan di saat kesesatan telah merosot te titik nadir yang terendah, sehingga manusia pun tak ubahnya seperti hewan buas. Pada saat itulah kasih sayang abadi Allah Taala menitahkan agar seorang insan dibangkitkan dari langit untuk mengusir kegelapan dan menghancurkan segala sesuatu yang dibangun oleh Syaitan. Seorang Imam [Zaman] turun dengan sifat Rahman Ilahi untuk memerangi lasykar Syaitani. Kedua kekuatan tersebut bertempur – yang dapat disaksikan hanya oleh mereka yang memiliki pandangan rohani – hingga kepalsuan pun lenyap dan taghut terhancurkan.
Imam [Zaman] mengungguli pihak musuh. Memberi dukungan kepada pihak yang telah diberi petunjuk. Mengibarkan bendera nur hidayah. Menghidupkan kembali musim semi ruhani, dan mengumpulkan kaum muttaqi, hingga akhirnya umat manusia pun menyadari, bahwa sang Imam [Zaman] telah berhasil menangkap para pimpinan kekufuran, mengekangnya dan mengikat tali penghela di leher mereka, serta menghancurkan bangunan-bangunan bid’ah dan kubah-kubah mereka.
Di lain pihak, Imam [Zaman] itu merapatkan barisan kalam Ilahi. Mengokohkan nizamnya. Meneguhkan kembali kerajaan langit, dan menutup semua celah penyusupan.’ (Ijazul Masih – The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm.91–92). Jadi, agar dapat memenuhi kewajiban kita sebagai para hamba Allah yang sejati, kita perlu memperoleh dan memahami tarbiyat Hadhrat Imam Mahdi a.s. dan menutup segala bentuk bid’ah dholalah. Sehingga keimanan kita pun semakin teguh. Yakni, manakala seorang insan telah sungguh-sungguh mengenali Allah Taala, maka ia pun memahami hakekat رَبِّ الْعَالَمِيْنَ Rabbil Aalamin.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: ‘Allah, Yang Maha Suci telah menunjukkan di dalam perkataan رَبِّ الْعَالَمِيْنَ Rabbil Aalamin, bahwa Dia itulah Al Khalik dari segala makhluk. Dia dipuja di langit maupun di bumi. Segala puji bagi-Nya tersebut terus menerus dilontarkan oleh para hamba-Nya yang sejati dalam dzikir-dzikir mereka. Mereka senantiasa menyanjung puja puji mengagungkan asma Allah. Ketika seorang hamba Allah telah berhasil meninggalkan segala keinginan pribadinya, mengosongkan hawa nafs dirinya, maka ia pun telah sepenuhnya memusatkan diri kepada Allah, kepada jalan-Nya, dan beribadah kepada-Nya. Ia telah mengenali Tuhan-nya yang haqiqi; yang memelihara dirinya dengan sifat Rahimiyyat-Nya. Maka ia pun bertasbih kepada-Nya; mencintai-Nya dengan sepenuh hati, bahkan dengan seluruh jiwa dan raganya.’ (Ijazul Masih – The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm 93). Jadi, di dalam perkataan الْعَالَمِيْنَ Aalamin, alam semesta (makro kosmos) ini, juga terkandung hikmah satu عَالَم alam (mikro kosmos) yang terkait dengan kedatangan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw. Kemudian, satu lagi عَالَم ‘alam’ (mikro kosmos) lainnya sehubungan dengan kebangkitan suatu jamaah para pengikut sejati Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Maka dikarenakan kita telah menggabungkan diri dengan jamaah [beliau a.s.] ini, hendaknya memusatkan pikiran untuk mencari keridhaan Allah Taala semata.
Menerangkan hal apa saja yang tercakup di dalam الْعَالَمِيْنَ ‘Aalamin’ ini, Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis: الْعَالَمِيْنَ ‘Aalamin’ mencakup segala sesuatu – terkecuali Diri-Nya Sendiri sebagai Al Khalik – yakni, segala yang ada di seluruh alam semesta ini, baik itu عَالَم ‘alam’ (mikro kosmos) rohani maupun عَالَم ‘alam’ (makro kosmos) fisika ragawi seperti misalnya semua benda dan makhluk yang berada di bumi, atau matahari dan bulan, serta berbagai macam benda langit lainnya; semuanya itu termasuk ke dalam الْعَالَمِيْنَ ‘aalamin’ yang berada di dalam pemeliharaan Allah Swt.’ (Ijazul Masih – The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm 94). Maksudnya, sebagaimana kita ketahui, hanya Allah Taala sajalah yang memelihara dan melindungi kita, namun ada saatnya pula manusia menganggap seorang manusia lainnya sebagai segala-galanya. Di saat itulah seorang Mumin perlu segera bermawas-diri bertaubat dan memohon maghfirah Allah. Kembali lagi kepada Sang رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ‘Rabbil Aalamin’.
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menerangkan, bahwa Allah Taala pun memenuhi kebutuhan rohani, sebagai berikut: ‘Allah adalah Tuhan seluruh semesta alam, atau رَبِّ الْعَالَمِيْنَ Rabbil’aalamin,. Yakni, sebagaimana Dia menyediakan segala macam kebutuhan jasmani yang diperlukan seluruh makhluk hidup tanpa kecuali, seperti misalnya biji-bijian bahan pangan, udara, air, sinar cahaya, dan lain sebagainya, maka begitu pula ada saatnya Dia membangkitkan seorang Muslih Rabbani kepada setiap kaum untuk mengingatkan dan memberi petunjuk hidayah, sebagaimana dinyatakan di dalam Al Quran Karim: ‘Dan tiada satu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang pemberi ingat’ (Q.S. 35 / Al Fathir : 25) (Al-Hakam, 10 Agustus 1902 - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol.I, hlm.94–95). ‘Surah Al Fatihah dimulai dengan:اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ Alhamdulillahi-Rabbilaalamin, yang artinya segala Sifat yang suci lagi sempurna hanyalah semata-mata milik Allah Swt, Rabbilaalamin, Pencipta dan Pemelihara seluruh alam semesta. Kata الْعَالَمِيْنَ ‘aalamin’ mencakup juga seluruh bangsa, segala zaman, dan seluruh daratan.
Ayat permulaan di dalam Al Quran Karim ini pun mengandung pula penolakan terhadap suatu kaum yang sesumbar mengatakan bahwa karunia dan kepedulian Allah hanya untuk mereka saja. Sedangkan kaum lain tidak diciptakan Allah. Atau, setelah menciptakan mereka, lalu Allah pun menolak, atau melupakan mereka.’ (Jang-Muqaddas - The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm 96). ‘Ada indikasi lainnya di dalam kata حَمْد ‘hamd’, yakni Allah Taala, Yang Maha Pemberi Karunia, mengatakan: ‘Wahai hamba-hamba-Ku, kenalilah Diri-Ku melalui berbagai sifat dan keistimewaan-Ku. Aku sama sekali tidak memiliki cacat maupun kekurangan. Tidak. Segala puji bagi-Ku jauh melebihi batas pujian tertinggi yang dapat diungkapkan oleh mereka yang memuji-Ku. Engkau tidak akan menemukan sesuatu pujian di langit maupun di bumi ini yang tidak ada di dalam Wujud-Ku. Seandainya engkau mencoba dengan sekuat tenaga dan derita untuk menghitung-hitung berbagai keistimewaan-Ku, engkau tak akan sanggup menyelesaikannya. Carilah dengan teliti jika engkau dapat menemukan satu saja sifat terpuji yang tidak ada pada Diri-Ku. Jika pun engkau sangka menemukannya, artinya engkau tidak mengenali-Ku. Pandangan engkau kabur. Aku dapat dikenali melalui keagungan dan keistimewaan-Ku. Betapa awan tebal yang menjenuh adalah disebabkan karunia-Ku, yang menunjukkan keberkatan-Ku yang tak terhingga. Mereka yang beriman kepada-Ku disebabkan memahami segala sifat dan keistimewaan-Ku apapun kesempurnaan dan keagungan yang dapat mereka temukan atau bayangkan hingga ke tingkatan yang tertinggi, lalu mengaitkannya kepada Diri-Ku, bahwa setiap keagungan yang ada di dalam pikiran atau setiap kekuatan yang tercetus di dalam pikiran adalah berpulang kepada Diri-Ku, mereka itulah yang menapaki jalan menuju ke arah pengenalan Diri-Ku. Mereka telah memperoleh Kebenaran, dan akan berhasil. Maka, bangkitlah (sehingga Allah pun akan senantiasa menjagamu), dan carilah berbagai sifat Allah Yang Agung. Renungkanlah dalam-dalam sebagaimana para ahli pikir melakukannya..
Carilah dengan teliti dan renungkanlah setiap aspek kesempurnaannya, baik yang zahir maupun yang batin dari keberadaan alam semesta ini sebagaimana orang yang penuh hasrat memburu sesuatu yang diinginkannya. Maka, manakala engkau telah memahami sepenuhnya kesempurnaan dan mulai mencium wangi kestruri Ilahi, itulah tanda engkau telah berhasil menemukan-Nya. Inilah misteri yang hanya dibukakan kepada mereka para pencahari petunjuk Ilahi yang haqiqi. Inilah Tuhan engkau. Junjungan engkau, Yang Diri-Nya Maha Sempurna, mencakup segala sifat dan pijian yang sempurna. Hanya insan yang demikian itulah yang dapat mengenal Allah melalui pendalaman hakekat Surah Al Fatihah; yang mencari pertolongan-Nya dengan hati yang resah. Mereka yang baiat kepada Allah dengan keikhlasan yang sempurna; yang mengikatkan diri ke dalam keitaatan abadi kepada-Nya; membersihkan pikirannya dari segala pengaruh dan pikiran buruk, akan dapat memasuki pintu gerbang Surah ini, dan dikaruniai nur rohaniah.’ (Karamatus Sadiqin – The Commentary on the Holy Qur’an, Vol. I, hlm.73-75).
Jadi, setelah Bai’at kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., inilah maqom rohani yang hendaknya kita berusaha untuk mencarinya. Berbagai jalan untuk memperoleh hakekat Surah Al Fatihah dan juga Al Qur’an Karim, dapat dicapai melalui berbagai kaidah tarbiyat Hadhrat Imam Mahdi a.s..
Semoga Allah memberi taufiq kepada kita untuk dapat memahami berbagai sifat Allah Taala sesuai dengan kehendak Hadhrat Imam Mahdi a.s., sehingga kita pun dapat menjalani kehidupan yang sesuai dengan perintah Ilahi..

































Tidak ada komentar: