Senin, 25 Agustus 2008

>LAA NABIYYA BA’DI

Dengan hanya berbekal satu dalil hadits saja “LAA NABIYYA BA’DI”, dan satu ayat Alqur-aan “Khaataman-Nabiyyiin” (33:40), yang itu pun dengan tidak mengerti akan maknanya yang benar, dan tidak juga dikutip dan dirujuknya ayat-ayat tersebut apalagi menerangkannya, Ulama-Mullah itu sudah berani mendustakan dan menentang Nabi, berani menghasut orang-orang untuk mendustakan dan menolak Nabi, mengkafirkan Nabi Allah dan pengikut Nabi, mengatakannnya sesat-menyesatkan dan keluar dari Islam, Ulama/ Mullah ini berani hanya dengan dukungan dari ijma mereka dan dari Kongres OKI, bukannya dukungan firman dari Allah SWT, dan dukungan dari sunnah dan sabda Nabi Muhammad saw.

Sejak Ahmadiyah berdiri seringkali dituduh, difitnah oleh para Ulama / Mullah yang belum mengerti, atau Ulama yang tidak mau mengerti, meskipun penjelasan yang penuh dalil dan argumentasi yang mudah dicerna oleh akal telah disampaikan kepada mereka. Ahmadiyah sudah berkali-kali menjelaskan bahwa Tadzkirah itu bukanlah Kitab Sucinya orang Ahmadiyah, Ahmadiyah bukanlah organisasi eksklusif tetapi inklusif, yang terbukti sudah berkembang dan diterima di 190 negara di dunia, dan di Indonesia pun sudah berdi 310 cabang Ahmadiyah. Ahmadiyah bukanlah organisasi di luar Islam dan orang yang mengikuti Ahmadiyah ini tidak dapat dikatakan murtad, apalagi disebut sebagai non-Muslim, dengan argumentasi bahwa orang Ahmadiyah itu mengaku bawa dirinya Islam, melaksanakan Rukun Islam serta meyakini Rukun Iman seperti yang dilaksanakan dan diyakini oleh umat Islam yang lain. Bahkan menurut hadits Nabi Muhammad saw.: “Orang menunaikan shalat sebagaimana shalat kita dan menghadap ke kiblat yang Kiblat kita Ka’bah di Kota Mekah dan memakan sembelihan kita, dia itu adalah seorang Muslim” (Shahih Bukhari, Kitabus Shalat, bab Fadhlu istiqbalil-Kiblah, hadits nomor 391).

Ulama/Mullah ini tidak menyadari ataukah bahkan sedemikian beraninya menentang kehendak Allah yang sudah men-takqdirkan dan menetapkan Risalah-Nya untuk mengangkat Rasul-rasul-Nya di bumi untuk dijadikan Utusan-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-An’aam -6- 125:


……… allaahu a’lamu haitsu yaj’alu risaalatahuu ……..
……… Allah Maha Mengetahui di mana Dia akan menempatkan risalat-Nya, menempatkan Rasul atau Utusan-Nya ……..

Di mana sudah menjadi ketentuan umum bahwa manakala manusia telah jauh dari zaman nabi tersebut dan tiba saatnya Allah SWT sesuai sunnah-Nya harus mengirim Utusan-Nya untuk melakukan perbaikan di muka bumi; ini yang tidak terbayangkan di dalam benak dan alur pikiran manusia saat itu, apakah akan ada orang yang layak menjadi orang suci, menjadi nabi di antara manusia se-zaman dengannya itu. Itulah sebabnya mengapa Nabi-nabi Allah yang senantiasa datang untuk membawa kemajuan ruhani dan jasmani manusia, untuk menyelamatkan manusia dari bujukan syaitan hawa nafsu duniawi, dan untuk membawa dan membimbing manusia ke jalan-Nya kepada Allah Taala, senantiasa mendapatkan perlawanan dari kaumnya sebagaimana yang banyak kali difirmankan oleh-Nya di dalam Alqur-aan.
Semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap seperti itu, dan dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya dapat terselamatkan dari kemurkaan Allah, sebagaimana yang sudah difirmakan-Nya.

Azab / Hukuman, kemurkaan Tuhan atas penolakan orang kepada Utusan-Nya.

Surah Al-Mu’minun -23- ayat 44:


Tsumma arsalnaa rusulanaa tatraa kullamaa jaa-a ummatar rasuuluhaa kadzdzabuuhu fa atba’naa ba’dhahum ba’dhaw wa ja’alnaahum ahaadiitsa fa bu’dal li qaumil laa yu’minuun.

Kemudian Kami kirimkan Rasul-rasul Kami satu demi satu. Setiap datang Rasul-Nya kepada umatnya, mereka mendustakannya. Maka Kami mengikutkan sebagian dari mereka dan mengikutkan sebagian dari mereka yang lainnya, dan Kami jadikan mereka hanya sebuah hikayat. Maka terkutuk dan kebinasaanlah bagi kaum yang tidak beriman itu!.

Kebinasaan mereka itu begitu mutlaknya, sehingga keturunan-keturunan mereka yang datang sesudahnya hanya dapat menceriterakan kisahnya saja, sebab sama-sekali tidak tertinggal bekas-bekas mereka itu.
Selanjutnya:


Surah Bani Isra’il -17- ayat 15:
Manih tadaa fa innamaa yahtadii li nafaihii wa man dhalla fa innanaa yadhillu ‘alaihaa wa laa taziru waaziratuw wizra ukhraa wamaa kunnaa mu’adzdzibiina hattaa nab’atsa rasuulaa.

Barangsiapa telah menerima petunjuk, maka sesungguhnya petunjuk itu adalah untuk dirinya; dan barang siapa sesat, maka kesesatan itu hanyalah untuk dirinya. Dan tiada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami tidak akan meng-azab sebelum Kami mengirimkan seorang Rasul.

Jadi sebelumnya malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana itu menimpa bumi ini, sudah selayaknya Tuhan membangkitkan seorang Utusan pemberi peringatan, sebelumnya.

Surah Al Mu’min -40- ayat 34:

Wa laqad jaa-akum yuusufu min qablu bil bayyinaati fa maa ziltum fii syakkim mim maa jaa-akum buhii hatta idzaa halaka qultum lay yab’atsallaahu mim ba’dihii rasuulan ka dzaalika yudhillul-laahu man huwa musrifum murtaab.



Dan sesungguhnya telah datang kepadamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan terhadap apa yang dibawanya kepada kamu, Kemudian tatkala ia telah mati, kamu berkata: “Allah sekali-kali tidak akan mengutus sesudah dia seorang Rasul.” Demikianlah Allah telah menetapkan sesat, barangsiapa yang melapaui batas, yang ragu-ragu.

Maka,


Alladziina yujaadiluuna fii aayaatillaahi bi ghairi sulthanin ataahum kabura maqtan ‘indallaahi wa ‘indal ladziina aamanuu ka dzalika yathba’ullaahu ‘alaa kulli qalbi mutakabbirin jabbaar.

Mereka yang berbantah-bantahan tentang tanda-tanda Allah tanpa menggunakan dalil yang datang kepada mereka. Sungguh besar kemurkaan Allah di sisi orang-orang beriman. Demikianlah Allah menyegel setiap hati orang yang sombong, yang angkuh. (Surah Al-Mu’min -40- ayat 35).

Kaum Yahudi pun telah sepakat dalam ijma mereka bahwa: “Tidak ada nabi setelah Musa as.” Demikian juga di masa Nabi Muhammad saw., tidak saja manusia, tetapi jin sekali pun telah menyatakan pendapat mereka, atau mereka telah berprasangka bahwa: “Allah tidak akan lagi mengutus seorang Rasul pun.” Surah Al Jinn -72- ayat 8:

Wa annahuu kaana rijaalum minal insi ya’uudzuuna birijaalim minal jinni fa zaaduuhum rahaqaa.

Dan sesungguhnya mereka (jin) menyangka sebagaimana kamu menyangka bahwa Allah tidak akan membangkitkan seorang pun (Rasul).

Jadi semenjak zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi dan orang-orang berikutnya itu pun tidak mempercayai lagi kedatangan Rasul mana pun sesudahnya Nabi Yusuf a.s. Dan bagi orang yang ingkar itu Allah Taala berfirman dalam Surah Al Jinn -72- ayat 15:


Wa ammal qaasithuuna fa kaanuu li jahannama hathabaa.

Dan ada pun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka itu menjadi bahan bakar jahannam.

Para Nabi Allah itu selalu mendapatkan perlawanan dari kaumnya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yaa Siin -36- ayat 30:


Yaa hasratan ‘alal ‘ibaadi maa ya’tiihim mir rasuulin illa kaanuu yastahzi-uun.
Ah, sayang bagi hamba-hamba-Ku! Tidak pernah datang kepada mereka seorang Rasul, melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya, meng-olok-olokkannya.


A lam yarau kam ahlaknaa qablahum minal quruuni annahum ilaihim laa yarziuun.

Apakah mereka tidak melihatnya, betapa banyak keturunan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwa orang-orang itu tidak kembali lagi kepada mereka? (Surah Yaa Siin -36- ayat 31)
Isyarat ini agaknya tertuju pada azab Ilahi yang bersifat universal.

Dalam Surah Yunus -10- ayat 47 Allah Taala berfirman:


Wa li kulli ummatir rasuulun fa idzaa jaa-a rasuuluhum qudhiya bainahum bil qisthi wa hum laa yuzhlamuun.
Dan untuk setiap umat ada Rasul. Maka apabila Rasul mereka datang, diputuskan di antara mereka dengan adil, dan mereka tidak akan dianiaya.

dan ayat 10 : 50:

Qul ara-aitum in ataakum a’adzabuhuu bayaatan au nahaaram maadzaa yasta’jilu minhul mujrimuun.

Katakanlah: “Bagaimanakah pikiranmu, jika datang kepadamu azab-Nya di waktu malam atau siang hari; bagaimana orang-orang yang berdosa itu dapat melarikan diri dari azab ini?”

Dalam surah Ar Ra’du - 13 – ayat 7:


Wa yaquulul ladziina kafaruu lau laa unzila ‘alaihi aayatum mir rabbihii innamaa anta mundziruw wa li kulli qaumin haad.

Dan berkatalah orang-orang yang ingkar itu, “Mengapa tidak diturunkan kepada orang suatu Tanda dari tuhan-Nya?” Sesungguhnya engkau adalah seorang pemberi peringatan, dan bagi setiap kaum ada seorang pemberi petunjuk.

Bagi setiap kaum dan umat, Tuhan mengirimkan seorang Utusan, seorang pemberi petunjuk. Sedangkan “Tanda” itu jika dikaitkan dengan sesuatu yang lain selalu diartikan dengan “azab” dari Tuhan.

Dan sesungguhnya Kami mengutus dalam setiap umat seorang Rasul kepada setiap umat, supaya kamu menyembah Allah dan jauhilah orang yang melampaui batas. Maka sebagian dari mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan sebagian dari mereka ada yang dipastikan pada mereka kesesatan. Maka berjalanlah kamu di muka bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang telah mendustakan Rasul-rasul itu.

Wa laqad ba’atsnaa fii kulli umatir rasuulan ani’ budullaaha waj tanibut taaghuutha fa minhum man hadallaahu wa minhum man haqqat ‘alaihidh dhalaalatu fa siiruu fil ardhi fan zhuruu kaifa kaana ‘aaqibatul mukadzdzibiin. Surah An Nahl -16- ayat 36

Dan dalam Surah Faathir (35):

Ayat 24:

Innaa arsalnaaka bil haqqi basyiiraw wa nadziiraw w aim min ummatin illa khalaa fiihaa nadziir.
Sesungguhnya Kami mengutus engkau dengan kebenaran sebagai pembawa khabar suka dan pemberi peringatan. Dan tiada sesuatu kaum pun melainkan telah diutus kepada mereka seorang Pemberi ingat.

Jadi, sebelum Alqur-aan diturunkan, kepada tiap-tiap kaum yang lampau pernah diutus seorang Rasul Allah, yang menyerukan kepada mereka seruan kebenaran. Azas yang mulia ini membawa kepercayaan bahwa semua agama itu berasal dari Tuhan, dan bahwa pendiri-pendiri agama itu adalah Rasul-rasul Allah. Inilah rukun iman yang wajib dipegang oleh setiap orang Muslim, dan karenanya harus menghormati dan memuliakan mereka itu semuanya. Dengan demikian Islam telah mengusahakan menciptakan iklim persahabatan dan harga menghargai di antara berbagai agama, dan menghilangkan serta meniadakan dendam kesumat, ketegangan apalagi anarkisme, yang telah meracuni perhubungan antara pengikut-pengikut berbagai agama dan aliran kepercayaan di seluruh dunia.

Ayat 25:

Wa iy yukadzdzibuuka faqad kadzdzabal ladziina min qablihim jaa-at hum rusuluhum bil bayyinaati wa bil kitaabil muuniir.
Dan, jika mereka mendustakan engkau, maka orang-orang sebelum mereka pun telah mendustakannya; telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang jelas dan dengan Kitab-kitab suci dan Kitab yang memberikan pencerahan.

Ayat 26:


Tsumma akhadztul ladziina kafaruu fa kaifa nakiir.
Kemudian Aku tangkap orang-orang yang ingkar, dan betapa mengerikannya penolakan terhadap -Ku itu!

Selanjutkan di dalam Surah Al-Hajj (22) difirmankan oleh Alla Taala:


Dan jika mereka berbantah dengan engkau, katakanlah: Allah Maha Mengetahui akan apa yang kamu kerjakan

Wa in jaadaluuka fa qulillaahu a’lamu bi maa ta’maluun (Al-Hajj ayat 68).



Allaahu yahkumu bainakum yaumal qiyaamati fii maa kuntum fiihi takhtalifuun.

Allah akan menghakimi di antara kamu pada Hari Kiamat mengenai apa yang kamu perselisihkan
(Al-Hajj -22 – ayat 69).

Hadits Laa Nabiyya ba’di tidak dapat diragukan lagi tentang keshahihannya; tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya sabda-sabda beliau saw yang berkenaan dengan kedatangan Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam yang akan menjadi pemimpin bagi ummat Islam di akhir zaman yang memiliki predikat sebagi Nabi Allah dan Khalifah Allah di bumi, yang dengan kepemimpinannya itu akan meniadakan peperangan dan akan menegakkan kedamaian di bumi. Kalau diperhatikan secara sepintas saja, nampak seakan-akan ada kontradiksi satu sama lainnya dari hadits tersebut; yakni di satu kesempatan Nabi saw. bersabda “Laa nabiyya ba’di”, sedangkan pada beberapa kali kesempatan lainnya beliau saw mengatakan tentang akan datangnya Isa Al-Masih, atau Isa ibnu Maryam yang berpangkat Imam Mahdi, sesudahnya beliau saw. Padahal yang disabdakan sebagai Laa nabiyya ba’di itu adalah tidak akan ada lagi Nabi Utusan Allah yang di luar syari’at beliau, di luar syari’at Islam, sebagaimana dalam hadits yang senada, Nabi Muhammad saw bersabda: "inniy aakhirul-anbiya' wa inna masjidiy aakhirul-masaajid" Artinya: Aku adalah nabi yang terakhir dan mesjidku adalah mesjid yang terakhir. (Hadits shahih riwayat Muslim), bahwa tidak akan ada lagi nabi dan tidak ada lagi mesjid yang di luar syari’atku, tidak akan ada lagi Nabi dan mesjid yang di luar syari’at Islam. Demikian juga ada beberapa hadits-hadits lainnya di mana Nabi Muhammad saw mengatakan “Laisa bainii wa baina iisa nabiyyi wa innahu nazila …….. “ Tidak ada seorang Nabi antara aku dan Isa, dan sungguh ia – Nabi Isa itu - akan turun ……. (HR Abu Dawud dari Hadhrat Abu Hurairah ra; dan Kanzul-Umal, Juz XIV / 388843).

Dalam perjalananan sejarahnya selama kurang lebih 120 tahun, Ahmadiyah sering kali dimusuhi dan di-terror maupun difitnah baik di India, di Pakistan, khususnya di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti di Indonesia. Akan tetapi, fakta sejarah yang telah berlangsung lebih dari 100 tahunan itu, semuanya merupakan ujian bagi keimanan orang-orang Ahmadiyah dan ujian bagi kebenaran dari ajaran yang dibawanya; bahkan banyak kali menjadi iklan yang berguna bagi kemajuan Jama’at Ahmadiyah di seluruh dunia. Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin.

Allah Taala berfirman di dalam Surah An-Nisaa’ -4- ayat 59:

Yaa ayyuhal ladziina aamanuu athii’ullaaha wa athii’ur rasuula wa ulil amri minkum fa in tanaaza’tum fii sayi-in fa rudduuhu ilallaahi war rasuuli in kuntum tu’minuuna billaahi wal yaumil aakhiri dzaalika khairuw wa ahsanu ta’wiilaa.

Hai orang-orang yang (sudah) beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang memegang kekuasaan di antara-mu. Dan jika kamu berselisih mengenai sesuatu, maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu memang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hal yang demikian adalah yang paling baik dan paling bagus akibatnya.

Nasihat ini adalah bagi orang yang sudah beriman, kepada orang yang sudah beriman kepada Allah dan Rasul, Nabi Muhammad saw. Bahwa, dalam setiap perselisihan dan ketidak kesepakatan itu, baik antara penguasa dan rakyat, maka hal itu hendaknya diputuskan menurut ajaran Alquran; jika Alquran diam mengenai perkara itu, maka hendaknya menurut sunnah dan hadits. Akan tetapi, jika Alqur-aan, sunnah dan hadits diam mengenai perkara tersebut, hendaknya diserahkan kepada orang-orang yang diberi wewenang mengurusi perkara tersebut.

Sekali lagi semoga umat Islam dapat terhindar dari pandangannya yang salah dan sikap perbuatannya yang keliru dengan hasud dan berburuk sangka tanpa mengemukakan dalil dan fakta yang sah dan benar, agar senantiasa berdoalah semoga dengan karunia dan kasih-sayang-Nya serta ke-Murahan-Nya semuanya dapat terselamatkan dari azab kemurkaan Allah yang telah dijanjikan kepada orang yang ingkar tersebut.


Sabtu, 16 Agustus 2008

Tidak ada komentar: