Selasa, 24 Juli 2012

Salat adalah Sarana Kunci untuk Mengoreksi dan Meningkatkan Diri

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦) صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
Hadhrat Imam Mahdi a.s. menghendaki agar Jamaat beliau ini mengalami dua jenis inqillaab, [yakni inqillaab keimanan dan inqillaab pelaksanaannya] yang dapat meng- inqillaab haqiqi diri. Sebab, tanpa proses ini, tujuan utama kedatangan beliau a.s. tak akan pernah dapat dicapai.
Berdasarkan berbagai tulisan Hadhrat Imam Mahdi a.s., kita perlu memeriksa diri dengan mikroskop batiniah. Allah Taala menghendaki untuk mensucikan secara khas orang-orang yang bergabung dengan Jamaat beliau a.s. ini, yang oleh karena itu kita pun perlu bertafakur tentang hal ini dengan serinci mungkin. Yakni, seiring dengan meningkatkan dan meng-inqillaab keimanan, kita pun perlu meng-inqillaab pelaksanaannya.
Sebuah microscope adalah untuk melihat [perbesaran penampakan] segala sesuatu,
yang dalam hal ini adalah memeriksa diri sebagaimana yang diinginkan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s. agar kita melaksanakannya. Menyatakan diri sebagai seorang Ahmadi bukanlah suatu pernyataan yang biasa-biasa saja, dan Jamaat yang didirikan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s. ini bukanlah suatu organisasi biasa. Melainkan, Allah Taala berkehendak untuk meng-inqillaab semua jamaah di dalam Jamaat ini sehingga terbentuklah suatu Jamaat yang murni; inilah mengapa sebabnya Allah Taala mengutus Hadhrat Imam Mahdi a.s.. Maka setiap orang Ahmadi hendaknya menghendaki untuk menjalani kehidupan yang muttaqi dan murni. Karena hanya dengan corak kehidupan ini sajalah yang dapat membawa kepada inqillaab haqiqi. Yakni, inqillaab ini tak akan terjadi jika tanpa adanya inqillaab iman maupun inqillaab pelaksanaannya.
Berikut ini adalah beberapa ikhtisar tulisan Hadhrat Imam Mahdi a.s. mengenai ‘intisari keimanan kita, ialah: ‘[Kami] beriman kepada Tauhid Ilahi dan Muhammad Saw adalah Rasul-Nya, Khataman-Nabiyyin, yakni Nabi yang paling afdhal dari antara semua nabi, yang melalui beliaulah umat manusia telah diberi petunjuk jalan yang lurus. Kami beriman kepada Al Qur’an Karim, yang adalah Kitab Syariah yang sempurna dan terakhir; yang [isinya] tak akan berkurang ataupun ditambahi barang setitikpun. Kami beriman, bahwa faedah ajaran [Syariah] tersebut dapat memenuhi kebutuhan fitrat manusia yang paling mendasar maupun yang paling tinggi, yakni, hanya melalui keitaatan kepada Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw. Dan apapun karunia Allah yang dapat terjadi sesudahnya adalah semata-mata Zilli, atau refleksi bayangan dari kemuliaan beliau Saw.
Rukun Islam adalah juga bagian dari keimanan kami.
Kami pun mengikuti sepenuhnya ajaran Al Qur’an dan menganjurkan orang lain untuk mengikutinya. Jika ada persilangan antara Hadith dengan Al Qur’an, kami mengikut kepada apa yang dinyatakan oleh Al Qur’an. Kami beriman bahwa tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad [Saw] adalah Rasul-Nya, dan Khataman-Nabiyyin. Kami beriman kepada para Malaikat, kepada Yaumil Akhir, kepada ‘surga al-Jannah dan neraka Jahannam. Kami beriman kepada segala apa yang telah difirmankan Allah Taala di dalam Al Quran Karim. Dan segala apa yang disabdakan oleh Hadhrat Rasulullah Saw adalah benar. Kami beriman, barangsiapa yang menambahi atau mengurangi sedikitpun Syariah atau mengubahnya, berarti telah keluar dari Islam.’
Menasehati Jamaat, Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Hidup dan matilah demi untuk Laa illaaha illallaah Muhammadur Rasulullah dan berimanlah kepada para Rasul-Nya, kepada semua Kitab-Nya yang kebenarannya disyahkan oleh Al Quran Karim. Kerjakanlah kewajiban Berpuasa, mendirikan Salat, membayar Zakat dan Ibadah Hajji, serta segala apa yang dianjurkan oleh Allah Taala dan Rasul-Nya Saw.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Kami beraqidah, bahwa Nabi Isa a.s. adalah seorang manusia biasa yang diselamatkan oleh Allah Taala dari kematian [terkutuk] di atas salib, kemudian wafat [secara wajar]; dan tak ‘ada sedikitpun dikatakan di dalam Al Quran Karim bahwa beliau [yang sama itu] yang akan datang lagi untuk yang kedua-kalinya. Kami tak mempercayai akidah semacam itu.’ Hadhrat Imam Mahdi a.s. bersabda: ‘Kaidah dasar keimanan ini tak ‘ada bedanya antara kaum Ahmadi dengan kaum Muslimin lainnya.’
[Hudhur Aqdas Atba menambahkan]: ‘Sedemikian rupanya pernyataan Hadhrat Imam Mahdi a.s. ini, sehingga sepeninggal beliau a.s., beberapa firqah dalam Islam umum, merubah pandangan mereka mengenai [kehidupan dan kematian] Hadhrat Isa a.s. dan konsep mengenai ‘Imam Mahdi’ yang harus menumpahkan darah. Dengan demikian, telah terjadi perbaikan di dalam dasar keimanan mereka. Hadhrat Khalifatul Masih Tsani (II) r.a. telah memberikan serangkaian Khutbah Jumah yang menyampaikan, bahwa sejak kedatangan Hadhrat Imam Mahdi a.s., semakin sedikit kaum terpelajar Muslimin India yang masih mempercayai Hadhrat Isa a.s. masih hidup di atas langit. Begitupun mengenai nasikh-mansukhnya beberapa ayat Al Quran, sudah jarang terdengar lagi.
Kini pun demikian, pada kenyataannya, banyak ulama yang bahkan menyatakan, bahwa pengertian Jihad di zaman sekarang ini sudah lain konotasinya. Jadi, berbagai konsep keimanan mereka yang mendasar telah banyak berubah sejak kedatangan Hadhrat Imam Mahdi a.s., baik mereka itu menerima beliau a.s. ataupun tidak. Tinggal masalah status kenabian Hadhrat Masih Mau’ud (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani a.s.) saja yang masih tersisa, yang Insha Allah ini pun akan terselesaikan. Namun, manakala pihak penentang kita terbungkam di hadapan aqidah kita, meraka pun menempuh jalan kekerasan fisik dan pensyahidan yang kini sedang terjadi di Pakistan dan juga beberapa kali di India. Ini disebabkan tak ‘ada yang sanggup menghadapi berbagai bukti, dalil dan akal sehat yang disajikan oleh pihak kaum Ahmadi. Maka mereka yang terbatas informasinya mengenai hal ini, tingkatkanlah dengan cara sering-sering menonton acara semacam ‘Rahe Huda’ (‘Petunjuk Jalan Lurus’) di MTA, agar jangan sampai ketinggalan.
Dengan karunia Allah Taala, mayoritas kaum Ahmadi kuat imannya. Maka bagi mereka yang lemah, ingatlah, bahwa nilai keimanan yang ditarbiyatkan oleh Hadhrat Imam Mahdi a.s. adalah Islam yang haqiqi. Pihak lain tak memiliki daya untuk menghentikannya. Inqillaab keimanan saja tidaklah cukup. Sebab, Hadhrat Imam Mahdi a.s. pun datang untuk meng-inqillaab amal shalih dan praktek ajaran Islam. Pihak ghair tertarik kepada Jamaat melalui praktek ajarannya, yang jika baik, adalah merupakan suatu Tabligh-bisu. Namun, ada pula sebagian dari mereka yang sudah semakin akrab dengan Jamaat dan siap Bai’at tetapi menjauh kembali hanya disebabkan kelakuan orang Ahmadi, sehingga membuat dirinya goyah. Oleh karena itulah, seiring dengan melindungi keimanan, menjaga amal perbuatan pun sangat penting.
Kita telah memenangkan pertempuran [batin] dalam meng-nqillaab keimanan kita. Akan tetapi bila pelaksanaannya tidak demikian, boleh jadi iman tersebut lambat laun hanya akan tinggal namanya saja sebagaimana yang terjadi kini pada sebagian besar kaum Muslimin. Yakni, mereka sudah tak lagi mempedulikan Salat, dusta menjadi hal yang biasa dilakukan, pardah pun tak dilaksanakan. Saya bertemu dengan seorang ghair-Jamaat yang mengatakan: ‘Aku sungguh tak mengerti sikap membela kemuliaan nama Islam yang diperlihatkan oleh kaum extremis yang bertekad akan mendirikan negara Islam, tetapi di lain pihak mereka membunuhi kaum wanita dan anak-anak yang tak berdosa ?!
Di suatu jalan raya di kota Islamabad [Pakistan] ada pabrik minuman keras yang tak pernah dijadikan target penyerangan mereka. Mereka pun tak peduli terhadap berbagai tayangan seronok di televisi. Padahal Hadhrat Rasulullah Saw telah mengutuk keras mereka yang memproduksi minuman ber- alcohol; yang menyimpannya; yang memperjual-belikannya, dan juga mereka yang meminumnya.’
[Hudhur Aqdas Atba mengomentari]: Begitulah, kutukan Hadhrat Rasulullah Saw tak menjadi soal bagi mereka, tetapi manakala orang Ahmadi mengucapkan Kalimah Syahadah, mereka pun berang. Dikarenakan kita ini adalah bagian dari masyarakat, maka semua [keluhannya] itu akan mengena kepada kita juga. Oleh karena itu berhati-hatilah, mawas dirilah terhadap segala perbuatan. Khususnya lagi mereka yang telah dewasa, awasilah kaum pemuda remaja dan anak-anak anda. Sekarang ini serangan musuh telah memasuki rumah-rumah dalam bentuk tayangan berbagai stasiun TV dan internet yang tak-berakhlak, yang jika kita tidak ber-Jihad untuk memeranginya dengan praktek kehidupan kita, maka kita pun akan terjerumus ke dalam pangkuan syaitan. Oleh karena itu, kita perlu mengangkat permasalahan ini. Kita harus menyeru Allah Taala untuk itu. Hanya mengucapkan ‘amantu billaahi’ saja tidaklah cukup.
Ada suatu kisah anekdot ruhaniah dalam kaitan ini, ialah: ‘Arkian, ada seorang Murabi yang akan berpisah dengan muridnya yang sudah menyelesaikan program tarbiyat beliau. Murabi bertanya kepada muridnya: ‘Bagaimana jika ada Syaitan di tempatmu bertugas nanti ? Sang murid menjawab: Syaitan selalu ada di mana-mana. Murabi bertanya lagi: Jika kamu mempraktekkan segala pelajaran agama yang telah diperoleh, tetapi Syaitan tetap menyerang, apa yang engkau akan lakukan ? Murid: Aku akan melawannya. Murabi bertanya lagi: Bagaimana kalau ia datang dan datang lagi ? Murid: Aku akan terus berusaha menaklukkannya. Murabi: Sekarang begini, ketika kamu bertandang ke sebuah rumah temanmu, anjingnya terus menggonggong di depan pintu siap menyerangmu, apa yang akan kamu lakukan ? Murid: Aku akan menakut-nakuti dan berusaha untuk mengusir anjing tersebut ! Murabi: Bagaimana jika anjing itu tetap menyerangmu ? Murid: Aku akan berusaha melawannya lagi. Murabi: Bagaimana jika anjing tetap menyerangmu ? Murid: Maka aku pun akan memanggil temanku untuk membantu mengusirnya…’ Murabi: Begitulah, Syaitan itu anjingnya Allah Taala. Maka barangsiapa yang ingin melindungi diri dari serangannya, ketuklah pintu arasy Ilahi, serulah Allah Taala !’
Jadi, janganlah berpikiran sudah mendapatkan talim agama yang memadai, sudah berakhlak dan sudah mengerjakan Salat. Sebab, Syaitan akan senantiasa menyerang kita bila berpikiran demikian. Maka yang diperlukan adalah bersimpuh di hadapan Allah Taala dengan sepenuh ikhlas, dan mintalah nushrat, pertolongan-Nya. Tak cukup hanya dengan Bai’at kepada Hadhrat Imam Mahdi a.s., lalu iman kita pun menjadi baik. Melainkan, serulah Allah Taala untuk memohon nushrat pertolongan-Nya. Berusahalah sekuat tenaga untuk mempraktekkan ajarannya, bertaubat dengan sibuk ber-Istighfar, dan yang paling utama adalah mendirikan Salat. Al Quran Karim telah sangat menekankan pentingnya Salat; dan Hadhrat Muhammad Rasulullah Saw bersabda: ‘Ashalatu mi’rajul mu’minin, yakni, Salat itu adalah mi’rajnya orang mukmin. Maka seorang mukmin yang berhasil adalah mereka yang menjaga Salatnya, yang untuk itu diperlukan perlindungan dari [segala godaan] Syaitan, sebagaimana yang dinyatakan di dalam Al Quran Karim: ‘…..innash-shalaata tanhaa anil fahsaaa’i wal munkar…..’ ‘…Sesungguhnya, Salat itu dapat menahanmu dari perbuatan keji dan munkar…’ (Q.S. 29/ Al Ankabut : 46) Yakni, Salat tersebut merujuk kepada [Sal 1at] yang semata-mata untuk memperoleh keridhaan Allah Taala sehingga menjadi sumber utama dalam melindungi diri dari berbagai macam serangan syaitani. Jadi, sangat diperlukan disiplin mendirikan Salat di tengah-tengah lingkungan yang serba mudharat atau mubazir seperti sekarang ini. Anak-anak perlu dinasehati mengenai pentingnya perkara ini. Namun, sebelum mengingatkan mereka, para orang tua hendaknya mawas diri akan praktek kehidupannya sendiri.
Dalam kaitan ini saya perhatikan, manakala jam [di dunia Barat] berubah [menjadi maju satu jam] disebabkan perubahan musim menjadi ‘Summer’ (Musim Panas), jumlah orang yang hadir Salat Fajr pun berkurang, sebagaimana yang terjadi baru-baru ini. Perlu perhatian serius mengenai hal ini. Kemalasan yang hanya dikarenakan adanya perubahan waktu adalah tidak baik bagi kaum Ahmadi. Dalam hal ini, para Anggota Pengurus perlu memberikan contoh yang baik. Bila para Pengurus [Jamaat] di tiap tingkatan [baik Lokal, Regional, maupun Nasional], begitu juga para Pengurus Badan-badan dapat meningkatkan kedisiplinan Salat mereka dengan [berjamaah] datang ke Masjid, tentulah kemakmuran Masjid pun semakin bertambah. Maka hal ini pun akan memberikan dampak yang positif kepada anak-anak dan remaja kita. Hendaknya senantiasa diingat pula, sesuatu jabatan kepengurusan tidaklah meningkatkan status seseorang. Sebab, yang paling pokok adalah adanya kecintaan kepada Allah Taala yang ikhtiarnya berusaha untuk mencapai puncak mi’rajul mukminin itu, ialah Salat.
Falah keberhasilan kita terletak pada kedisiplinan mendirikan Salat dengan segala kaidahnya. Tidak cukup hanya dengan beriman bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat. Menolak adanya ayat-ayat Al Quran yang nasikh-mansukh. Semua nabiyullah adalah maksum, dan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani a.s. adalah Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu. Falah keberhasilan hidup kita adalah dengan cara membina ta’aluq billah yang hidup. Tidak terjerumus ke dalam perbuatan syirik kahfi, maupun tidak mengerjakan Salat. Amal shalih lainnya yang Allah Taala inginkan agar kita memperhatikannya, adalah memenuhi kewajiban haququl-ibad. Yakni, adalah sangat membebani dan disesali jika saya sampai menerima surat dari orang ghair-Jamaat yang melaporkan, bahwa orang Ahmadi bernama si anu telah menipu mereka. Perbuatan tersebut dapat menghambat pertablighan dan menggoyahkan para mubayin baru.
Belum lama ini saya mendengar ada seorang Ahmadi baru keturunan Arab yang ingin meninggalkan Jamaat. Ditemukan penyebabnya kemudian, ia merasa tertekan oleh perbuatan beberapa gelintir orang Ahmadi, Sedangkan keimanannya terhadap kebenaran Hadhrat Imam Mahdi a.s. tidak berubah. Meskipun ia keliru jika ingin keluar hanya disebabkan kelakuan beberapa orang Ahmadi, kaum Ahmadi sendiri hendaknya mengoreksi diri. Apalagi bila sebagian di antaranya adalah anggota pengurus, yang apabila sampai membuat orang lain menjadi goyah, tentulah ia telah berbuat dosa.
Kemudian saya menginginkan agar kewajiban membayar Zakat pun diperhatikan. Meskipun kaum Ahmadi suka mengorbankan harta benda mereka fii sabilillah, namun salah satu aspek ber-infaq adalah membayar Zakat yang patut diperhatikan secara khusus. Terutama kaum wanita yang memiliki perhiasan, atau siapapun yang memiliki tabungan uang sejumlah tertentu, setelah mengendap selama setahun, boleh jadi tidak memperhatikan kewajiban membayar Zakatnya. Memang ada sebagian yang membayar Chandah maupun Zakat mereka dengan benar hingga rincian hitungan sen-nya. Namun, masih ada juga sebagian yang tidak membayar Zakat. Boleh jadi hal ini dikarenakan Sekretaris Maal tidak mengingatkan jamaahnya. Hal ini perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Al Quran Karim telah banyak menganjurkan amar maruf nahi munkar. Hadhrat Imam Mahdi a.s. telah menasehati kita agar jangan sampai tidak mentaati satu pun dari 700 perintah Allah di dalam Al Quran Karim. Berusahalah agar senantiasa menghindari perbuatan dosa walaupun yang paling sepele. Hal ini sesuai dengan sabda Hadhrat Imam Mahdi a.s. agar kita dapat memasang mikroskop analisa diri di dalam pribadi masing-masing untuk dapat menemukan berbagai kelemahan diri.
Al Quran Karim pun menasehati agar kita dapat menjaga hablum-minannas yang baik. Dalam hal ini, yang pertama adalah hubungan antar orang tua, suami dengan istri, kemudian dengan anak-anaknya. Lalu dengan orang lain. Khususnya lagi di zaman sekarang ini yang sudah banyak sikap tak bertoleransi lagi, baik dari pihak kaum pria maupun kaum wanita. sehingga tali perkawinan pun terputus, yang kecenderungannya semakin meningkat. Mereka tampak tak peduli dampak negatifnya terhadap [masa depan] anak-anak. Semua orang Ahmadi hendaknya senantiasa ingat agar berlaku jujur dalam setiap perkara. Setiap sikap mementingkan diri sendiri dapat menghalangi pemenuhan tujuan Bai’atnya. Al Quran Karim menasehati agar tetap memberikan kesaksian yang jujur meskipun melawan diri sendiri maupun orang tua sendiri.. Bila hal ini tidak dipraktekkan, inqillaab apa lagi yang dapat kita perkenalkan ?
Saya sering mengutipkan perintah Al Quran mengenai menegakkan keadilan ini kepada pihak luar, dan menyatakan, bahwa hanya Jamaat Ahmadiyah saja yang mengikuti ajaran Al Quran. Akan tetapi, bila pihak luar mengalami hal-hal yang justru bertentangan, apa pula dampaknya terhadap diri saya ? Inqillaab praktek kehidupan kita baru akan terlaksana hanya apabila kita mampu meneliti setiap aspek perbuatan kita, lalu berusaha untuk memperbaikinya. Hanya dengan cara itulah kita dapat memenuhi kewajiban Bai’at. Jika tidak, berarti hanya menerima sebagian, dan meninggalkan sebagian lainnya. Penting pula agar memperhatikan amal shalih yang tampak paling sepele.
Tersebut di dalam beberapa Hadith, bahwa Hadhrat Rasulullah Saw biasa menasehati orang dengan cara yang berlain-lainan mengenai amal shalih apa yang mereka harus lakukan ? Kepada satu orang, beliau Saw menasehati agar ber-Jihad fii sabilillah. Kepada orang lainnya: Khidmatilah kedua-orang tuamu. Sedangkan kepada yang lainnya lagi, beliau Saw bersabda: Rajinlah Salat Tahajjud. Hal ini menunjukkan, bahwa menurut Hadhrat Rasulullah Saw, amal shalih yang paling afdhal untuk tiap-tiap orang adalah yang orang itu kurang memperhatikannya. Yakni, bagi orang yang tidak begitu peduli dalam mengkhidmati orang tua dan keluarganya, mengkhidmati agama bukanlah amal yang shalih baginya. Boleh jadi ia melakukannya hanya karena riya.
Maka bagi mereka yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap keluarga tetapi menjadi pengurus, perhatikanlah terlebih dahulu keluarga agar pengkhidmatan kepada agama mendapat ganjaran pahala. Sedangkan bagi mereka yang bagus dalam ber-infaq fii sabilillah tetapi Salatnya tidak betul, mendisiplinkan pelaksanaan Salat adalah amal shalih terbesar baginya. Begitupula amal shalih lainnya yang tampak biasa bagi orang tertentu namun terbesar bagi orang yang lain.
Salat adalah amal shalih yang besar, namun tidak akan diterima bila dikerjakan atas dasar riya. Atau, bila orang yang mengerjakannya suka merampas hak orang lain, maka Salatnya itu tidak akan menjadi amal shalih baginya. Yakni, akan lebih afdhal bila ia memenuhi kewajiban haququl-ibadnya terlebuh dahulu, baru kemudian Salat, sehingga ia pun memperoleh ganjaran pahalanya. Maka jalankanlah setiap langkah kehidupan anda dengan penuh kehati-hatian agar senantiasa memperoleh ridha Allah Taala dan meneguhkan iman serta pelaksanaannya. Sehingga dapat membedakan antara orang Ahmadi dengan orang lainnya, dan tampak jelas bagi dunia.
Ingatlah selalu untuk menghindari setiap keburukan. Sebaliknya perbanyaklah mengerjakan kebaikan. Jadilah contoh yang baik bagi generasi muda, bagi keluarga dan bagi handai taulan. Baik yang muda maupun yang tua hendaknya melaksanakan hal ini sedemikian rupa sehingga dapat mengikis setiap jenis kemunkaran.. Jika setiap anggota Jamaat tidak meng-inqillaab dirinya sesempurna mungkin, maka akan selalu ada benih kemunkaran di dalam Jamaatnya yang suatu saat akan muncul menguat. Apa yang diperlukan pada setiap diri kita adalah mengikis habis segala macam keburukan yang ada di dalam diri. Hanya dengan cara itulah kita dapat menjadi suatu wujud citra inqillaab yang haqiqi. Sehingga akan mengarahkan diri kita untuk mengalami kemenangan, doa-doa menjadi makbul, lalu kita pun memperoleh qurb, kedekatan Ilahi.
Semoga Allah Taala memberi taufik kepada kita untuk melaksanakannya demikian. Aamiin !
























Tidak ada komentar: